31. SHE TELL HIM

798 118 20
                                    

"Gue tau itu berat. Lo boleh nangis sepuasnya, Sen..."

Detik itu juga, bibirnya mendadak bergetar hebat. Matanya tiba-tiba terasa panas. Sangat panas. Tak lama kemudian, tangisan gadis yang terkenal angkuh itu pecah. Pecah sejadi-jadinya di heningnya taman malam.

Sekarang mereka—Jaemin dan Sena berada di sebuah taman yang lumayan jauh dari rumah Sena.

Sebenarnya, Sena tidak ingin kesini. Gadis itu terus berteriak dan memberontak ketika Jaemin malah melajukan motor ke arah berlawanan dari sekolah. Jaemin terus menerima pukulan dari gadis itu dan terus mendengar teriakan-teriakan serta umpatan dari Sena.

"Iya iya. Lo boleh bunuh diri habis luka di leher lo diobatin, ya?"

Entah kenapa, setelah Jaemin mengatakan itu, gadis itu tiba-tiba menjadi tenang. Jaemin kemudian membawa Sena ke sebuah minimarket, mengobati luka pada leher Sena sebelum akhirnya memutuskan untuk mengajaknya pergi ke taman.

Apa yang membuat Sena mau mengikuti ucapan Jaemin?

"Tapi, sebelum kita pergi ke sekolah, gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Lo harus ngeliat tempat yang indah, lo harus ngerasain ketenangan sebelum mutusin buat bunuh diri. Oke?"

Dan benar. Jaemin benar-benar membawanya ke tempat yang indah. Tempat yang belum pernah ia datangi sejak empat tahun tinggal di Kota ini. Jaemin benar-benar membuatnya merasakan yang namanya 'ketenangan'.

Suasana taman di malam hari terlihat sangat indah di mata Sena. Udara sejuk yang terus masuk ke saluran pernapasannya membuat hatinya semakin tenang tiap detiknya. Menatap bintang-bintang dan rembulan membuat rasa sesak pada dadanya menghilang.

Serta, bunyi desiran ombak yang berada tak jauh dari taman terdengar sangat menenangkan.

Ia belum pernah merasakan ketenangan senyaman ini. Sena tidak pernah tau, bahwa dunia luar bisa semenenangkan ini. Gadis itu tidak tau, bahwa duduk berdua bersama Jaemin bisa menghilangkan segala bebannya.

"Enggak ada larangan buat nangis kok, Sen. Enggak ada larangan buat ngeluarin isi hati lo. Lo bebas ngelakuin apapun. Karena dunia ini, juga dibuat untuk lo..."

Pecah sudah. Tangisannya semakin pecah. Tangannya spontan menutup mulutnya yang bergetar. Membekapnya begitu kuat, berusaha menahan isakannya yang terus memberontak keluar. Matanya ia pejamkan, seakan-akan tidak ingin mengeluarkan air matanya lagi.

Ia tidak ingin menangis. Tapi tubuhnya dan isi hatinya mengatakan hal sebaliknya.

Ucapan Jaemin seakan-akan seperti sihir yang membuat segala masalah dan bebannya berubah berupa air mata. Jaemin seperti penyihir yang mempunyai kekuatan untuk menenangkan orang lain.

Jaemin, pemuda itu tampak mengerti. Pemuda itu tampak sangat mengerti dirinya. Pemuda itu tidak melihatnya saat menangis. Jaemin memalingkan wajahnya, menatap rembulan yang bersinar begitu terang di gelapnya malam. Pemuda itu duduk membelakangi Sena, seakan-akan menghargai gadis yang sedang menangis itu.

"Gue tinggal sendiri disini, gapapa? Gue mau ke minimarket dulu sebentar. Beli cokelat. Lo suka cokelat, kan? Atau mau yang lain?" tanya Jaemin, namun tidak digubris oleh Sena.

Gadis itu sibuk menangis sekencang-kencangnya.

Sekali lagi, seakan-akan memahami gadis itu, Jaemin mengangguk paham dan mengulum bibirnya ke dalam. Berdiri perlahan dan berniat untuk pergi. Namun, pergerakannya mendadak terhenti karena suara Sena.

"Mama—Mama benci gue karena kejadian beberapa tahun lalu. Mama benci gue, padahal itu bukan kesalahan gue sama sekali..." Gadis itu mulai bercerita dengan suara bergetar dan terisak, saking dalamnya rasa sakit gadis itu.

Jaemin yang mendengar itu terdiam. Memandang wajah Sena yang bengkak dari samping dengan sorot mata sendu.

"Bukan gue—bukan gue yang bikin dia ketabrak mobil. Bukan gue, Jae. Bukan gue..." Sena terus mengulang kalimat itu dengan kepala yang menggeleng lemah. Berusaha meyakinkan Jaemin bahwa bukan ia penyebab anak laki-laki itu tertabrak.

"Sstt. Gapapa. I believe in you..."

Lagi. Tubuhnya semakin bergetar mendengar ucapan Jaemin. Mulutnya semakin ia kunci rapat-rapat, berusaha menahan isakannya yang akan keluar dengan kencang. Mulutnya ia bekap begitu kuat dengan tangannya, tak membiarkan tangisannya semakin pecah.

"I believe in you..." ulang Sena dalam hatinya, membuat hatinya bergetar dan semakin sesak.

Ada yang mempercayainya.

"Jangan ditahan. Lo bisa nangis sepuasnya..." bisik Jaemin tepat di telinga Sena, kemudian memeluk gadis itu begitu hangat.

Tubuhnya semakin bergetar ketika Jaemin memeluknya. Jaemin bisa merasakan tubuh hangat Sena. Ia bisa mendengar isakan-isakan yang gadis itu tahan. Ia bisa mendengarnya.

"Mama bilang—gue aib..."

Seperti ikut merasakan penderitaan gadis itu, Jaemin memejamkan matanya. Makin mengeratkan pelukannya pada gadis yang sebenarnya paling rapuh ini.

Orang terapuh yang pernah ia temui adalah Sena.

"Mama bilang, gue murahan dan—pembunuh karena udah bikin cowok itu koma dan bikin Karina koma..."

Lagi. Air matanya jatuh semakin deras, disertai isakan tertahan dari mulutnya. Dadanya terasa sesak dan lega di saat yang bersamaan. Tapi, rasa sesaknya lebih mendominasi. Sakit. Sangat sakit.

"Lo denger sendiri, kan? Mama bilang apa tadi. Gue anak sakit jiwa..."

Seperti tak kuasa mengatakan kalimat itu dari mulutnya sendiri, Sena terdiam sejenak. Menahan isakan tangisnya yang terasa begitu sakit. Menahan isakan tangisnya yang terdengar memilukan dan menyakitkan.

"Papa, gue enggak tau papa ada di pihak siapa. Papa selalu ngebela gue, tapi ujung-ujungnya mereka berantem karena bela gue dan Papa nyalahin gue..."

Jaemin terdiam. Diam dan mendengarkan segala cerita bagaimana gadis itu rapuh.

"Gue enggak punya siapa-siapa lagi selain Jeno..." Perlahan, suaranya yang bergetar mulai terdengar normal, seperti segala kesedihannya perlahan terkikis habis. "Cuma Jeno yang gue punya..."

Gadis itu menggeleng pelan. Membekap mulutnya semakin kuat dengan tangannya.

"Tapi Jeno, dia punya Mama Papa. Dia punya Karina. Dia punya temen yang baik—"

"Lo punya gue, Sen. lo punya gue..." ulang Jaemin tulus. Suaranya yang begitu lembut membuat bibir gadis itu kembali bergetar hebat. "Mulai sekarang, lo bukan cuma punya Jeno. Lo punya gue. Lo punya gue yang bakalan selalu ada di sisi lo..."

Gadis itu memejamkan matanya. Menundukkan kepalanya semakin dalam. Membiarkan rasa sakitnya keluar tanpa harus ia pendam lagi. Jaemin memeluk gadis itu semakin erat. Rasa sesak pada dadanya mulai terasa, membuat kepalanya terasa lemas dan meletakkan kepalanya di atas kepala Sena.

"Jeno—orang baik," bisiknya di dada bidang Jaemin. "Gue cuma mau yang terbaik buat Jeno. Gue enggak pengen Jeno pacaran sama Karina. Lo tau kan, apa yang gue maksud? Lo sendiri liat, kan? Gimana bedanya Karina pas sama gue. Tapi Jeno, dia lebih percaya Karina daripada gue. Karina—bukan orang baik."

"Dan lo tau, Jae? Orang yang berusaha gue lupain mati-matian. Orang yang udah ngerusak hidup gue sampe gue enggak punya tujuan hidup lagi muncul. Orang yang bikin gue mimpi buruk tiap malem datang. Dia muncul lagi..."

"Gue—takut..."
























Lupa update kemarin hehe✌🏻

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang