"Mama ke sana, ya." Mamanya menunjuk sayap kiri super market, dia ingin membeli beberapa potong paha ayam. Sena mengangguk. "Aku mau cari keripik." Keduanya akhirnya berpisah. Sena mendorong troli ke bagian makanan ringan. Dia berdendang kecil sambil memilih beberapa keripik yang bisa menemani dia nonton netflix atau saat membaca novel. Senyumnya melebar. Mumpung pergi sama mama, dia bebas memilih tanpa melihat harga, jarang-jarang kan dia bisa mengambil sesukanya begini. Wah, sampai-sampai, dia enggak sadar trolinya sudah penuh, semoga mama enggak marah besar, kan dia sudah mau ujian skripsi, mama harus menurut, kan? Sena tertawa pelan, gampanglah, nanti kalau mama nggak suka, tinggal gunakan jurus merajuk.Merasa sudah cukup, Sena segera memutar troli, dia harus mencari mamanya, lama-lama di sini, bisa-bisa semakin banyak yang ingin dia ambil. Namun, langkahnya berhenti saat melihat sosok lain tertangkap matanya.
"Oh, hai, Na." Dia berjalan mendekati Sena sambil mendorong troli yang juga penuh makanan ringan. Sena tersenyum canggung. Sebuah kebetulan sekali karena bisa bertemu Jina di super market seluas ini.
"Hai, Kak." Sena mengangkat tangan menyapa.
Jina tersenyum. Lalu tertawa melihat belanjaan Sena. "Cari jajan?" kekeh.
Sena tersenyum malu. "Iya, kakak juga?"
Tanpa ragu, Jina mengangguk. lalu celingukan. "Sama Aksa?"
Sena langsung menggerakkan kedua tangannya. "Bukan. Sama mama, Kak."
Jina manggut-manggut. "Ah begitu." Lalu dia mengambil satu keripik kentang dari bufet. "Ngomong-ngomong soal aksa, selamat ya."
Salah satu alis Sena menukik. Selamat? Atas jadian mereka?
"Selamat dia mau di transfer ke Tiongkok. Kaget juga aku dengernya dari dia kemarin," dusta Jina sambil tertawa. Yang semakin membuat Sena kebingungan. Sebentar, transfer ke Tiongkok? Maksudnya? Diam-diam, Jina tersenyum melihat ekspresi kebingungan yang terang-terangan Sena tunjukkan.
"Transfer ke Tiongkok?" beo Sena masih belum mengerti.
"Iya, tranfer dosen ke Tiongkok." Jina benar tidak memedulikan ekspresi terkejut Sena.
Tawa Jina lolos. "Kemarin sewaktu dia cerita, dia kelihatan ragu karena yah, takut ninggalin kamu," kekehnya lalu menepuk bahu Sena. "Dia udah bilang sama kamu, kan?"
Berusaha menghilangkan gurat terkejut, Sena hanya tersenyum kecil, sementara pegangan tangannya pada troli mengetat.
"Baguslah. Memang bagusnya dia cepat bilang ke kamu daripada galau terus mau ke sana atau enggak."
Jina geleng-geleng geli. "Namanya dimabuk cinta, jadi berat mau pergi jauh. Tapi, semoga keputusan Aksa yang terbaik."
Sena lagi-lagi hanya tersenyum kecil. "Iya, Kak."
"SENA!" panggilan tersebut mengalihkan keduanya. Beruntung mamanya memanggil. "SINI!" Mamanya melambai.
Lalu, Sena beralih pada Jina. "Aku duluan, Kak."
"Oke, see you." Jina melambai senang. Sena hanya mengangguk kecil. See you? Entahlah. Suasana hati Sena kacau karena bertemu Jina. Dalam diam saat menghampiri mama, Isi kepala Sena tidak bisa diam. Aksa akan ke Tiongkok? Kenapa tidak bilang? Aksa jelas menyembunyikannya dari Sena. Lalu ... Aksa ragu karena takut meninggalkan Sena? Alih-alih meminta pendapatnya, kenapa harus datang kepada perempuan lain? Tanpa sadar, langkah Sena berhenti. Ingin menyalahkan Aksa dengan sifat egoisnya yang menutup kenyataan tersebut darinya tiba-tiba menguap. Berganti rasa bersalah. Pandangan Sena meredup. Lalu menggeleng kuat-kuat. Nggak, Aksa tidak boleh mengubur kesempatan emasnya hanya karena keberadaan Sena. Nggak bisa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...