Di tengah padatnya perjalanan Bandung, Denaz menghela nafas. Hari yang melelahkan baginya. Ia harus menyelesaikan foto shoot untuk majalah pada hari ini, sehingga membuatnya harus berganti pakaian sebanyak sepuluh kali.
Pertama kalinya ia mengganti pakaian sebanyak itu, dan itu membuatnya sangat lelah. Badannya terasa pegal karena ada beberapa dress yang terasa begitu berat saat ia pakai.
Ia mengoleskan krim hangat penghilang pegal pada leher jenjangnya.
Mobil yang ia naiki terasa melaju dengan lancar. Ternyata kemacetan sudah reda. Mobil serta motor yang ada di depannya mulai melaju dan membuat jalanan tidak padat lagi seperti tadi.
Di belokan terakhir menuju mansion, ia baru mengingat bahwa Dezan menitip minuman Starbucks, Usus dan kulit ayam. Ia menghela nafasnya. Memilih melanjutkan perjalanan, dan menerima konsekuensinya.
Mobil yang di kendarai Kevin berhenti di depan mansion megah berwarna putih dengan polet coklat muda. Ia pun keluar dari mobil seraya menenteng tas kecilnya.
Perlahan, pintu besar berwarna cokelat kayu itu terbuka. Ia mengucapkan salam, lalu bersalaman pada Stella yang kebetulan berada di depan televisi seraya menggendong Kezzillie.
"Dezan dimana mi?" Tanya Denaz.
"Di kamar deh kayanya. Tadi dia turun cuma buat makan sama ambil cemilan"
"Oh yaudah, Denaz ke atas dulu ya mi"
Denaz pun melangkahkan kaki jenjangnya untuk menaiki tangga. Cukup melelahkan, karena mansion ini memiliki kurang lebih 35 anak tangga untuk menuju lantai dua, di mana kamar Dezan berada.
Sebelum membuka pintu, ia tarik nafas dalam-dalam. Mempersiapkan diri untuk mendengar tangisan Dezan, setelah melaksanakan pekerjaan yang membuatnya lelah.
Kriet...
Pintu terbuka. Dengan wajah girang Dezan menolehkan kepalanya, seakan menagih apa yang ia minta siang tadi.
"Sayang maaf, aku lupa beli"
Wajah ceria itu sirna. Kini hanya terlihat tatapan kecewa yang di berikan Dezan padanya.
"Kamu jahat!" Air matanya mulai terkumpul di kelopak mata.
"Maaf ya, aku capek banget, kerjaannya banyak hari ini. Di tambah tadi juga macet, jadi aku lupa"
"Maaf sayang" Hendak memeluk, namun Dezan menepis lengannya.
"Aku ga pernah minta hiks! Tau gini aku beli sendiri dari tadi! Aku nahan nahan dari siang hiks kamu malah lupa! Kamu lupain aku!"
"Maaf, aku beneran lupa... Aku pesenin online aja ya?"
"KALO NIAT AKU DARITADI PESEN ONLINE, GA PERLU NUNGGU KAMU SAMPE MALEM! Kamu ga ngerti perasaan aku hiks kamu jelek, ga pengertian!"
"Kamu ga sayang aku lagi!"
"Ga gitu sayang... Aku bener bener blank, aku lupa, aku ga ngelupain kamu, tapi gatau kenapa otak aku ga nyimpen apa yang kamu minta tadi siang. Big sorry..."
Kebiasaan Dezan saat sedang marah itu, tak mau mendengarkan. Tak menerima masukan, dan nasihat apapun. Ia hanya ingin meluapkan kekesalannya dengan melemparkan apapun yang ada di dekatnya. Beruntung tak ada barang berbahaya di sekitar Dezan.
"Aku mandi dulu aja ya? Kamu marah dulu sepuasnya, tapi kalo aku udah selesai mandi kita ngobrol. Kamu gaboleh ngelak."
Denaz pun masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan Dezan yang menangis kencang.
20 menit berlalu, Denaz sudah selesai membersihkan tubuhnya. Ia keluar dengan hot pants dan tanktop. Ia duduk di meja rias lalu menyalakan pengering rambut. Butuh waktu 10 menit untuk mengeringkan rambutnya. Tak lupa dengan basic skincare yang harus selalu ia pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spoiled Husband [NEW VERSION]
عاطفية[FOLLOW DULU BARU BACA!!] First story! ⚠️Kissing⚠️ ⚠️breastfeeding⚠️ Murni dari hasil pemikiran saya sendiri. Tidak ada unsur copas apapun. Jika ada kesamaan tokoh atau alur mohon di maklumi karena itu sama sekali tidak di dasari unsur kesengajaan. ...