Hai, balik lagi yaaa. Oh, ya aku udah update bab baru di karyakarsa ya. ada 4 bab, 50-53, merupakan 4 menuju epilog hihi.
happy reading ^^
ORANGTUA DADAKAN [29]
Padahal tadi sudah mau pesan ojol, akan tetapi hujan yang tanpa permisi, tanpa halo dek, tiba-tiba turun membasahi jalanan. Sena langsung mengekeret, mana Aksa ngotot minta mengantar sebagai rasa bertanggung jawab. Rencana mengurangi interaksi dengan Aksa juga gagal, orang setiap berhadapan dengan Aksa yang ada mereka langsung serupa tom and jerry. Di dalam mobil, Sena menoleh pada Aksa yang masih berkutat dengan kemudi. Kalau Jina tahu, kira-kira dia akan seperti yang lain nggak ya? Bikin video viral bilang gini : Cantik, sih, tapi suka nebeng pacar orang. Sena langsung bergidik. Namun, kalau dia ingat-ingat, perasaan Jina nggak jahat kok. Dia baik dan ramah, dulu saja sangat welcome pada Sena. Iya, kan?
"Oh, ya, Na, minggu depan saya ada dinas ke luar kota."
Sena meringis. "Mas, terus urusannya sama saya apa? Kan bukan suami saya. Aduh!" keluh Sena saat Aksa menyentil keningnya.
"Mas tuh ya! KDRB! Kekerasa dalam rumah bimbingan!" yang seketika mengundang tawa Aksa.
"Isi otak kamu perlu di filter nggak, sih? saya izin sekalian bilang besok bimbingannya online saja. Paham?" katanya tanpa menoleh tapi tawanya masih terdengar. Mendengar itu, Sena terdiam sejenak. Dia mengerjapkan matanya lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kesel!!!"
Aksa hanya geleng-geleng heran, akan tetapi, berhadapan dengan Sena, bukannya menguras emosi, justru membuat dia jadi bisa banyak tertawa setelah seharian berurusan dengan kampus.
"Nanti kita bisa via vidcall atau kalau ada apa-apa langsung tanya saja. Oke?"
Sena akhirnya mengangguk dan bilang. "Iya, Mas." Kemudian, dia menoleh ke kiri saat mobil berhenti di traffic light. Matanya membulat melihat seekor kucing putih kecil dengan kaki yang sepertinya berdarah. Tanpa banyak bicara, Sena langsung keluar dan membuat Aksa melotot.
"Eh! Na!" Aksa berteriak tetapi karena lampu sudah berganti hijau, dia harus mencari tempat menepi dulu sebelum menyusul Sena. Mana dia tidak bawa payung, sehingga begitu berhasil menepikan mobil, Aksa hanya mengambil asal-asalan jaket kulit yang tergeletak di belakang dan segera keluar menyusul Sena. Aksa terkesiap saat tidak jauh darinya, di depan sana, Sena tengah menggendong kucing yang basah sambil berlari menembus hujan. Segera Aksa menghampiri cewek tersebut. Cepat-cepat membentangkan jaketnya di atas kepala mereka, tidak serupa payung, tetapi cukup untuk sedikit membantu melindungi mereka sepanjang kembali ke mobil.
"Kenapa keluar nggak bilang dulu." Suara Aksa meningkahi suara hujan.
"Mas, anterin ke klinik. Kakinya sakit, berdarah," panik Sena justru tidak peduli dengan dirinya sendiri. Aksa sedikit menjaga jarak dan bersin tiba-tiba. Sena yang paham sigap memeluk kucingnya. "Mas alergi kucing ya?" Sena langsung tidak enak.
"Nggak papa. Ayo ke klinik. Kamu juga basah."
Sena meringis. "Mas ngapain ikut turun? Basah, kan."
Begitu mengamankan jaketnya, Aksa segera membuka pintu mobil lalu memegang kedua bahu Sena dari samping dan menuntunnya masuk mobil. "Kamu yang turun dadakan buat saya panik, gimana saya nggak ikut turun, Na."
Dia hanya nyengir merasa bersalah. "Kita antar kucingnya ke klinik, terus saya antar kamu ke rumah." Sena mengangguk sebelum masuk mobil begitu Aksa membukakan pintu untuknya.
•••
Begitu Aksa menukar pakaiannya yang basar total dengan kaus yang ada di mobil. Segera dia menyusul Sena yang sudah berada di klinik, beruntung baju Sena tidak begitu basah karena perlindungan jaket kulit Aksa. Sedikit terlambat karena begitu masuk, dokter sudah mengobati kucingnya. "Nggak perlu dijahit, nanti saya kasih salep, biar cepat sembuh dengan obat yang kami berikan," kata dokter.
"Tapi kayaknya robek deh, Dok. Kayak kena gigit," kata Sena. Dari tempatnya, Aksa bisa melihat jelas gadis tersebut amat khawatir, Aksa tersenyum kecil, padahal mungkin beberapa berpikir, itu hanya kucing, hewan yang mungkin tidak bisa mengobrol dengan bahasa manusia. Tetapi cara Sena khawatir serupa mengkhawatirkan adiknya.
"Iya, sedikit. Tapi tidak perlu dijahit, karena operasi kecil butuh bius, dan kucing kecil tidak dianjurkan mendapatkan bius."
"Ah, begitu." Sena manggut-manggut begitu paham.
"Nanti bisa dapat obatnya di bawah, ya." Sekali lagi Sena mengangguk.
Tidak lama, dokter mengembalikan kucingnya pada Sena, sudah dalam keadaan kering dan terlihat takut karena terus bersembunyi di sela lengan saat Sena menggendongnya. Begitu mereka sampai di bawah, Aksa menahan Sena yang hendak melakukan transaksi. "Biar saya," katanya mengeluarkan dompet.
"Tap–"
"Berapa, Mbak?" Aksa mendahului lagi.
"Oh ya!" Aksa menoleh pada Sena. "Nggak sekalian beli makanannya?"
"Ah, benar." Sena segera menjauh untuk mengambil pakan basah. Dan memberikannya ke kasir. Begitu transaksi selesai, keduanya segera kembali ke mobil.
Sena menoleh pada Aksa yang sudah mengenakan kaus kering tetapi celanannya seperti basah, tidak berganti. "Mas pasti basah banget ya?" cicit Sena. Tadi, dia begitu perhatian pada kucing sehingga tidak memedulikan Aksa.
Aksa memutar kemudinya. "Kalau saya jawab tidak, kamu percaya?" jail Aksa.
Sena cemberut. "Mas," tegur Sena sebal.
Aksa hanya tersenyum kecil. Lalu melirik kucing di sampingnya yang masih dalam pangkuan Sena. Beruntung dia tidak bersih lagi. "Nggak masalah, kamu nggak basah kuyup kan?"
Sena menggeleng.
"Suka banget kucing?" Habis Sena sebegitu pedulinya dan sampai melihat kucing di jalan tadi.
Sena mengangguk. "Di rumah sih enggak ada, cuma sesekali kasih makan kucing komplek yang mampir ke rumah."
"Hooo, pantas."
"Lucu tahu, Mas." Sena menunduk dan mengelus bulu kucingnya.
"Mau kamu adopsi?"
Sena langsung mengangguk.
"Kamu kasih nama siapa? Biasanya kan ada namanya."
Sena agak berpikir. "Emmmm," bingungnya lalu menoleh pada Aksa. "Aksa?"
Aksa tertawa. "Yang bener aja, Na."
"Soalnya Mas juga bantu dia. Dia pasti seneng."
Aksa tersenyum geli pada Sena dan seluruh pemikirannya. "Aksa ya? Okay, nggak buruk."
Sena langsung memeluk kucingnya. "Kamu dengar, Aksa? Papa kamu suka nama kamu."
Aksa langsung melotot. "Na, jangan bilang kamu kasih nama dia supaya kesempatan manggil nama saya tanpa embel-embel Mas, ya?"
Sena nyengir. "Kok peka, sih?"
"Sena!" dan tawa bangga Sena memenuhi setiap perjalanan pulang mereka.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...