MAHASISWA VS MAHA DOSEN [17]

3.8K 379 12
                                    

"Mas sengaja mempermalukan saya, kan?" semprot Sena begitu Aksa meletakkan dua botol thaitea varian taro di atas meja bundar Boga. Salah satu alisnya menukik bingung, lalu, dia duduk di depan Sena sebelum mendorong botol taro yang diabaikan oleh Sena.

"Mempermalukan?" bingung Aksa. Seusai mengajar, melihat Sena yang terpekur di depan kelasnya dengan wajah masam, segera Aksa ajak ke Boga. Namun, nyatanya sampai sekarang, Sena belum juga menyentuh minuman yang Aksa belikan.

"Mas nggak sadar?" Sena membicarakan kejadian di kelas tadi, dia tahu kalau dia bukan mahasiswa Aksa apalagi mahasiswa kelas Politik Luar Negeri Australia, hanya saja di kepala Sena, sikap Aksa justru sengaja menjatuhkan Sena, toh, memang salah ya ikut kelas Aksa walau dia tidak ikut membayar dana ke kampus? Kalaupun iya, tidak seharusnya Aksa menodongnya dengan pengusiran seperti tadi. Sena belum pernah di usir dari kelas. Aksa yang pertama melakukannya. kalau dipikir-pikir, membuat dada Sena serupa ada yang mencubit.

Siapa sangka, Sena yang terang-terangan memukul genderang perang justru mengundang tawa Aksa. "Kamu beneran marah, Na?"

Kedua bola mata Sena kontan membulat. Apa dia terlihat bercanda? "Mas beneran tanya begitu?" kejut Sena bertanya balik.

"Benar. Na, saya nggak salah kan? kamu benar bukan mahasiswa kelas saya lho."

Iya, dia tahu, tapi .... "Nggak salah?" jerit Sena tertahan, tubuhnya sampai sedikit maju mengenai ujung meja.

Dengan wajah lugu, Aksa mengangguk. "Lagipula saya biasa melakukan itu pada mahasiswa lain, kamu bukan yang pertama."

Dengkusan Sena lolos, dia memalingkan wajah tidak percaya. Oh, jadi sudah tabiar, pantas tidak merasa bersalah. Sebelum sedetik kemudian, menatap tajam Aksa.

Dan .... "Biasa mengusir mahasiswanya? Pantas jomlo," ejek Sena.

"Lho, apa hubungannya?" bingung Aksa.

"Mas tahu, saya ke kelas Mas karena Mas bilang mau bimbingan sore ini. saya pikir daripada nggak ada kerjaan di rumah, bisa ikut kelas Mas dulu, lebih bermanfaat kan? dan Mas bilang itu biasa aja?" Nada suara Sena meninggi. Beruntung saya kiri Boga yang mereka tempati sepi sehingga tidak ada yang menguping.

Aksa sedikit terkejut saat Sena tiba-tiba berdiri. Apa, nih?

"Mas itu haus validasi penghormatan ngerti nggak sih, tapi nggak bisa menghormati orang lain dan justru suka mempermalukan orang lain. Mau alasan apa? Membangun mental?"

Aksa terperanjat. "Na, say–"

"Lucu. Membangun mental kok dengan menjatuhkan. Nggak elit," desis Sena sebelum menyabet tasnya yang tergeletak di atas meja dan segera beranjak.

Aksa langsung melotot. Ini dia benar ditinggalkan?

"Sena!" Dia memanggil.

Terabaikan.

"Sena!" Kali ini lebih keras dan Sena benar-benar tidak mau menoleh.

Boga Cendekia ada di rooftop, jadi Sena perlu menuruni beberapa anak tangga luar, nyatanya dengan tubuh sedikit bergetar, dia mengepalkan tangannya kuat-kuat, sebelum langkahnya berhenti, Sena mendesah. Beginilah, kalau marah di depan orang lain, bukannya puas, tubuhnya bereaksi aneh, tremor dan jantungnya berdetak tidak karuan, matanya rasanya panas dan Sena justru merasa ketakutan. Sena mengeratkan genggaman pada pegangan tangga dan beberapa kali mengembuskan napas tidak teratur. Meski begitu, rasanya menahan tidak ingin dia lakukan, sikap Aksa sangat keterlaluan buat dia. Apa yang mahasiswa lain pikirkan? Bisa kan membiarkan Sena tetap di kelas dan menyimak? Dulu, dia saja bisa ikut presentasi kelas lain. Aksa terlalu terpusat pada keteraturan.

Pelan-pelan, Sena menunduk menatap setiap anak tangga sebelum mulai kembali melangkah. Habis ini dia jadi bimbingan tidak coba? Dengan keadaan berperang begini? Rasanya tidak. Kalau sampai Lukas tahu, abangnya passti akan makin menyalahkan Sena karena tidak mau mendengarkan larangan Lukas soal melanjutkan bimbingan.

Sena mengusap wajahnya yang tiba-tiba basah karena menangis. Kenapa sih dia jadi cengeng begini? Perkara skripsi membuat hidupnya jadi lontang-lantung begini. Kalau tadi dia tidak masuk kelas Aksa, mungkin yang hari ini tidak akan terjadi kan? Sekarang ... dia menyesal.

"Salah lo sendir–aduh," keluh Sena sat kakinya keseleo di tangga trakhir. Sena meringis. Sial, desis memejamkan mata. Lagi-lagi salahnya pakai heels karena buat gaya-gayaan. Sekarang kakinya nyeri bukan main. Sena sedikit membungkuk dan menunduk untukmengecek keadaan pergelangan kaki kirinya.

"Ah, sakit," keluhnya saat menekan pergelangan kakinya.

Saat Sena berusaha melepas kaitan heels yang membelenggu pergelakangn kaki, secara naluri, tubuhnya terperanjat begitu sosok lain seperti berlari dari belakang dan tiba-tiba berjongkok di depannya. Kedua matanya tidak kuasa untuk untuk membulat saat sosok tersebut mendongak dan menatap Sena intens.

"Kenapa harus pakai–nggak," katanya meralat sambil menggeleng. Seakan di menjaga perkataannya.

Sena menyimak saat bibir sosok tersebut terlihat menipis serupa tengah menahan sesuatu. "Biar aku lepas," ucap dia lalu untuk membantu Sena melepas heelsnya. Dengan bibir cemberut, melihat wajahnya membuat Sena mengumpati pria tersebut. "Aksa nyebelin!" desisnya penuh kekesalan.

Aksa mendongak menatap Sena dengan pandangan yang justru sulit Sena artikan. "Iya. Saya nyebelin."[]

Misi, Bapak Dosen nyebelin mau lewat 😗 ada pesan-pesan buat Aksa? 🤣🤣🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Misi, Bapak Dosen nyebelin mau lewat 😗 ada pesan-pesan buat Aksa? 🤣🤣🤣

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang