56. SAVE HER NOW!

969 139 21
                                    

Malam yang gelap. Kencangnya angin disertai derasnya rintikan hujan yang menghujani Kota Seoul itu tak membuat seorang pemuda bertubuh tinggi menghentikkan tubuhnya yang berlari.

Jeno, dia adalah Lee Jeno.

Jeno langsung berlari ke luar mobil saat kendaraannya tiba tepat di depan pintu pelabuhan.

Jeno terus berlari dengan mata yang sedikit terpejam karena merasakan sakit pada wajahnya karena rintikan hujan yang begitu deras itu menusuk wajahnya.

Dirinya lari sekencang-kencangnya dengan jantung yang berdebar kencang. Napasnya memburu. Tubuhnya terasa panas dan dingin di waktu yang bersamaan karena hujan malam ini. Kakinya yang hanya beralas sandal itu terus berlari begitu kencang dan tak karuan.

Sampai akhirnya kakinya yang jenjang perlahan berhenti ketika melihat kerumunan tepat di Dermaga. Kerumunan orang yang berdiam diri, seakan-akan sedang menonton sesuatu dari balik jas hujan dan payungnya.

Jeno terus berlari kencang ketika melihat tak ada satu pun orang yang bergerak untuk turun ke laut. Jeno membelah kerumunan dengan detak jantungnya yang berdebar dengan sangat kuat. Ia kalut.

"MINGGIR!" teriak Jeno terus memecah kerumunan. "SENA!"

Dan tepat setelah ia meneriaki nama sang kembaran, indra penglihatannya langsung menangkap sebuah kapal yang perlahan tenggelam dari jauh sana.

"SENA!" Jeno kembali berteriak. Matanya terasa panas melihat kapal besar yang terus perlahan menghilangkan sedikit bagian tubuhnya dari dasar laut.

Tidak berpikir panjang, Jeno langsung melepas sandalnya juga hoodie hitam basah yang ia gunakan. Ia berniat untuk melompat, menolong kembarannya yang akan mati tenggelam sebentar lagi. Namun, dua orang pria paruh baya langsung menahan tangannya, mengangkat tubuhnya sampai kakinya yang jenjang itu terayun memberontak di udara.

Itu adalah petugas kepolisian.

"LEPAS! KENAPA ENGGAK ADA YANG NOLONGIN! KEMBARAN GUA DI KAPAL SANA WOY! LEPAS! GUE MAU NOLONGIN KEMBARAN GUE!" Jeno terus memberontak dan terus berteriak histeris.

Tubuhnya ditahan secara paksa. Ia hanya ingin melompat. Ia hanya ingin menolong kembarannya.

Jeno terus ditahan sekuat tenaga walau ia terus memberontak. Kakinya yang terayun di udara terus berusaha menendang dua petugas polisi tersebut. Namun keduanya hanya terus menahannya dengan sabar.

"Tenang. Tenang ya, Nak. Kami akan turun ke bawah kalau hujannya sudah mulai reda," jelas sang polisi tersebut membuat tubuh Jeno yang memberontak perlahan tenang. "Sangat bahaya kalau kami turun sekarang. Ombaknya sangat kencang."

Mendengar itu, Jeno semakin terdiam. Matanya terasa semakin panas walaupun udara di sekitarnya terasa dingin. Dadanya mendadak terasa sesak, seperti tak mendapat pasokan oksigen sedikit pun. Matanya yang terasa panas memandang kapal besar yang sudah miring itu dengan penglihatan yang buram karena air matanya tertahan disana.

Bibir Jeno bergetar. Bergetar begitu hebat ketika rasa sesak dan menyesal langsung menggerogoti seluruh anggota tubuhnya.

"LEPAS, AYAH! AKU MAU NOLONGIN SENA! SENA ENGGAK BISA BERENANG! AKU MAU NOLONGIN TEMEN AKU AYAH! LEPAS!"

Di sela-sela diamnya, suara teriakan bercampur derasnya hujan terdengar membuat semua orang menaruh atensi pada sosok laki-laki yang ditarik secara paksa oleh seorang polisi juga.

Kemudian, tak lama setelah itu sosok laki-laki lainnya muncul. Laki-laki itu menangis sembari memberontak saat polisi itu menariknya secara paksa.

"LEPAS GAK! SENA TENGGELEM DISANA! KALIAN PARA POLISI GAK BECUS! MALAH DILIATIN DOANG! APA KALIAN BILANG? TUNGGU HUJAN REDA? ENGGAK BISA! ADA RATUSAN NYAWA DISANA DAN KALIAN MASIH BILANG TUNGGU HUJAN REDA! TEMEN GUE ADA DI KAPAL ITU! LEPAS GAK!" Chenle terus berteriak sembari menangis karena rasa sesak pada dadanya.

Chenle dan Jisung masih ada di sana. Mereka sengaja tidak pulang sampai kapal Sena tidak terlihat di mata mereka lagi. Namun, saat di tengah-tengah perjalanan—tidak sampai tengah perjalanan malah, kapal itu terlihat aneh dan perlahan miring ke samping.

Mereka berdua langsung terjun ke bawah. Lompat ke bawah laut untuk berenang ke arah kapal itu. Mereka berniat menolong Sena.

Namun polisi sialan ini tiba-tiba datang menarik keduanya dan mengatakan bahwa bahaya untuk terjun ke bawah laut saat ini dikarenakan cuaca yang sangat ekstrim. Hujan yang deras malam ini membuat ombak berderu kencang. Sangat kencang. Membuat lautan adalah hal yang paling bahaya saat ini.

"AYAH! TEMEN AKU ADA DISITU! AKU MAU NOLONGIN SENA! BIARIN AKU NOLONGIN SENA!" teriak Jisung lagi. Pertama kalinya bagia seorang Lee Jeno melihat seorang Park Jisung marah dan berteriak seperti ini.

"LEPAS GAK! GUE BAKAL BAYAR BERAPA PUN ASAL GUE BISA NOLONGIN SENA! GUE BAKAL BAYAR BERAPA PUN, PAK!" teriak Chenle histeris membuat beberapa petugas lainnya mendekati mereka berdua, berusaha menenangkan Chenle dan Jisung yang terus menangis dan memberontak.

Jeno, entah kenapa tubuhnya terdiam kaku melihat kapal yang kembarannya tumpangi terombang-ambing dengan posisi kapal yang sudah miring. Nyaris terlahap laut.

Ia hanya bisa diam dengan otak yang terus memutar kesalahan-kesalahannya pada Sena.

Otaknya terus memutar kejadian dimana ia membuat Sena disalahkan atas kasus anak yang tertabrak itu. Ia terus mengingat kejadian saat sang mama dan sang papa menanyainya apakah ia yang melakukan itu? Apakah ia yang membuat Jaemin koma? Dan ia hanya bisa diam dan menangis. Otaknya kembali mengingat kejadian dimana ia terus membela Karina di saat kembarannya sedang menyatakan kebenaran.

Ia—ia sangat kejam. Jeno orang jahat. Ia bukan orang baik yang seperti Sena katakan. Jeno orang bodoh! Bodoh dan bodoh!

"KENAPA CUMAN DILIATIN AJA! PUTRI SAYA ADA DI KAPAL ITU! SELAMATKAN DIA! SELAMATKAN PUTRI SAYA SEKARANG JUGA!"

Tiba-tiba Taeyong datang dengan keadaan pakaian basah kuyup. Pria iti berteriak dengan wajah yang merah padam. Matanya membulat dan merah karena marah. Ia marah karena polisi hanya diam melihat kapal yang berisi putri nya itu tenggelam secara perlahan.

"SELAMATKAN PUTRI SAYA! SAYA PERINTAHKAN SEKARANG!" Taeyong terus berteriak marah layaknya orang kesetanan.

Dan lagi, Jeno belum pernah melihat papa nya semarah ini.

"Maaf, Pak. Tapi sangat tidak memungkinkan untuk turun ke bawah–"

"SELAMATKAN PUTRI SAYA!" teriak Taeyong murka, tak mau mendengarkan penjelasan dari polisi tersebut.

"Pak, tapi cuacanya sangat tidak memungkinkan. Akan sangat bahaya jika kamu turun ke bawah. Ini akan memakan lebih banyak korban jiwa—"

"BERAPA YANG KAMU MAU? SATU MILIAR? DUA PULUH MILIAR? ATAU SERATUS MILIAR? SAYA AKAN KASI KAMU BERAPA PUN ITU! BAHKAN SELURUH HARTA SAYA AKAN SAYA BERIKAN! SEKARANG SELAMATKAN PUTRI SAYA!"




























Jangan lupa untuk meninggalkan jejak ya bestie-bestiee🥰

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang