04. MASALAH MASA LALU

999 157 16
                                    

LU SEMUA VOTE YEE, KALO ENGGAK GUA SLEDING NIH

•••

Ruangan yang dingin bernuansa pink tua bercampur abu-abu tua, seorang gadis dengan rambut pendek sebahu duduk, menatap ponsel hitamnya fokus. Kedua telinganya tersumpal airpods, mendengarkan suara-suara ricuh yang berasal dari game yang ia mainkan.

Tanpa ia sadari, seseorang masuk ke kamarnya, menatapnya dengan tatapan datar namun lelah.

"Sena," panggil Jeno menatap lurus Sena yang fokus memainkan game-nya.

Gadis itu sama sekali tak menyahut. Makin mengerutkan keningnya dan mendekatkan ponselnya ke wajahnya saking seriusnya ia bermain.

Jeno menghela nafas. "Sena," panggilnya lagi dengan suara yang lembut.

Lagi, tak ada jawaban dari gadis itu. Sena benar-benar terlalu fokus bermain game.

Lelah. Tak punya pilihan lain, Jeno melangkah mendekat, menarik sebelah airpods milik Sena membuat gadis bermata bulat itu menatapnya tajam. Sena masih menatapnya dengan tatapan marah.

"Apasih!" Sena berbicara ketus, menatap Jeno tajam dan sinis. Ia jadi kesal karena Jeno. Ia marah, karena perubahan sifat Jeno padanya.

Jeno memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam, berusaha mengontrol emosinya. "Makan. Lo dari kemarin enggak makan kecuali di sekolah—"

"Urusin aja sana pacar lo yang habis koma!"

Setelah mengatakan itu, Sena kembali menatap fokus ponselnya. Ia kembali bermain game, tak memedulikan Jeno yang masih menatapnya dari ambang pintu.

Sekali lagi Jeno menghela nafas. Hubungan mereka menjadi tidak baik akhir-akhir ini. Lebih tepatnya, sejak beberapa minggu lalu.

"Lo kok jadi berubah gini sih, Sen? Semenjak lo deket sama Jaemin lo jadi kayak gini—"

"Mulut lo gara-gara Jaemin!" Sena menyela marah. Kembali menatap kembarannya penuh amarah. Rahangnya mengeras. "Lo nyalahin orang atas perubahan sikap gue! Ngaca lo!"

"Jadi gara-gara gue gitu?" Jeno menunjuk dirinya sendiri tenang. Kembarannya tidak bisa jika diladeni dengan amarah. Sena akan semakin marah dan tak mau kalah jika Jeno kembali marah kepada gadis itu.

Memang, gadis itu sangat keras kepala. Selalu mau menang.

"Gara-gara cewek lo! Bacot banget," ujarnya di akhir dengan nada suara rendah. Matanya yang bulat masih setia menatap Jeno tajam.

Lagi, Jeno menghela nafas. "Sen, gue cuman mau lo ngakuin kesalahan lo. Gue cuman mau lo minta maaf sama Karina. Apa susahnya, sih?"

Mendengar ucapan Jeno, Sena mengangkat sudut bibirnya. Gadis itu tersenyum sinis, kemudian berdecak. "Ck? Minta maaf? Atas dasar kesalahan apa? Udah gue bilang, gue enggak salah! Lo tuh terlalu dibutakan cinta, Jen! Gue bilang dia bukan cewek baik-baik! Dia enggak seperti yang lo kira! Susah bener ngomong sama butol!"

Diam-diam Jeno mengepalkan tangannya. Memejamkan mata untuk kesekian kalinya, berusaha menahan amarahnya. "Oke oke. Gue salah. Sekarang lo harus makan dulu—"

"Apa! Masih gak percaya! Gue tau lo gak akan pernah percaya sama gue—"

"Lo harus makan dulu—"

"Enggak! Gue gak bakalan makan! Biarin gue mati! Biar Mama sama Papa nangisin gue pas di pemakaman! Biar lo, Mama, Papa bisa sayangin gue—"

"SENA!" gertak Jeno marah. Ia selalu marah ketika Sena mengatakan hal yang tidak masuk akal. Ia benci ketika Sena selalu mengatakan tentang kematian. Ia tidak suka.

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang