"Jadi, mereka sudah tahu soal Sena dan membiarkan lo deketin Dana? Begitu?"
Tere menaruh sepiring melon potong di atas meja depan sofa, Jina hanya tersenyum kecut sebelum menusuk satu potongan melon dan menyantapnya. Dingin langsung menyebar ke mulutnya.
"Gue nggak habis pikir kalau dia ada hubungan sama mahasiswinya. Ini mahasiswinya lho, masih mending kalau rekan dosen," lanjut Tere dengan nada tidak terima. Jelas! Dia tidak terima sahabatnya yang bahkan secara penglihatan tidak memiliki kekurangan sedikit pun, kalah saing dengan mahasiswi yang bahkan baru menyelesaikan skripsi, masih bau kencur lagi. Sejujurnya, kalau dipikir-pikir, Jina juga tidak habis pikir. "Ada di diri gue yang bikin cowok nggak tertarik?"
Dengkusan Tere lolos. "Dia minder kali, lo mau S3, dia masih gitu aja, belum S3 kan dia?"
"Makasih lho hiburannya," kekeh Jina.
"Gue nggak sekadar hibur lo. Gue serius, dia mungkin minder, makanya naksir yang lebih rendah dikit," ejek Tere terang-terangan.
Jina tertawa. "Mungkin gue yang baper."
"Big no! Dia yang nggak sadar diri. Jangan minder, jangan merasa rendah, lo bisa dapet yang lebih baik dari dia. Ngerti?"
Lagi-lagi, Jina hanya mampu tersenyum kecut. Mendapatkan yang lebih baik? Ajaibnya, baru beberapa saat dengan pria itu, rasanya Jina sulit membuka hati untuk pria lain.
"Tapi, Re, gue enggak yakin," gumam Jina dengan pandangan gamang.
Salah satu alis Tere menukik. "Soal?"
"Hubungan mereka. Seharusnya keluarga mereka juga mencegah bukan? Mutia adiknya bahkan terlihat welcome banget sama gue."
Kunyahan Tere berhenti, dia menelengkan kepalanya lalu menatap saksama Jina. "Mereka bohong? Maksud gue Dana dan Sena itu?"
Beruntung otak cerdas Tere bisa nyambung dengan Jina. Jina mengangguk tanpa keraguan. "Feeling gue."
"Hem," gumam Tere berpikir. "Bisa jadi, lantas, lo mau bagaimana? Masih mau ngejar? Mau sakit hati lagi? Hubungan mereka bisa jadi sebuah kebohongan, tetapi rasanya penolakan Dana adalah kenyataan, Ji. Maaf kalau ini menyakiti lo." Tere hanya ingin menyelamatkan hati Jina.
Jina hanya tersenyum kecil. "Gue juga merasa begitu, tetapi, kalau keluarga Dana membenarkan, gue akan langsung mundur. Andai hanya akal-akalan mereka, gue masih bisa maju, kan?"
Tere mengerti kalau Jina penuh ambisi di setiap hal, dan rasanya pada bagian mencuri hati Dana, kali ini ada sisi ambisinya yang tidak bisa tersentil siapa pun. Tere menepuk bahu Jina. "Jangan sampai lo menyesal, cowok yang terlalu baik seperti Dana, jauh berbahaya dari playboy."
***
"Senang saya dinas ke luar kota dan kamu nggak bimbingan sama sekali, Na?"
Duduk di atas karpet bulu sambil bersandar pada kaki sofa, pandangan Sena naik pada Aksa yang melangkah mendekatinya sambil membawa dua gelas jus sirsak yang kemudian dia letakkan di atas meja. Mendengar bagaimana Aksa menyindirnya barusan, bibir Sena tidak tinggal diam, dia menggerutu kesal, bukan bagaimana-bagaimana, hanya saja mengingat Lukas punya seribu cara menguping, Sena tidak mau kecolongan seperti yang lalu-lalu dengan melakukan panggilan video dengan Aksa terang-terangan seperti rencana bimbingan mereka.
Tidak mau kalah, Sena sampai bilang, "Bukan berarti nggak nambah bab ya, Mas. Saya udah nambah dua puluh halaman lho meski nggak jadi bimbingan online sepanjang Mas dinas." Sena enggak suka Aksa bicara begitu, lagipula seperti Sena sangat bergantung pada pria itu saja, padahal dia juga mengerahkan tenaga dan pikiran. Duduk di samping Sena, tawa Aksa lolos. "Sini, biar saya lihat, saya pastikan juga." Dia merapat pada bahu Sena. Selagi Aksa mengecek, Sena menghabiskan jus sirsaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing You | TAMAT ✔
RomanceGara-gara tidak bisa log in repository kampus sebelah, demi mendapat referensi untuk skripsinya, Sena rela mencari info dan menghubungi langsung Danadhyaksa, pemilik penelitian incaran dia. Masalahnya, sudah bicara baik-baik, eh, dibilang Kang Calon...