"Jadi setelah lama nggak kontakan, terus lama nggak ketemu, tahu-tahu lo ketemu lagi sama Danadhyaksa? Cowok yang dicomblangin sama lo tapi nggak berlanjut itu?" Pertanyaan yang langsung mengundang tawa Jina. Belum lagi senyum jail Tere --sahabatnya-- sambil ngemil keripik saat keduanya sedang menghabiskan waktu dengan menonton netflix sejak dua jam yang lalu.
"Pertanyaan lo seperti gue udah sering ketemu Mas Dana aja, Re." Jina mengangkat kedua tangan untuk mengucir rambut panjangnya tinggi-tinggi.
Tere semakin tertawa melihat tingkah salting sahabatnya. Kedua pipi Jina bahkan terang-terangan merona. "Mas Dana banget, nih?" jail Tere langsung mendapat timpukan bantal dari Jina.
"Hahahaha!" Kan, Tere justru tidak mau berhenti tertawa.
Pipi Jina tahu-tahu semakin panas karena memerah. Namun, mau bagaimana lagi, dia tidak munafik, saat papanya memberi kabar kalau rekan kerjanya ingin mengenalkan anaknya pada Jina, lalu mengirimkan foto Danadhyaksa, hanya dengan satu kali melihat, entah kenapa dada Jina bersesir tanpa alasan. Belum lagi, wajah teduh Dana juga senyum manisnya usai keduanya bertemu berhasil mencuri perhatian Jina. Sayang sekali, Dana seakan tidak memberikan respons yang sama, Jina tidak ingin itu membuat Dana terbebani. Namun, benar kata Tere, usai pertemuan mereka kemarin, Lagi-lagi perasaan yang sama kembali menguar, rasanya ... Jina ingin melanjutkan mengenal Dana, bukan berarti ingin bersama, yah, hitung-hitung jadi teman dekat. Bisa kan?
"Kan! Melamun, pasti Dana lagi," ucap Tere menghancurkan lamunan Jina.
Jina langsung berdecak. "Apa sih," sanggahnya.
Tere tersenyum lalu merapat pada Jina. "Coba deketin aja, mungkin dia cowok pasif jadi butuh di aktifin," saran Tere tanpa basa-basi.
Jina menoleh dengan ekspresi bingung.
"Kalian bakal satu kampus, kan?"
Jina mengangguk.
"Deketinlah. Di dunia ini nggak ada yang kebetulan. Termasuk pertemuan kalian kemarin, siapa tahu kode Tuhan? Ajak dia lunch, bangun obrolan yang membuat dia nyaman. Atau kalau mau, langsung bilang aja kalau lo pengen deket. Di usia kalian ini, bukan lagi main-main, Ji. Iya, kan?"
Tere benar. Dengan seluruh kelebihan Jina, tidak sulit menjerat pria di sekitarnya, hanya saja, entah kenapa pada Dana, Jina mengerdil. Padahal untuk ukuran lebih hebat dari Dana, banyak pria sudah mendekati Jina, hanya Dana yang berhasil membuat dia berdesir.
"Lunch banget?" beo Jina ragu.
Tere mengangguk mantap. "Kenapa enggak? Kamu menemukan berlian, jangan dibiarkan jatuh ke tangan yang salah. Ambil, kamu berhak mendapatkan selagi berusaha."
***
Dua hari kemudian.
Aksa tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya begitu pintu ruangannya terbuka dan tubuh perempuan yang dia kenal muncul dengan senyum manis.
"Hai, Mas," sapanya lembut.
Aksa sontak terperangah. "Lho, Jina," kejutnya membuat Jina tertawa.
"Aku agak takut ini bukan ruangan kamu waktu tanya di depan. Syukurlah aku enggak salah. Boleh masuk?" Jina tetap harus meminta izin bukan?
Dengan leher kaku karena masih tidak mampu mengendalikan perasaan terkejut, Aksa mengangguk. "Duduk, Ji." Aksa mempersilakan Jina duduk di depannya.
Begitu duduk, Jina baru sadar kalau Aksa sedang mengamati grafik dari tabnya. Dia meringis. "Lagi sibuk ya, Mas?" Kalau tahu begitu, rasanya dia harusnya datang besok saja.
Namun, ternyata Aksa menggeleng. "Nggak. Justru lagi nyantai. Kenapa? Ada yang bisa aku bantu?"
"Mas, kamu kayak sama costumer aja deh," kekeh Jina membuat Aksa meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...