20. SHE IS?

743 111 15
                                        

"Sena lagi sakit. Dia demam," kata Jeno ketika Jisung bertanya kenapa Sena tidak masuk sekolah.

Ya, hari ini gadis itu tidak masuk. Sena sakit. Demam tinggi.

"Terus kamu kok masuk? Eh—jangan salah paham dulu loh, yaa. Maksudnya kenapa kamu masuk, padahal biasanya kalo Sena enggak masuk, kamu juga enggak masuk," jelas Jisung takut dimarahi Jeno lagi. Ia takut Jeno salah paham.

Nah kan. Benar. Pemuda itu salah paham. Sekarang Jeno hanya menatapnya datar dan dingin sebelum akhirnya mengabaikan keberadaan Jisung. Jeno menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangannya.

Benar. Biasanya, jika Sena tidak masuk, maka Jeno juga tidak masuk. Begitupun juga dengan Sena. Jika Jeno tidak masuk, Sena juga tidak masuk. Tapi, hari ini berbeda. Kembaran yang biasanya selalu menempel dimanapun dan kapanpun itu terlihat sendiri.

Jisung menggaruk lehernya yang dialiri keringat dingin. Takut kepada Jeno yang bersikap dingin kepadanya. Kemudian, pemuda lugu itu kembali ke bangkunya dan menatap Chenle yang meringis melihat temannya diabaikan oleh Jeno. Orang pintar di kelasnya.

"Kan. Aku udah bilang pasti aku dikacangin," kata Jisung sambil menyenggol lengan Chenle yang sedang menonton you tube.

"Udah, gapapa. Yang penting dicoba—"

"Penting dicoba, penting dicoba! Kalo gitu kamu aja sana! Pake nyuruh-nyuruh aku!"

"Ututu—"

Sedangkan di sisi lain, Jeno memejamkan matanya dalam lipatan tangannya. Kantong matanya terlihat hitam, seperti kurang tidur. Wajahnya pun terlihat pucat dan bengkak karena semalaman ia terjaga.

Ia menjaga Sena, kembarannya.

Kembarannya tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Entah, Sena terus bermimpi buruk dan mengatakan ia tidak bisa hilang, ia tidak bisa keluar dari kepalanya. Jeno tau, siapa yang dimaksud oleh Sena.

Ditambah lagi mamanya yang datang ke kamar Sena dan membentaknya hanya karena menemani kembarannya yang sedang sakit. Joy terus membentaknya, mengatakan bahwa Sena akan menjadi anak yang manja dan lain-lain. Wanita itu memang agak sinting.

Ia tidak tau alasan kenapa sang mama memperlakukan Sena seburuk itu.

TUK TUK

Meja diketuk dua kali, membuat laki-laki menawan yang sedang berusaha untuk tidur pun langsung mengangkat wajahnya spontan karena terkejut.

Sosok perempuan cantik bak seorang Dewi Yunani tersenyum kepadanya. Sinar matahari yang menyorot ke arah Karina membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

Jeno terpaku untuk sementara waktu. Jeno meneguk saliva-nya berat. Karina sangat cantik.

"Ayo makan," kata Karina kemudian mengambil bangku milik Sena yang kosong. Menyeretnya agar dekat dengan Jeno, kemudian meletakkan tupperware berwarna magenta di meja Jeno.

Karina membuka kotak bekalnya. Ada dua buah sandwich berukuran besar.

Gadis Dewi itu kembali tersenyum. "Tadi aku bilang ke Bunda kalo kamu belum sarapan, jadi Bunda bikinin ini. Aku juga tau, kamu enggak bakal pergi ke kantin kalo keadaan kamu kayak gini."

Karina tau. Ia sangat mengerti Jeno sebagaimana ia mengerti dirinya sendiri. Jika Jeno sedang sedih atau begadang, Jeno tidak akan makan saat jam istirahat. Jadi, Karina membawakannya bekal.

Jeno menatap Karina sejenak, kemudian menatap sandwich buatan Bunda Karina yang tampak lezat. Namun, Jeno hanya menggeleng membuat Karina mengerutkan sedikit keningnya.

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang