51. SECOND TIME

774 108 35
                                    

Sore menjelang malam. Mentari perlahan mulai tenggelam, membuat langit sore yang berwarna biru itu berubah menjadi langit orange yang gelap. Langit senja sangat indah untuk dipandang.

Sena duduk di atas pasir pantai. Melamun memandangi indahnya langit senja hari ini.

Terlihat binaran di matanya, menyorotkan kekaguman. Sena menghela napas tenang. Ia sangat suka laut dan sekarang hal yang sangat ia sukai bertambah, yaitu senja.

Besok adalah hari keberangkatannya menuju pulau Jeju. Ia akan pindah ke sana. Memulai kehidupan barunya yang mungkin akan menyenangkan. Tapi, masih ada hal yang mengganjal dari lubuk hatinya.

Mama nya sama sekali tidak meminta maaf kepada dirinya walau Jaemin sudah memberitahu insiden tentang tujuh tahun lalu. Mama nya yang selama ini menuduhnya, memperlakukannya secara tidak adil dan tidak manusiawi hanya karena mengira ia yang membuat anak laki-laki bernama Nana tertabrak itu sama sekali tidak meminta maaf atas segala hal buruk yang ia lakukan kepada dirinya.

Saat Jaemin mengungkap fakta dan kejujuran itu, sang mama langsung terdiam. Begitupun juga dengan sang papa dan Jeno. Papa langsung memeluknya dan meminta maaf. Jeno? Seperti biasa, ia tidak berbicara. Joy langsung pergi ke kamar dan mengurung dirinya sedari kemarin.

Bahkan hari ini sang mama tidak keluar dari kamar ketika sang papa mengajak mereka pergi ke mall untuk menghabiskan waktu bersama sebelum Sena berangkat.

Sebenarnya mereka harus menghabiskan wakti bersama. Tapi, saat selesai berbelanja tadi di mall, sang papa dan Jeno mengajaknya untuk pergi menonton film. Tapi Sena tidak mau karena ia melihat tidak ada film yang ia sukai.

Kemudian sang papa bertanya, apa hal yang ia sukai? Dan tiba-tiba dirinya teringat akan pantai. Ia teringat tentang ombak laut yang berdesir tenang. Akhirnya ia mengatakan kepada sang papa dan Jeno ia ingin pergi ke pantai yang ada di depan mall.

Mereka ingin menemani Sena, tapi gadis itu menolak. Katanya ia ingin pergi sendiri. Ia ingin menghabiskan waktunya sendiri. Dan ya, ia akhirnya menghabiskan waktu sekitar dua jam lamanya hanya untuk duduk di pantai yang indah ini.

Sebenarnya, ada banyak hal yang sangat mengganjal di hatinya. Salah satunya adalah Jaemin.

Tiap kali ia mengingat Jaemin, hatinya terasa sakit. Rasanya selalu ingin menangis padahal mereka bukanlah siapa-siapa.

Sena kira, Jaemin menyukainya sampai rela mengorbankan apapun itu. Sampai rela menemaninya dan membuatnya berkali-kali tidak jadi bunuh diri. Memeluknya dan menenangkannya. Ia pikir yang Jaemin lakukan selama ini karena Jaemin menyukainya.

Ternyata Sena salah. Jaemin hanya kasihan.

Sudahlah. Apa salahnya jika Jaemin kasihan? Jaemin juga manusia, sudah pasti ia memiliki rasa simpati dan empati. Bukankah itu yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia?

Tapi, apakah tiap pelukan selalu mengandung unsur rasa kasihan? Apakah tiap kata-kata yang Jaemin lontarkan untuk menenangkannya saat dirinya sangat putus asa juga rasa kasihan?

Jaemin memeluknya ketika tidak ada seorang pun yang berada di sisinya. Jaemin hadir sebagai oran yang paling mengerti dirinya. Harusnya ia sadar kenapa Jaemin bisa sangat mengerti dirinya. Itu karena selama ini, pemuda itu selalu berada di sekitarnya dan mengetahui segala masalahnya. Semua masa laluny, Jaemin tau.

Apakah ia yang terlalu berharap?

Sudahlah. Mungkin memang dirinya yang terlalu berharap. Berharap untuk dicintai layaknya seorang wanita biasa adalah suatu hal yang tidak masuk akal untuk seseorang yang mempunyai sakit mental sepertinya. Orang dengan sakit mental sepertinya tidak akan pernah pantas untuk bahagia, seperti yang dikatakan Karina.

Brother Sissy | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang