"Mas Dana pulang, Bu!" Tawa kecil Aksa lolos usai pendengarannya menangkap jeritan dari ruang tamu saat dia menaruh sepatunya di rak. Tidak lama, tubuh gadis setinggi dadanya berlari dan cepat memeluknya membuah Aksa tanpa sadar mengaduh terkejut.
"Kangen," rengeknya.
Aksa mengacak rambut gadis tersebut dengan salah satu lengan yang membalas pelukannya. "Mas juga kangen. Mana ibu?"
Pelukan mereka sedikit merenggang. "Ada di belakang."
Dan tidak lama kemudian, perempuan paruh baya berjalan menghampiri mereka dengan ekspresi khawatir. "Lho, Le, kok pulang nggak bilang?"
Dia memang sengaja pulang ke Jogja tanpa mengabari keluarganya di rumah.
Aksa memeluk sebentar ibunya. "Lho, katanya suruh pulang, gimana to, Bu?"
Aksa mengaduh begitu ibunya memukul lengan Aksa. "Maksudnya biar kita bisa jemput," kata ibu.
"Nggak perlu, kan ada ojol."
"Percuma kamu kasih tahu, Bu. Nggak mempan," kata seseorang tertawa dari belakang.
Aksa mendengkus geli, itu ayahnya. "Iya, kan, Bapak Dosen?" pancing ayahnya.
Aksa hanya tertawa saja.
"Ya udah, yang penting Mas Dana udah pulang, di sini lama kan?" Mutia merangkul lengan Aksa menunggu jawaban yang membuat dia senang. Kesibukan yang menyita waktu untuk pulang ke Jogja, juga persebaran COVID-19 dua tahun terakhir ini, membuat kebersamaan mereka terpangkas, wajar kalau Mutia yang hanya memiliki suadara Aksa seorang merasa kesepian setiap Aksa harus balik ke Jakarta untuk bekerja.
Aksa terpaksa mengangguk walau dia hanya punya tiga hari cuti. "Iya, nanti Mas temenin jalan-jalan, okay?"
"Yey!" Mutia melompat senang.
"Ya udah, yuk, mumpung ibu habis masak, kita makan bareng, kamu pasti belum sarapan kan?"
Aksa mengangguk sebelum pamit ke kamar untuk bebersih lebih dahulu.
***
"Ayah dengar, Jina juga pulang ke Jogja ya? Kamu kok nggak bareng Jina, Dan?" Begitu yang ayahnya tanyakan usai sarapan mereka hampir habis. Ibu dan Mutia hanya menyimak sambil mengunyah. Sementara kunyahan Aksa justru melemah.
Jika. Aksa ingat siapa sosok yang sedang ayahnya ungkit tersebut. Aksa tidak lupa beberapa bulan terakhir papanya getol sekali memecut Aksa untuk menjalin hubungan serius dengan Jina, salah satu putri rekan kerja ayahnya di kampus. Merasa tidak punya alasan menolak karena memang tidak memiliki pasangan, Aksa terpaksa mencoba, nyatanya Jina cewek yang baik, satu profesi dengan Aksa yang juga kalau Aksa tidak lupa, sedang memeprsiapkan diri untuk menempuh studi S3. Namun, dari pertanyaan barusan, mungkin ayahnya tidak menyadari kalau Aksa tidak mencoba menjalin hubungan dekat dengan Jina, mereka hanya pernah bertemu dua kali, kali pertama karena diminta orangtua masing-masing, kali kedua, tidak sengaja bertemu di car free day. Room chat juga tidak begitu berfungsi, terakhir saling bertukar pesan saja hanya pesan oke dari Jina yang tidak Aksa balas.
Jadi, Aksa hanya membalas pertanyaan ayahnya dengan, "Aku justru baru tahu kalau Jina ke jogja, Yah."
Dan ketiganya justru ikut terkejut. "Lho, kok bisa? Dia nggak cerita sama kamu?" timpal ibu.
Aksa menggeleng jujur. "Lagipula hubungan kami tidak sedekat yang ayah pikirkan," ungkap Aksa tidak mau menutup-nutupi.
Ayahnya terdiam sejenak. "Dan, jangan bilang yang kali ini juga kamu abaikan?"
"Aku hanya meresa enggak cocok aja." Aksa mengangkat kedua bahunya tak peduli.
"Kenapa begitu?" tanya Mutia menyela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...