29. Niat Baik

582 53 0
                                    

"Yakinlah dengan sesuatu yang kau harapkan kepada Allah, karena Allah adalah sebaik-baiknya yang mengatur."

.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa vote ya!

🍉🍉🍉

.
.
.
.
.
.
.





Malam harinya, Faisal menyuruh istri dan putranya duduk santai di ruang tengah dengan ditemani acara TV. Ada suatu hal yang ingin dia sampaikan kepada kedua orang tercintanya itu.

Padahal Arshan ingin mengistirahatkan dirinya karena tubuhnya terasa lelah. Tapi, dia pun tidak enak dengan permintaan abinya.

"Nak, kamu sakit ya?" tanya Farhana menatap putranya yang tampak lesu dengan rambut acak-acakan.

"Enggak kok, Mi, Arshan cuman kecapekan aja." jawab Arshan jujur dengan senyuman tipis. "Abi mau bicara apa?" lanjutnya bertanya kepada Faisal.

"Apakah kamu mau Abi jodohkan dengan teman Abi?" tanya Faisal langsung ke intinya.

Arshan lagi-lagi menghela napas lelah. Hari ini dia dipusingkan oleh perjodohan. Padahal sudah jelas-jelas tadi dia menolak dua perempuan sekaligus. Dan sekarang abinya malah ingin menjodohkannya.

"Tadi siang udah ada dua perempuan yang datang ke sini untuk mengajukan perkenalan dan perjodohan kepada Arshan. Arshan menolak mereka karena Arshan belum siap menikah, Bi." jawab Arshan.

"Yakin kalau kamu belum siap menikah? Atau karena kamu sedang menyukai seorang perempuan, hm?" tebak Faisal.

Arshan terhenyak mendengar pertanyaan Faisal yang tiba-tiba tentang perasaannya. Farhana menatap suaminya bingung. Dia tidak tahu sama sekali dengan niat suaminya itu. Entah siapa yang akan dikenalkan Faisal kepada Arshan, Farhana tidak tahu menahu.

"Benar, kan? Kamu pasti menyukai seorang perempuan, kan?" tebak Faisal lagi melihat raut wajah putranya yang berubah.

"Entahlah, Bi. Arshan enggak bisa menjawabnya." jawab Arshan jujur, namun tidak juga mengelak.

Kedua sudut bibir Faisal terangkat. "Abi ingin menjodohkan kamu dengan putri teman Abi. Beliau adalah seorang guru di pesantren tempat kamu sekolah sekarang." ujar Faisal.

"Maaf, Bi, Arshan mau belajar dulu." pamit Arshan beranjak dari duduknya. Dia lelah.

"Yakin kalau kamu enggak mau Abi jodohin dengan Aisha?" tanya Faisal lagi.

Langkah Arshan terhenti di tempatnya ketika mendengar nama seseorang yang selama ini dia sebut di dalam doanya.

'Aisha?'

'Anak guru pesantren?'

Faisal tersenyum tanpa arti ketika melihat putranya itu sekarang masih terdiam di tempat. Arshan berbalik menatap kedua orang tuanya.

"Maksud Abi, Aisha anak ustadz Hanan? Adeknya bang Kevin?" tanya Arshan memastikan. Siapa tahu bukan Aisha-nya, pikirnya.

Faisal mengangguk dengan senyuman di wajahnya. "Iya, Nak." jawabnya. Putranya itu kembali duduk.

"Tapi, kenapa Abi tiba-tiba ingin menjodohkan Arshan dengannya? Abi berteman dengan ustadz Hanan?" tanya Arshan kemudian. Dia hanya bingung dengan rencana abinya yang tiba-tiba itu. Dan sejak kapan Faisal berteman dengan Hanan, Arshan tidak tahu sama sekali.

"Nak, ustadz Hanan adalah teman Abi di pesantren. Namun, kami beda kelas waktu itu. Dan kami memang sangat jarang bertemu." beritahu Faisal.

"Dan soal niat Abi ingin menjodohkan kamu dengan Aisha karena Abi tau gimana dia. Sifatnya dan karakternya di kampus gimana. Abi tau, Nak." Faisal menghela napas. "Abi juga tau kamu menyukainya, kan?" lanjutnya menebak.

"Dari mana Abi mengetahuinya? Arshan sendiri enggak bisa men-definisi-kannya sendiri." tanya Arshan pelan dan menatap lantai.

"Dari tatapan pun bisa diketahui tau." jawab Faisal.

