TERBANG YUK [23]

3.9K 332 6
                                    

Hai ❤

Selamat hari minggu, minggu2 gini aku bawa bab baru alias bab 23 Mas Aksa dan Sena ya hihi 😍 happy reading ❤

Oh ya, buat yang pengin baca duluan, aku juga baru aja update nih bab 28, 29, dan 30 di karyakarsa.com ya ☺ kalian bisa baca duluannya banget banget karena udah sampai bab jauh tuh hihi

com ya ☺ kalian bisa baca duluannya banget banget karena udah sampai bab jauh tuh hihi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TERBANG YUK [23]

Padahal Sena sudah menyerahkan soft file skripsi ke email, tetap saja, alih-alih memberikan koreksi lewat balasan email, dosen pembimbingnya justru mengirim balasan, mbak Sena ketemu saya jam satu siang ya, kita koreksi bersama di ruang dosen. Sena bahkan baru membuka tepat pukul setengah dua tadi, belum sempat dia balas, padahal pesannya masuk tadi malam. Sepanjang berada lift kampus, kakinya terus bergerak gelisah. Sudah jam dua. "Sial, semoga ibunya nggak kabur," paniknya segera keluar begitu pintu lift terbuka. Mana dia sempat hampir jatuh kalau tidak bisa menjaga keseimbangan. Dan begitu sampai di ruangan dosen, segera dia datangi ruang pribadi dosennya.

"Pagi, Bu," sapa Sena dengan napas memburu, senyumnya mekah penuh sungkan melihat dosennya sudah berdiri dan memeluk laptop. Jangan bilang dia mau ke kelas? Sena menelan ludah begitu melihat ekspresi keras beliau. Sena meringis dan mengangguk sekali sebagai kesopanan.

Dosennya mengangkat tangan, seperti mengecek jam. "Jam berapa kita janjian?"

Bibir Sena menipis. "Jam satu. Maaf Bu, saya baru saja baca pesan Ibu. Dan langsung ke sini."

"Baru? Padahal saya email sejak semalam."

"Notifnya nggak masuk, Bu," cicit Sena berdebar.

Dosennya mendengkus. "Pulang, saya nggak bisa."

"Kalau begitu saya bisa menunggu kok, Bu." Sena tahu dia kurang sopan, tetapi dia takut dosennya tersebut lupa dan kembali menunggu seminggu penuh.

"Saya ada kelas sampai sore."

Sena tidak lagi bisa berkata-kata.

"Lain kali jadi orang yang disiplin dan sopan pada waktu, biar tidak membuang waktu saya," ketus dosennya sebelum pergi. Dan begitu Sena sendirian, dia berpegang pada pintu kaca demi menahan beban tubuhnya. Napasnya masih memburu, bibirnya bergetar menahan tangis. Padahal, andai dosennya lebih mau mudah, kenapa harus bertemu di saat dia bisa langsung mengoreksi dan mengirimkan revisinya lewat email. Tawa hambar Sena mengudara bersama air matanya yang menetes. Ternyata ada yang lebih menyakitkan dari melihat gebetan gandengan dengan pacarnya : ditolak dan dihujat dosen pembimbing sendiri. kalau sudah begini, bagaimana bimbingannya?

***

Hari ini saya free kalau mau bimbingan. Begitu pesan singkat Aksa yang hanya Sena lihat tanpa berniat memberikan balasan apa pun. duduk di lobi, Sena terus-terusan mengembuskan napas beratnya. Isi kepalanya penuh. Dia tidak bisa berpikir sementara rasa khawatirnya menggunung jika dosennya tidak lagi mau membimbingnya. Nggak suka orang yang tidak disiplin? Tetapi apa Sena sama sekali tidak dimaafkan? Lagi-lagi dia hanya mendesah. Lalu, ponselnya tidak lama bergetar. Pandangannya turun, nama Aksa terpampang di layar ponsel. Meneleponnya. Dengan berat, Sena menggeser layar dengan jempol sebelum menempelkan ponsel pada telinganya.

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang