“Dia pasti naksir gue.”
Sadar Keana tengah menggerutu, Sena berguling di ranjang dan merapat pada Keana, lalu mengintip room chat Keana dengan sosok yang dia simpan nomornya dengan nama Berno.“Kenapa begitu?” beo Sena bingung.
Keanan menunjukkan chat mereka. “Dia chat random. Yah, sebenarnya antara dia naksir gue atau dia lagi taruhan sama yang lain.” Keana tebak-tebak berhadiah saja. Sena langsung bangkit dan menatap Keana tidak mengerti. “Maksudnya? Kenapa lo bisa menebang begitu?”
“Kita sering dijadikan bulan-bulanan sama temen lain karena sama-sama lajang di kantor, tapi aneh nggak kalau dia terang-terangan chat gue mulu kecuali dua kemungkinan tadi?”
Sena terdiam sejenak.
“Ya elah, Na. Pakai bingung segala, dulu Sam juga kan?” Habis muka cengo Sena membuat Keana gemas. Bibir Sena langsung ceberut. “Nggak. Dia ke semua cewek gitu. Gue aja yang oon.” Yang kontan mengundang tawa Keana. Sejujurnya, daripada ingat riwayat pesannya dengan Sam, apa yang sedang Keana bicarakan justru membuat Sena tersentil tentang Aksa akhir-akhir ini, hanya saja bukan waktu yang tepat bilang pada Keana, dia juga enggak tahu harus dari mana menjelaskan seluruh kejadian demi kejadian yang mereka alami akhir-akhir ini. Sena menggenggam erat ponselnya. tadi saja, Aksa mengabari kalau dia sudah mulai dinas ke luar kota. Harusnya titik. berhenti, kan? Lima menit lalu, pria tersebut mengirimkan beberapa foto pemandangan lokasi dinas. Di puncak, dinas atau liburan coba? Ajaibnya, Sena merasa tergelitik, akan tetapi lagi-lagi ucapan Keana yang berpikir kalau rekan kerjanya naksir ke dia, membuat Sena juga berpikir ... apa Aksa juga naksir dia? Sena langsung menggeleng kuat-kuat. Nggak! Mana mungkin!
“Kan! ditanya malah melamun dan geleng-geleng nggak jelas.”
Sena tersentak dan menatap Keana tidak enak, dia meringis. “Gimana?” tanyanya pelan.
Keana mendesah. “Lo yang gimana? Lo kenapa? Diem mulu.”
Sena hanya menggeleng kecil.
“ya udah. Lupakan soal ucapan gue tadi. Gue hanya habis baca chat tuh cowok jadi sembarangan berpikir. Ngomong-ngomong, skripsi aman kan?” Keana mengalihkan obrolan, sedikit membuat Sena lega. Walau bicara soal skripsi, reaksi tubuh Sena masih saja aneh, padahal Keana bertanya dengan santai, tetapi Sena serupa sedang maju introgasi. Dia berdehem. “Aman. Udah sampai bab 4, nanti malam bimbingan lagi.”
Keana manggut-manggut. “Good. Gue udah nggak sabar ke wisuda lo,” jerit Keana tertahan.
Sena tertawa pelan. “Ujian dulu kali.” Namun, dia juga sudah tidak sabar.
“Sama aja. Tapi, lo tumben nggak pernah cerita soal dana bank lagi. Bener aman kan?”
Mendengar Keana yang menyentil obrolan soal Aksa, Sena berusaha mengatur ekspresi supaya tidak tegang. “Aman kok. Dibimbing dengan baik.”
Keana mengernyit geli. “Kata-kata lo muji banget. Tumben lho.”
“Ye, bukan muji, emang gitu ya.” Duh, kok jadi kek cacing kepanasan, sih?
Keana yang sadar justru semakin curiga. “Lo kenapa sih?” bingungnya.
“Dari tadi keliatan nggak nyaman,” lanjutnya. Sena lalu memutuskan beranjak sedikit untuk mengatur suhu AC kamar supaya lebih dingin. “Nggak, Cuma pengin ngecilin AC. Tiba-tiba panas aja.”
Kedua mata Keana memincing, sebelum bunyi ponsel Sena yang tergeletak di ranjang mengusik keduanya. Keduanya sama-sama melirik dan sama-sama membulat. Bibir keana sampai terbuka melihat pesan yang muncul lewat pop up ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...