"Abi udah pindah jadi dosen psikolog ya?" tanya Farhana, karena setahunya suaminya itu adalah dosen Fiqih dan Akidah Akhlak.

"Enggak, Mi. Abi kan pernah kuliah dan pelajarannya ada psikolog." terang Faisal.

"Mentang-mentang Abi kuliah, Umi enggak tau." Farhana terlihat cemberut seolah tidak terima.

"Enggak papa, Sayang. Kan ada Abi yang ngasih tau." hibur Faisal seraya mengusap kepala istrinya dengan sayang. "Jadi, benar apa yang Abi duga selama ini, hm?" lanjut Faisal bertanya kepada putranya yang diam menatap lantai.

"I-iya Bi." jawab Arshan menunduk.

Faisal dan Farhana tersenyum. "Nak, kalau Abi enggak mengatakan hal ini, mungkin kamu akan diam sampai entah kapan itu. Tapi, ingat Nak, perasaan memang bisa dikontrol, tapi alangkah baiknya harus disegerakan agar enggak menimbulkan zina." ujar Faisal.

Arshan tahu itu, tapi ada hal lain yang membuatnya ragu untuk jujur. "Arshan merasa belum siap, Bi. Apa Aisha akan menerima Arshan? Sedangkan kita berdua enggak saling mengenal satu sama lain dengan dekat. Dia adalah anak seorang guru di pesantren Arshan sekolah, tentu dia sangat baik. Apakah Arshan pantas dengannya?" tanya Arshan dengan kekhawatiran yang mendera hatinya.

Faisal mengerti dengan perasaan putranya itu. Dia pun juga seperti itu dulu. "Kalau kamu benar-benar yakin dengan niat ini, Insya Allah, Allah enggak akan mengecewakan hamba-Nya, Nak." ujarnya.

"Benar itu, Nak. Berikhtiarlah dan meminta petunjuk dari Allah. Kalau kamu udah menemukan jawabannya, nanti kita akan pergi ke rumah ustadz Hanan. Jangan sampe juga kedahuluan orang lain." ujar Farhana. Membuat hati Arshan langsung diterpa kekhawatiran.

'Ya Allah, apakah hamba siap?' Arshan menghela napas pelan.

"Baiklah, Bi. Arshan akan memberikan jawaban Arshan besok pagi." putus Arshan.

"Iya Nak." balas Faisal tersenyum. Dia lega karena putranya akan memikirkan jawaban atas tawarannya. Dia berdoa kalau memang putranya itu berjodoh dengan putri dari Hanan, Insya Allah Allah akan mempermudah segalanya.

"Yaudah, Arshan mau ke kamar dulu." pamit Arshan dan beranjak pergi ke kamarnya.

"Iya Nak, kamu istirahatlah." balas Farhana.

...

Pada jam 3:15 Subuh, Arshan terbangun dari tidurnya. Ia mengambil air wudhu sebentar lalu duduk di atas sajadah. Ia menatap sebentar beberapa foto ulama yang terpajang di dinding kamarnya. Setelah itu ia pun melaksanakan sholat Tahajud, sholat Istikharah dan sholat Hajat untuk memantapkan pilihannya. Menyerahkan semuanya kepada Allah, agar proses perjodohan atau lamaran yang dilakukannya dan kedua orang tuanya berjalan dengan lancar dan jawaban dari pihak Aisha juga sesuai harapan.

"Ya Allah Ya Rahman Ya Rahiim, Engkau adalah pemilik takdir ini, jika memang dia yang menjadi takdir hamba, maka mudahkanlah urusan hamba dalam melamarnya nanti." Arshan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

'Aku sangat merindukanmu, Aisha.' batin Arshan.

Arshan menghela napas lelah. Dia menyandarkan kepalanya di kepala kasur dengan menatap dinding kamarnya. Dia benar-benar dilanda kegelisahan, apalagi waktu di mana ada dua keluarga yang berniat untuk menjodohkannya dengan anak mereka yang sama sekali Arshan tidak berminat. Itu semakin membuatnya teringat dengan Aisha dan merindukannya.

'Aku terus berikhtiar dan berdoa agar kamulah yang menjadi jodohku yang Allah takdirkan. Tapi, aku juga berpikir apakah diriku pantas menjadi pendamping hidupmu?'


.
.
.
.
.
.
.


Bersambung...


🍉🍉🍉

Maaf gaess ada part ketinggalan ini, huhuu😭🥺


Kamis, 14 Juli 2022

Jawaban Do'aku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang