27. EVERYTHING

746 116 33
                                    

Ruang UKS yang terang, sepi dan sunyi. Hanya ada dua orang remaja dengan seragam sekolah berwarna putih di dalam sana. Diam dalam kesunyian. Mereka adalah Jeno dan Karina.

Karina duduk di kasur UKS, sedangkan Jeno berdiri, melilitkan sebuah perban ke lengan Karina yang ternyata berdarah karena cakaran Ryujin. Jeno melilitkan perban itu dengan telaten, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sinar matahari menembus kaca jendela UKS yang tertutup, menyinari dua insan itu. Bagai karakter utama dalam sebuah cerita. Keduanya terlihat indah.

Saat di kantin tadi, saat Jaemin mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, Karina langsung pergi. Ia berniat untuk ke rooftop. Namun Jeno langsung menariknya dan membawanya ke UKS tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Karina pun sama. Gadis itu tidak berbicara sejak kejadian di kantin. Ia takut Jeno percaya akan ucapan-ucapan Jaemin. Ia takut Jeno pergi.

"Kamu marah?" Karina memecah keheningan setelah lima belas menit berlalu dalam keheningan.

Jeno diam. Pemuda itu tidak menjawab, lebih memilih merapikan perban putih di lengan Karina kemudian mengikatnya agar tidak terlepas.

Karina langsung menundukkan wajahnya ketika Jeno tidak menjawab pertanyaannya. Gadis itu memanyunkan bibirnya dan mengayun-ayunkan kaki nya yang tidak sampai ke lantai.

Setelah memastikan perban itu tidak terlepas, Jeno langsung berbalik, membungkuk untuk mengambil kotak P3K, kemudian berjalan menuju rak UKS untuk menaruh kotak tersebut.

"Marah kenapa?" kata Jeno sembari berjinjit meletakkan kotak P3K itu di rak yang sangat tinggi itu.

Seketika Karina mendongak. "Tapi kamu kayak marah gitu." Mulutnya secara spontan mengerucut, seperti seorang anak kecil yang sedang bersedih.

Jeno menatap Karina, kekasihnya, setelah berhasil meletakkan kotak P3K. Pemuda itu berjalan menuju Karina sembari menjawab ucapan kekasihnya.

"Enggak, Kar. Kenapa mau marah? Aku mau marah kenapa coba?" Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, Jeno memegang bahu Karina, memastikan bahwa tidak ada luka lagi pada tubuhnya. "Enggak ada luka lagi, kan? Enggak ada yang sakit? Kalo ada yang sakit bilang, ya. Biar aku obatin."

Karina diam, seperti tak mampu untuk menjawab. Gadis itu hanya diam, mendongak memandangi wajah Jeno yang tenang, memeriksa tubuhnya, memastikan tidak ada luka lagi.

Melihat Karina yang diam tidak menjawab pertanyaannya, Jeno menatap Karina, meminta jawaban gadis itu. "Hm? Enggak ada, kan? Kalo gitu tunggu disini, ya. Aku mau ke kantin, beli makanan buat kita."

Baru ingin melangkah, mendadak lengannya ditahan oleh Karina. Sontak Jeno menatap Karina. Mata gadis itu berkaca-kaca. Wajahnya tampak pucat dan memelas.

"Kenapa?" tanya Jeno, berusaha memahami kekasihnya.

"Kamu beneran gak marah? Beneran gak marah sama omongan Jaemin tadi?"

Mendadak sorot mata tenang milik Jeno berubah. Sorotnya tidak memiliki arti apapun menurut Karina. Seperti—sulit untuk diartikan. Namun, sedetik kemudian sorot matanya berubah menjadi lembut memandang Karina.

Jeno tersenyum hangat. Senyumannya begitu manis, membuat matanya hilang di balik lipatan kantung matanya yang hitam.

"Buat apa marah? Kan itu semua enggak bener."

DEGG

Mendadak jantungnya berhenti. Seperti ada yang menyerang jantungnya sampai ia kesulitan untuk bernapas. Tubuhnya panas-dingin bertemu tatap dengan sorot mata lembut Jeno.

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang