Lalu lalang koridor tidak mampu mengalihkan atensi Sena usai keluar dari ruang dosen sepuluh menit yang lalu. Dia memeluk erat laptopnya, sesekali desahan terdengar frustrasi lolos dari mulutnya, sementara batinnya terus memaki dirinya sendiri. Kalau saja dia mau menunggu balasan email dari Aksa lebih dulu, dan tidak nekat menemui dosen pembimbingnya tanpa konsul ke Aksa, yang dia dapat pasti bukan amarah dosennya juga puluhan revisi. Kedua bahu Sena luruh begitu saja. sementara sudah sepekan Aksa menghilang, padahal dosennya sudah meminta melihat skripsinya, beginilah kalau dia nekat dan ... "Lagian dia tuh kalau dibutuhin ke mana, sih, katanya mudiknya bentar, lama gitu," maki Sena kesal, menatap room chatnya dengan Aksa. Pesannya belum juga dibalas. Gagal deh buat naik pesawat, gagal juga bersantai karena dia harus segera memperbaiki skripsinya.
Namun, suasana hati Sena benar-benar kacau, kalau begini, mending tidak usah memikirkan dulu, bodoh amat dengan Aksa, dia mau cari makan untuk mengisi perut. Koreksi dosen membuat dia kesal, dan kalau lapar, rese Sena semakin memunjak. "Bagusnya gue makan dan–" Sena tidak menyelesaikan ucapannya begitu ponselnya berdering. Dia berdesis, Aksa meneleponnya setelah sekian lama.
***
Sena tidak takut dan justru terang-terangan menunjukkan wajah seasam sayur basinya begitu menarik kursi dan duduk di depan Aksa. Salah satu alis Aksa menukik. "Kamu ken–"
"Aku mau pesan makanan yang manis," potong Sena sambil membuka menu book. Kernyitan kening Aksa semakin menunjukkan kebingungannya. "Makanan manis paling cocok buat suasana hati yang nggak baik," kode Sena supaya Aksa mengerti kalau Sena sedang mode senggol-bacok.
"Hngg? Kenapa lagi ini?"
Pandangan Sena naik. Lalu mendesah dan menunduk sebelum memesan beberapa makanan manis dan membiarkan Aksa memesan pesanannya. Dan begitu proses pesan-memesan beres, Sena bilang, "Nggak ada naik pesawat." Empat kata yang justru membuat Aksa semakin bingung, sebentar, Sena ini sedang bicara apa?
"Maksud kamu?" Aksa mencari konfirmasi. Dia baru balik dari Jogja naik kereta, saat mengecek ponsel ternyata banyak pesan Sena, dia segera menelepon dan memutuskan untuk lunch bersama, lantas, begitu bertemu Sena, wajah macam apa yang dia tunjukkan tersebut?
"Saya udah kasih tunjuk ke dosen dan dia kasih banyak revisi," dengkus Sena yang justru membuat Aksa langsung tertawa.
"Mas, kok ketawa, sih?" jeritnya tertahan.
"Lho, siapa suruh nggak nunggu koreksi dari saya." Aksa geleng-geleng saja.
Wajah Sena semakin kecut. "Siapa suruh nggak balas email saya?" tanya Sena balik dengan nada kesal.
Aksa meminum teh tariknya yang baru saja datang. "Yah, nggak jadi naik pesawat dong?"
"Nggak usah mancing," ketus Sena mengaduk asal lemon teanya. Diam-diam, Aksa menahan senyum geli melihat Sena yang terus-terusan cemberut. "Lagipula tumben banget dosen saya minta segera lihat skripsi, katanya mumpung ada waktu," terang Sena lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...