SEMANGKUK MAKANAN DAN TAWA KAMI [28]

3.4K 328 2
                                    

Hai, selamat hari jumat 👋

ketemu lagi. Aku update bab 28 yaaa.

Oh ya, untuk bab 47-49 di KK aku update besok ya. Soalnya masih aku edit 😭 spoiler bab 49 : KITA KONDANGAN BARENG 😗 apa tuh hihi.

Tatapan tajam tidak Aksa lepaskan buat Sena yang beberapa kali terdengar tertawa lalu bibirnya langsung terkatup rapat, akan tetapi ekspresinya masih penuh ejekan dan kejailan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan tajam tidak Aksa lepaskan buat Sena yang beberapa kali terdengar tertawa lalu bibirnya langsung terkatup rapat, akan tetapi ekspresinya masih penuh ejekan dan kejailan.

"Ada yang lucu?" ketus Aksa sambil membalik potongan daging yang sudah Sena beri bumbu. Keduanya ada di balkon unit Aksa. Balkon yang awalnya Sena kira sempit dan gelap, nyatanya memiliki penerangan memadai begitu Aksa menyalakan lampunya, halamannya juga luas dan bersih.

Sena tertawa. "Nggak, hanya nggak kebayang aja Mas sampai sebingung itu, takut saya nunggu lama," kekeh Sena.

"Padahal hape saya emang mati," lanjutnya jail.

Aksa mengembuskan napas beratnya dan menatap Sena dengan mata memincing. "Kamu senang membuat orang khawatir?"

Sena hanya nyengir. "Nggak. Iya-iya, maaf. Sini biar saya aja. Tahu-tahu gosong lagi nanti karena sejak tadi emosi terus," katanya merebut penjepit di tangan Aksa dan giliran dia yang mulai membalik potongan daging, sementara yang sudah matang dia pindahkan ke piring, Aksa menaruh potongan daging yang belum di panggang ke atas pemanggang.

"Memang Mas habis dari mana? Kampus?" tanya Sena tanpa menoleh. Di samping Sena, Aksa beralih memotong bawang bombai. "Bukan, habis nonton." Lalu suara tak membuat dia berhenti menggunakan pisau, Aksa memejamkan matanya, kenapa juga harus bilang?

"Nonton? Sama siapa?" Sena menoleh pada Aksa yang masih diam, sebelum dia ikut menoleh pada Sena. Kenapa kesannya serupa pacar intrograsi cowoknya coba? Sena langgsung menggeleng kuat-kuat. "Maksudnya ...." Kan, Sena bingung sendiri.

"Sama Jina."

Lalu hening. Jina. Sena ingat, yang dia temui saat makan steak, yang pesan singkatnya sempat Sena baca di warung soto saat itu. Dia hanya manggut-manggut sebagai reaksi. "Ah, Kak Jina." Lalu berdehem untuk membalik daging padahal belum saatnya di balik.

"Heum, Jina," gumam Aksa kembali mengiris bawang bombai.

"Kak Jina itu yang deketin Mas Aksa?" beo Sena yang langsung melotot, dia sampai terlonjak sendiri karena teledor bertanya hal begitu. Beneran di luar kuasa Sena. Namun, Aksa sudah menoleh, jadi Sena hanya bisa menelan ludah gugup.

"Maksudnya ...."

"Iya," balas Aksa cepat.

"Biar saya, Na. Coba kamu siapin colla  dingin di meja dalam," lanjut Aksa. Sena hanya menurut, menyerahkan penjebit dan terdiam sejenak. Pikirannya merasa tidak enak. Aksa pasti tidak nyaman karena Sena terkesan mengusik privasinya. Ekspresi Aksa juga terlihat keras begitu. Bibir Sena menipis, daripada mengganggu suasana hati Aksa, Sena segera beranjak. "Saya ambil dulu, Mas," katanya lalu pergi. Seperginya Sena, Aksa mendesah dan memejamkan matanya karena suasana hatinya jadi tidak karuan. Nggak, ini pasti efek lapar saja.

Sementara itu, di dalam, Sena memeluk dua kaleng colla, dia terdiam di depan kulkas. Apa Jina tahu kalau Aksa akan makan dengan Sena? Bibir Sena menipis takut, bagaimana kalau tahu? Apa dia akan dianggap perebut calon suami orang? Sena memukul-mukul kepalanya dengan tangannya yang bebas. "Bodoh! Bodoh!bodoh! Sudah tahu punya hubungan sama orang lain, kenapa juga masih deket-deket," keluh Sena. Dia menunduk lesu, mana mereka kesannya sudah seperti sepasang kekasih yang merayakan kebahagiaan si cewek lagi.

Sena terdiam, lalu isi kepalanya bercabang, dua orang yang menonton film sore, apa lagi kalau bukan ingin hubungan lebih serius? Sena berteguh, pokoknya, habis ini, dia harus menjaga jarak dengan Aksa. Bagaimana pun, hubungan mereka hanya sebatas mahasiswa dan dosen pembimbing, kan? Kedua bahu Sena langsung lesu, lalu kenapa setengah dirinya merasa kecewa? Sena menggeleng kuat-kuat, pasti efek jarang berhubungan dengan cowok, dia jadi bergantung begini. Lama-lama pasti terbiasa. Ingat Na, kebaikan Aksa selama ini semata-mata hanya sebagai dosen pembimbing. Iya!

"Na, kok diam saja?"

Sena terlonjak dan segera berbalik, Aksa datang dan menatapnya bingung. "Kita makan di balkon, kan?"

Sial. Aksa dengan wajah walau sedikit letih begitu, rambut yang berantakan, dan mengenakan kemeja putih yang tidak rapi, kenapa jadi terlihat tampan di mata Sena? Otak sialan!

•••

Aksa menoleh pada gadis yang tidak bisa menutupi betapa dia menyukai makanannya malam ini, dia tersenyum geli saat kepala Sena tidak bisa berhenti bergerak saking senangnya, tangannya bahkan beberapa kali bergerak menunjukkan geregetan seakan yang dia makan hari ini enak banget.

"Jadi, bisa lanjut tanpa revisi?" tanya Aksa akhirnya. Mereka membicarakan soal skripsi Sena. Sambil mengunyah, Sena mengangguk semangat.

"Kok bisa?" kekeh Aksa.

Sena menatap Aksa antusias. "Itu dia!" serunya bertenaga.

"Heran juga, tahu-tahu semalam chat mau ngasih tahu sesuatu terus tiba-tiba suruh lanjut bab empat. Yah walau pakai segala dia memuji diri sendiri atas tanggung jawab dia demi masa depan saya, sih."

Aksa tertawa mendengar nada bicara Sena seakan kesal.

"Yang penting bisa lanjut," lanjut Sena senang.

"Artinya bisa mengejar satu bab dalam dua minggu doang, sisanya kesimpulan."

Sena kontan melotot. "Napas dulu kali, Mas," protes Sena. Pasalnya baru juga dia jeda sebentar, sudah langsung disuruh lagi.

"Nggak ada istirahat, Na. Istirahat setelah kamu selesai, atau setelah wisuda," balas Aksa bersamaan dengan tangan yang meraih tisu dan Sena langsung melotot saat Aksa mengusap sudut bibirnya dengan sedikit kasar serupa mengusap kotoran burung.

"Mas!"

Aksa menyeringai. "Makan yang rapi."

Sena mendumel, melempar tisunya asal ke muka Aksa yang justru tertawa. "Sumpah! Pantes jomlo, nggak ada romantisnya sama sekali!" seru Sena kesal.

Aksa geleng-geleng heran. "Dari kemarin kamu selalu ulti saya dengan jomlo terus, memang kenapa? Toh saya ganteng, punya banyak duit. Pacar belakangan kan?" congkak Aksa.

Bibir Sena langsung tertekuk. "Sombong!"

"Fakta?"

Sena memalingkan wajah kesal. Aksa benar. Ganteng, pintar. Lalu dia terdiam sejenak. "Mas ... nggak belok kan? soalnya yang kayak Mas ini suka belok, lho."

"Uhuk! SENA!!!"

Giliran Sena yang tertawa puas.[]

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang