Hari kedua pencarian korban...
Pagi yang cerah. Dermaga Kota Seoul ditutupi oleh garis kuning polisi. Hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk. Bahkan jadwal keberangkatan kapal hari ini ditutup karena para polisi sedang mencari korban kapal tenggelam.
Beberapa keluarga terlihat histeris melihat keadaan keluarga mereka yang merupakan korban.
Menangis. Panik. Khawatir. Teriakan histeris. Itulah yang Jeno lihat sedari kemarin.
Jeno, wajahnya terlihat sangat pucat. Tatapan matanya kosong. Bibirnya pucat pasih dan berwarna putih. Bibirnya juga kering. Kantung matanya terlihat sangat hitam dan bengkak karena kurang tidur.
Sedaritadi malam, Jeno sama sekali tidak tidur barang sedetik pun. Ia terus memperhatikan korban-korban yang dibawa oleh polisi, berharap itu adalah kembarannya. Sesekali juga ia ikut membantu, menawarkan menjadi sukarelawan secara cuma-cuma dengan imbalan ia mendapatkan kembarannya. Sena.
Kembarannya sama sekali belum ditemukan sejak kemarin malam, membuat Jeno, Taeyong dan Joy sama-sama tak bisa tenang. Mereka bertiga terus gelisah. Ketiga nya pun sama-sama tidak bisa tidur semalaman.
Jeno duduk di pinggir Dermaga, memandang para petugas polisi yang sedang terjun ke laut menggunakan speedboat untuk mencari para korban tenggelam.
Tatapan matanya benar-benar kosong, seperti tak memiliki kehidupan di dalamnya.
Bagaimana bisa ia mempunyai kehidupan di saat jiwanya yang satu, dunianya yang satu sama sekali belum ditemukan.
Taeyong, pria itu sedari kemarin terus berdiri. Berjalan kesana kemarin sambil berteriak kepada orang-orang jika mereka menemukan Sena, ia akan memberikan uang puluhan miliar bahkan ratusan miliar kepada mereka yang berhasil menemukan Sena.
Seperti saat ini contohnya. Taeyong berdiri dengan sebuah kardus datar berisi tulisan, "SIAPA YANG BERHASIL MENEMUKAN ANAK SAYA! SAYA AKAN MEMBERI UANG SEBESAR DUA PULUH MILIAR!"
Uang dua puluh miliar bukanlah nominal yang kecil.
Sang mama? Wanita itu hanya terus duduk sembari memandangi laut dengan tatapan tanpa kehidupan. Sesekali Joy menangis dengan mata yang masih menatap laut dan mengatakan maaf.
"Sena, maafin Mama..."
•••
Seorang pemuda tampan terbangun. Namun, matanya langsung memicing ketika melihat sekelilingnya hanya ada warna hitam, bagaikan sebuah latar hitam tanpa warna apapun. Seperti sebuah ruangan kosong tanpa ujung.
Jeno terbangun. Berdiri dengan wajah yang menoleh ke kanan dan ke kiri bingung. Tidak ada apapun selain warna hitam. Seperti—ia sedang terjebak.
"Halo?" kata Jeno. Kemudian suaranya menggema membuatnya semakin panik. "MAMA? PAPA? SENA—"
"Boom!"
Dan kemudian terdengar teriakan dari mulut Jeno. Jeno langsung membalikkan badannya ketika merasa suara itu berasal dari belakangnya serta merasa ada dua tangan yang menepuk pundaknya.
Betapa terkejutnya ia ketika melihat siapa orang itu. Matanya membulat saking terkejutnya. Tubuhnya tersentak dan jantungnya berpacu begitu cepat.
"Sena?" katanya dengan suara bergetar. Matanya mendadak terasa panas. Matanya menatap Sena yang tengah tertawa pelan di sana.
"Kok malah nangis, sih?" tanya Sena masih dengan tawanya yang pelan.
![](https://img.wattpad.com/cover/317507038-288-k854511.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Sissy | Lee Jeno
FanfictionLee Jeno yang biasanya penuh dengan cinta. Lee Jeno yang selalu menuruti segala kemauannya tiba-tiba berubah karena sosok perempuan yang merusak hubungannya dengan kembarannya. Ia membenci perempuan itu. Ia membenci perempuan yang menjadi kekasih da...