SALAH JURUSAN ITU ENGGAK APA-APA [19]

3.8K 367 7
                                    

"Kamu sengaja kan?" Saat Sena tengah mengagumi interior apartment Aksa yang tenang dan menghangatkan dadanya dengan dominan monokrom, Sena menoleh bingung pada Aksa. Sebelum kedua matanya berbinar.

"Ah! Iya, dong," cerianya dengan senyum tiga jari.

Sambil meletakkan paper bag berisi mi bumbum di atas meja depan televisi, Aksa mendesah. Lihatlah betapa gadis ini selalu bisa mengendalikan keadaan. Andai Aksa yang sengaja begitu, pasti Sena sudah main kabur dan marah-marah. Lagipula, sekarang Aksa benar-benar kehilangan akal. Bagaimana dia bisa semudah ini bersikap luluh pada Sena coba? Sena ini mirip-mirip Mutia. Berbisa sekali lidah dan tingkahnya.

"Mas, udah boleh duduk?" tanya Sena ragu.

Seenggaknya Sena ini tahu sopan santun.

"Belum." Aksa menggeleng membuat wajah Sena lesu.

"Cuci tangan dulu, Na," pesan Aksa lalu berjalan duluan menuju dapur. Melepas maskernya dan meletakkan di atas meja lalu mengekor langkah Aksa.

"Mas nggak senang ya dengan tindakan saya tadi?"

Sambil mencuci tangan, Aksa menoleh pada Sena yang berdiri di sampingnya. "Iya." Aksa merasa tidak perlu menutupinya.

Sena cemberut. "Nggak ada marah balik lho," kata Sena lalu mencuci tangannya.

"Toh mereka nggak kenal saya kan? Paling nanti Mas cuma jadi bahan gosip udah punya pac-"

"Oh, jadi kamu senang jadi bahan gosip jadi pacar saya? Jadi susah bimbingan di Cendekia, dong? Kan akhirnya menjadi sorotan." Aksa mengeringkan tangan dengan tisu yang tergeletak di dekat mereka. Sena ikut-ikutan. Dengan wajah khawatir, dia langsung menepuk jidatnya.

"Ya ampun! Kok lupa," desis Sena membuat Aksa menahan tawa.

"Senjata makan tuan, kan?" ejek Aksa.

"Ya udah! Mas bilang saya adik Mas aja."

Aks menyeringai. "Adik saya sudah terkenal di Cendekia btw." Kemudian  berjalan ke meja depan televisi, duduk di karpet bulu untuk menikmati mi bumbum yang kata Sena enak banget walau harus antre mengular.

Sena ikut duduk di samping Aksa lalu mulai membuka mi dan sumpit.

"Menyesal," cicit Sena sebal.

Aksa geleng-geleng heran, dalam situasi begitu saja dia bisa merasa menyesal. Tadi bagaimana?

"Ya sudah, bimbingan di luar kalau tidak di apartemen saya."

Yang langsung membuat Sena sumringah. "Siap!" Dia pura-pura hormat.

"Kalau begitu, sekarang sekalian bimbingan juga," putus Aksa langsung membuat senyum Sena luntur.

"Lho, tadi bilangnya kan off bimbingan dulu."

"Kalau makan di sana, tapi kita kan makan di sini." Aksa menunjuk tas Sena dengan dagunya.

"Buka laptop kamu. Sambil makan."

Dan rahang Sena hampir jatuh. Dia berdesis, perasaan seharian ini hidup dia dan Aksa penuh balas dendam. Namun, dia tidak bisa menolaknya, jadi segera dia buka laptop dan menyodorkannya di depan Aksa.

"Saya udah parafrase sesuai revisi, Mas," buka Sena lalu menyuap mi ke mulut sambil membuka filenya dan menggeser laptop ke depan Aksa.

Sambil mengunyah, Aksa mengangguk-angguk. Tangan kiri lalu mengoperasikan laptop, tangan kanan memegang sumpit.

"Sudah kamu cek di turniti?"

Kunyahan Sena berhenti, dia menoleh pada Aksa. "Harus sekarang? Enggak besok aja?"

Chasing You | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang