REKOMENDASI TAK TERDUGA [37]

2.7K 255 3
                                    

Hai, aku balik lagi. Buat yang udah nunggu hihi, happy reading ya ^^

Semenjak telepon malam itu, Sena menjadi sulit Aksa hubungi, gadis tersebut benar mengirimkan soft file skripsinya ke email, hanya sebatas itu. Selebihnya, pesan Aksa mendapat pengabaian. Beres kelas, bukannya istirahat, isi kepala Aksa justru bercabang ke mana-mana. Dia menyandarkan kepalanya pada punggung kursi putarnya. Menatap acak hal-hal yang terpindai mata. Apa yang Sena pikirkan? Apa semua gadis bersikap begini usai mendapat pujian? Aksa mengangkat tangan yang memegang ponsel, menampilkan room chatnya dengan Sena, semakin dewasa, bukannya semakin waras, Aksa justru semakin gila memikirkan hal yang tidak dia bayangkan akan mampir di isi kepalanya begini. Dia mendengkus geli, menertawakan dirinya sendiri. Lalu, Aksa menegakkan badannya. Dia tidak bisa terus diam dalam keadaan begini, bisa-bisa hubungannya dengan Sena akan berakhir canggung dan aneh. Tidak akan dia balas email Sena, dia beralih membuat janji dengan Sena, kalau Sena ingin menyelesaikan skripsinya pekan depan, artinya mereka harus bertemu.

"Mas Aksa!" Dan panggilan barusan mengurungkan Aksa yang hendak menekan send pesannya buat Sena. Pandangannya naik, Putri, rekan dosennya muncul di balik pintu.

"Ya, Put. Gimana?" dia meletakkan ponselnya di meja.

"Di panggil Pak Janu." Putri menunjuk ke belakang, maksudnya ruangan Pak Janu.

Aksa mengangguk. "Okay. Thanks."

Putri mengangkat kedua jempolnya. "Siap, Mas. Balik, Mas," pamitnya mendapat anggukan Aksa.

Seperginya Putri, Aksa terdiam sejenak. Tidak biasanya Pak Janu memanggilnya begini, tumben sekali. Daripada semakin penasaran, mengantongi ponselnya, dia segera beranjak dari ruangannya untuk ke ruangan Pak Janu, salah satu pejabat prodi di Cendekia.

***

"Saya punya rencana transfer kamu ke Tiongkok. Kamu mau, kan?" Begitu yang Aksa dengar dari Pak Janu sesaat usai dia duduk di depan pria paruh baya tersebut, sesaat juga setelah pria itu menutup laptop dan menatap saksama Aksa.

"Transfer?" beo Aksa masih belum mampu menyatukan ceceran kebingungannya di lantai.

Pak Janu mengangguk. "Mengajar di sana. Nggak lama, hanya dua tahun. bagaimana?"

Aksa masih terdiam. Bentar, transfer dosen ke Tiongkok bukan hal baru buat Aksa, beberapa rekan dosennya banyak mendapatkan kesempatan yang sama. Hanya saja, dari semua seniornya, Aksa cukup terkejut karena Pak Janu memilih dia untuk program tahun ini.

"Kamu bersedia, kan? Saya lihat kinerja kamu nggak perlu saya ragukan. Kemampuan mandarin kamu juga bisa diadu. Bukan masalah, kan?" santainya meminta konfirmsi Aksa.

"Untuk semester depan?" tanya Aksa ragu.

Pak Janu mengangguk. "Kamu masih memiliki beberapa bulan buat persiapan. Beberapa mata kuliah yang kamu ajar, akan saya alihkan ke Putri atau ke Deksa," jelas Pak Janu.

Dugaan Aksa, Pak Janu sudah memikirkan rencananya matang-matang sampai mempersiapkan segalanya untuk meyakinkan Aksa.

"Kapan saya bisa kasih jawaban saya, Pak?"

Pak Janu agak berpikir. "Nggak usah buru-buru, paling lambat, dua bulan lagi."

Masih lama, tapi terasa cepat.

"Bagaimana, Sa?"

Aksa hanya tersenyum kecil. "Terima kasih untuk tawarannya, Pak. Biar saya pertimbangkan dulu," putus Aksa. Dalam keadaan begini, dia tidak bisa mengambil keputusan gegabah, dia masih harus meminta beberapa masukan dari orang terdekat termasuk keluarganya.

Pak Janu mengangguk. "Tentu saja, tetapi, Sa, perlu kamu tahu, saya nggak sembarangan pilih kamu, saya mempertimbangkan semuanya, dan saya harap ... kamu mempertimbangan tawaran saya barusan dengan kesediaan kamu." Dan Aksa hanya mengangguk sebagai penutup obrolan mereka.

Sejujurnya, dulu, untuk jauh dari Indonesia, bukan sesuatu yang sulit Aksa putuskan. Dia biasa pergi ke mana pun, menghabiskan waktu menahun jauh dari keluarga. Namun, begitu keluar ruangan Pak Janu, ada satu ketakutan yang bahkan tidak dia ketahui sampai saat ini. Yang mungkin akhir-akhir ini membuat Aksa merasa tidak ingin menghabiskan waktu jauh darinya. Aksa terdiam sejenak, lalu mengambil ponsel dari sakunya, layarnya menyala dan masih menampilkan sisa room chat dengan Sena, pesan yang tadi ingin dia kirim belum juga dia kirimkan. Tanpa sadar, desahan napas beratnya lolos, orang itu ... yang membuat Aksa berat mengiyakan tawaran Pak Janu, bukan Sena, kan?[]

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang