Hai, ini terhitung 2 bab ya. BAB 38 DAN BAB 39
[38]
"Ibu nggak pernah melarang kamu pergi jauh kan, Sa?"
Sambil tiduran di ranjang, Aksa tidak melepaskan pindaiannya pada wajah ibunya yang muncul dari layar ponsel.
"Kalau mau pergi ya pergi aja, kerja sekalian liburan," sambung ayah yang muncul dari layar, berhasil mengundang tawa kecil Aksa. Ucapan ayahnya serupa pengusiran. Usai menimang, Aksa baru mengabari orang tuanya di hari berikutnya. Alih-alih mendapat larangan karena dulu sering pergi jauh, nyatanya reaksi yang Aksa dapat tetap sama.
"Ayah kamu benar, kalau kamu yakin ke sana, kenapa harus bingung? Kalau bingung, artinya nggak yakin, dong?" lanjut ibu. Aksa memindahkan lengannya di belakang kepala sebagai bantal tiduran. Keduanya benar. Keluarganya jarang memberikan larangan untuk setiap keputusan Aksa, lebih sering memberikan dukungan. Kalau pun Aksa ragu, artinya bukan karena mereka, melainkan dorongan dari dirinya sendiri.
"Dua tahun lho," pancing Aksa akhirnya.
"Kamu lupa punya duit buat bolak-balik ke Jogja, Sa? Toh, sekarang sudah bebas naik pesawat, kan? sudah vaksin," balas ayahnya santai.
Aksa mendengkus geli. "Kenapa nggak ayah dan ibu yang ke sana?"
"Ngelunjak dia, Mas," kata ibu geleng-geleng. Aksa langsung tertawa.
"Banget," balas ayah tertawa.
"Jadi, boleh?" tanya Aksa. Keduanya mengangguk.
"Dengan catatan kalau kamu memang beneran yakin, Mas," sambung ibu.
Aksa tersenyum kecil. Artinya, kali ini, dia sendiri yang harus meyakinkan dirinya sendiri.
"Muka kamu ini muka galau padahal bakal dapet duit. Mau jauh dari Sena, jadi nggak bisa?" jail ayah yang langsung membuat Aksa melotot dan sontak bangkit dari tiduran.
"Apa? Mukanya santai aja dong, kamu pikir ayah nggak tahu?" tantang ayah jail. Di samping ayah, ibu sudah tidak sanggup menahan tawa.
"Maksud ayah?"
"Ke kita bilangnya bukan pacar, kenapa ke Jina bilang pacar?"
Dan saat itu juga, Aksa terdiam. Wajahnya tanpa sadar menjadi panas.
"Ayah ... kenapa bisa tahu?" Suara Aksa beneran seperti anak kecil yang ketakutan. Bagaimana kalau ayahnya di labrak oleh papa Jina?
Ayah menyeringai. "Papa Jina cerita." Dan Aksa hanya sanggup memejamkan mata. Benar, pertikaian kecil Aksa dan Jina waktu itu, tidak mungkin lolos dari pendengaran papa Jina.
"Sa, kalau memang mau serius, jangan main-main. Paham? Apalagi Sena masih kecil begitu, jangan kamu buat dia merasa tidak berguna. Ngerti?" pesan ayah dengan nada serius.
"Kami nggak ..." Aksa terdiam sejenak. Bagaimana cara Aksa menjelaskan?
"Nggak apa? Nggak serius?" Ibu menengahi.
Bibir Aksa kembali terkulum. Sulit menjelaskan, jadi Aksa memutuskan diam. Di tempatnya, ibu tersenyum kecil. "Kamu nyaman dengan dia, Mas?" tanya ibu lembut, cukup membuat Aksa menerka, dan nyatanya, dia mudah mengakui dengan mengangguk.
"Lebih nyaman daripada dengan perempuan lain?" Lagi-lagi, dengan tanpa mau menutupi, Aksa mengangguk. Sejauh ini, itu yang dia mudah Aksa terka. Sisanya dia bahkan tidak bisa menerjemahkannya.
"Ya sudah, ajak serius, dong. Bukannya tarik-ulur," pesan ibu. Sebagai perempuan, ibu tahu kalau ada cowok tarik-ulur perasaannya, bukan hanya kecewa yang di dapat, bisa juga trauma pada cowok lain. Dan Aksa hanya mampu tersenyum kecut. Bagaimana dengan reaksi Sena nanti? Cewek itu bahkan belum membalas pesannya sejak kemarin. Apa Sena tidak nyaman?
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...