“Kaget saya kamu bisa cepat begini.”Walau heran, Sena tertawa pelan pada dosen pembimbing yang sedang mengecek skripsinya lewat laptopnya. “Kan ngejar ujian bulan depan, Bu.”
Bagusnya bagaimana? Sena mengerjakan secepat kelinci bikin dosennya heran, mengerjakan selambat keong, masih juga bikin heran.
Dosennya manggut-manggut. “Oke, ada beberapa revisi dari saya.”
Air muka cerah Sena sirna berganti keruh kecewa. “Revisi?” beonya tanpa sadar dengan nada tidak terima. Dosennya yang peka, tertawa melihat Sena. “Iya, dong. Tetap ada revisi, tapi bisa sekalian daftar ujian. Begitu kamu revisi sesuai saran saya, langsung kumpulkan hard filenya untuk padadaran bulan depan.” Ajaib. Kecewanya hilang, dengan semangat, Sena mengangguk dan mengiyakan.
“Pastikan persiapan kamu matang, saya nggak mau kecewa sewaktu ujian karena kena bantai dosen penguji. Paham?”
Walau ragu, Sena tetap saja mengangguk. Kalau-kalau dia mencoba menggeleng, bisa-bisa kena semprot lagi dia. Hari ini kan dosen pembimbingnya sedang baik hati serupa ibu peri, jadi, harus banget Sena menjaga suasana hati dosennya.
“Oke. kamu sudah bisa pulang,” pungkas dosennya.
Begitu obrolan dan bimbingan mereka usai, Sena tidak melewatkan kesempatan jam makan siangnya untuk langsung pulang atau mampir lunch. Jam makan siang kantor baru mulai beberapa menit lalu, artinya, Aksa punya waktu luang satu jam ke depan. Kebetulan dia ke kampus dengan motor, jadi kalau dia mau mampir ke Cendekia, dia masih bisa menerobos kemacetan dan sampai di Cendekia sebelum jam makan siang berakhir, kan?
***
Padahal Cendekia bukan kampusnya, Sena tetap saja santai keluar masuk terutama Lab HI tempat Aksa biasa menghabiskan waktu di luar mengajarnya. Dia sudah tidak malu kalau berpapasan dengan gerombolan mahasiswa, pura-pura menjelma mahasiswa Cendekia saja, padahal mahasiswa karatan kampus sebelah. Dan benar saja, begitu hampir sampai di Lab HI, dari tempatnya berdiri, Sena bisa memindai Aksa yang sedsng mengobrol dengan rekannya di depan pintu kaca Lab. Senyum Sena tidak bisa luntur begitu sadar Aksa sempat menoleh padanya. Masih sambil mengobrol dengan dosennya, pria tersebut memberi kode supaya Sena mendekat dengan tangannya.
“Mas,” sapa Sena.
Aksa tersenyum. rekan Aksa yang menyadari kehadiran Sena ikut menoleh. “Mahasiswi lo, Sa?” tanyanya usai Sena berdiri tepat di sisi Aksa.
Sena mengangguk sekali sebagai sapaan. “Iy–“
“Bukan.” Aksa mendahului suara Sena. Dengan kebingungan, Sena menoleh pada Aksa yang masih belum mau melihatnya. Belum habis rasa terkejutnya, dia membeku saat Aksa memeluk pinggangnya. “Calon gue,” lanjut Aksa dan baru mau menoleh pada Sena.
“Sena, ini Nadin, rekan dosen.” Aksa mengenalkan.
“Ah,” gugup Sena langsung mengulurkan tangannya pada Nadin yang terlihat kaget. Namun, tetap menjabat uluran Sena. “Eh, beneran, calon lo? Oh iya, sorry, Aku Nadin, Na.”
“Sena, Mbak,” balas Sena ramah sambil tersenyum.
Nadin kembali beralih pada Aksa dengan tatapan tercengang sekaligus geli. “Ini ... kalian pacaran? Gila, gue kira lo betah jomlo lho,” kekehnya.
Patutnya Sena ikut senang, akan tetapi dari kacamatanya, ekspresi tercengang dan geli Nadin justru terbaca lain olehnya. Apa terasa aneh kalau Aksa punya hubungan asmara dengannya? Diam-diam Sena tersenyum kecut saat rasa percaya dirinya tiba-tiba terjun bebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...