12. BACK DOWN

833 128 42
                                    

"Maaf ya. Aku gak bisa nemenin kamu makan siang tadi."

Ucap Jeno ketika Karina baru saja turun dari motornya. Gadis itu hanya tersenyum, mengatakan 'tidak apa-apa' sebelum akhirnya Jeno melajukan motornya dengan sangat kencang menuju sekolah untuk menjemput Sena.

Jeno benar-benar melajukan motor hitamnya secepat mungkin. Ia tidak bisa membuat kembarannya menunggu lebih lama lagi.

"Loh?"

Gadis itu tidak ada di sekolah. Sekolah benar-benar kosong, tak berpenghuni. Gadis itu juga tidak ada di parkiran. Dengan terburu-buru, Jeno melepaskan helm nya dan berlari masuk ke dalam sekolah. Jeno pikir, gadis itu mungkin ada di dalam kelas.

Namun, sesampainya di dalam kelas, gadis itu tidak ada juga. Kelas berantakan dan kosong.
Kemana gadis itu? Ingin mengirimkan pesan, tapi ia ingat bahwa ponsel-nya mati total.

Jeno menghela nafas kasar. Menyisir rambutnya yang tebal ke belakang. Akhirnya Jeno kembali ke parkiran untuk pulang. Sudah pasti gadis itu pulang.

Sena sudah pasti akan memakinya jika ia sudah berada di rumah. Kembarannya akan marah besar dan mereka akan kembali bertengkar selama satu minggu. Sudah pasti.

•••

Sedangkan di sisi lain, tiga orang yang sedang berboncengan dalam satu motor itu tak henti-hentinya mengoceh. Mengomel pada gadis yang tampak bodo amat duduk di depan motor.

"Kepala lo tundukin lagi njer! Gak bisa liat nih gua! Lo mau gue nabrak!" Itu Chenle. Entah sudah berapa kali ia memperingati Sena yang tinggi untuk terus menunduk karena kepala Sena menghalangi pandangan Chenle.

Rambut Sena yang pendek terus beterbangan ke arah Chenle, membuat sensasi geli dan gatal pada wajahnya. Rambut Sena juga menusuk-nusuk wajah Chenle, membuat kekesalannya semakin memuncak.

"GUE UDAH DARITADI NUNDUK YA! BUTA LO HAH!" Sena balas menggertak. Sedaritadi ia sudah menunduk, bahkan menekuk kakinya. Tapi pemuda itu selalu protes.

"Makanya kamu jadi perempuan jangan tinggi. Sekarang kamu tau kan? Fungsi orang pendek apa?" Jisung menceletuk dengan suara lembut dan lugunya membuat Sena merotasikan bola matanya malas.

"Mana ada orang tinggi mau pendek! Lo aja yang pendek sana!" jawab Sena ketus dan kepalanya terus dipaksa tunduk oleh Chenle.

"Kamu juga enggak pake helm, Sena! Ntar kalau kita ketemu ayahku, gimana! Kita dimarahin, nih!"

"Ya derita lo, sih. Bokap gue bukan polisi jadi b aja."

"Yaudah, nanti aku bilang ke ayahku kalau kamu yang maksa kita, ya."

"Dih! Masa beginian maksa? Ini namanya bantu temen!"

Sena dan Jisung terus berdebat. Keduanya sama-sama saling melirik kaca spion untuk melihat wajah satu sama lain. Sedangkan Chenle, pemuda itu berusaha fokus melajukan motor dengan rambut Sena yang kecokelatan terus terbang ke arahnya.

Chenle yang geram karena rambut Sena itu pun melepaskan satu tangannya dari motor dan mendorong kepala Sena ke bawah. Namun gadis itu tak menghentikan debatnya dengan Jisung yang terus memperbaiki letak helm kebesarannya.

"Lu berdua diem anjir!"

"Lo yang diem!"

"Kamu yang diem!"

Sena dan Jisung sama-sama menggertak Chenle di waktu yang bersamaan. Chenle langsung terdiam dengan wajah terkejut. Wah, sepertinya sekarang ia yang akan kena sasaran Sena dan Jisung.

"Kamu gak liat aku lagi ngomong sama Sena! Bundaku bilang gak sopan motong pembicaraan orang!" Jisung berbicara tegas, menatap Chenle yang kikuk dari kaca spion.

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang