PART 18

4.8K 224 5
                                    

Sore ini Denaz memarahi Dezan habis habisan. Penyebabnya adalah, Dezan yang enggan meminum obat dan membuang semua obat itu ke tempat sampah.

"Mau sembuh ga sih?" Tanya Denaz entah yang ke sekian kalinya. "Kelakuan diluar nalar banget! Pusing aku kalo kamu gini terus"

"Udah deh kalo gamau minum obat, urus sendiri aja. Aku gamau ngurusin orang bandel yang gabisa di urus."

"Gamau hiks! Jangan tinggalin aku Denaaz!" Denaz menatap Dezan dengan wajah kesal.

"Yaudah janji dulu harus mau minum obat! Gaboleh kaya gitu lagi!" Titah Denaz dengan nada sedikit tinggi. "Iya hikshiks aku janji"

"Yaudah, bangun! Cepet minum obat" Dezan mengubah posisinya menjadi duduk.

"huaaa Sakit hiks sakit lagi punggungnya ayangg hiks sakit" Dezan bergerak tak karuan. Punggungnya terasa begitu sakit. Benar benar sakit. Ia tidak berbohong untuk mendapatkan perhatian Denaz.

Denaz yang semula kesal pun mendadak khawatir. Ia menghampiri Dezan, tangannya mengelus punggung Dezan yang terbalut penyangga.

"huaaa Sakit banget ayang"

"Nakal sih, jadi kena karmanya kan" ujar Denaz. Ia mengelus punggung Dezan seraya menunggu dokter datang ke ruangan itu.

"hiks Sakit"

Seorang dokter yang di dampingi dua suster masuk ke dalam ruangan itu. "Kenapa lagi Dezan?" Tanya dokter perempuan tadi gemas.

"Biasalah bu dokter" balas Denaz.

Dokter itu terkekeh kecil "Gapapa ya! Kan belum terbiasa, jadi agak rewel"

"Obatnya udah di minum belum?" tanya Dokter.

"Baru mau minum obat. Tadi obatnya malah di buang jadi harus ngambil lagi" balas Denaz.

"Lain kali jangan di buang buang ya obatnya. Karena di luar sana banyak yang membutuhkan. Daripada di buang, mending di minum biar cepet sembuh" ujar Dokter itu lembut..

"Geraknya jangan terlalu lincah biar ga sakit punggungnya. Pelan pelan aja, tetep bakal keluar kok pelan pelan juga."

blush

Pipi berisi Denaz sukses di buat merah oleh perkataan dokter. "Dokter astaghfirullahalazim" Dokter, kedua suster, dan juga Denaz tertawa bersamaan.

"Ada ada aja" ujar Denaz yang sudah menghentikan tawanya. Dezan celingukan menatap Denaz, dokter, dan suster secara bergantian. Wajah polosnya yang di balut hidung merah serta mata berair itu terlihat kebingungan.

Ia memilih untuk memeluk perut Denaz dan menyandarkan kepalanya di sana. "Udah mendingan sakitnya?" Tanya Denaz. Dezan mengangguk kecil.

"Di periksa dulu ya sebentar" lantas dokter Heira mulai memeriksa kondisi Dezan.

"Di minum dulu ya obatnya nanti kita ke ruang lab, kita periksa dulu keadaan tulangnya"

"Saya duluan ya, mau cek dulu pasien lain. Nanti ke ruang lab aja, ada dokter Depri disana" pamit dokter Heira. Lalu ia dan kedua suster yang mendampinginya berlalu dari sana.

"Awas! Minum dulu obat! Ga ada acara ulur-mengulur waktu." Ujar Denaz membuat Dezan melepaskan pelukannya.

Denaz segera mengambil obat obatan di atas nakas dan kembali ke hadapan Dezan seraya membuka tutup dari botol obat yang berwujud sirup.

Denaz menuang salah satu obat yang ada di botol kaca ke sendok. Lalu menyuapkannya ke mulut Dezan. Dezan langsung menelan obat itu dan meminum air putih. Kegiatan itu berlanjut sampai tak ada lagi obat yang harus Dezan minum siang ini.

Denaz menyimpan obat obatan itu di tempat yang aman lalu mengambil selembar roti tawar dan memberikannya kepada Dezan. Rutinitas Dezan setelah minum obat adalah memakan roti agar rasa pahit yang ada di mulutnya hilang.

"Cepet makan nya abis itu kita ke ruang lab" perintah Denaz. Ia mengambil ponselnya lalu mengerutkan dahi "Mami tadi nelfon" ujarnya membuat Dezan memelankan ritme mengunyahnya.

"Cwoba twelpwon balik" titah Dezan seraya mengunyah.

"Iya ini mau" balas Denaz lalu menelfon ibu mertuanya. Tak lama, panggilan pun di terima.

"Halo assalamualaikum mami"

"Waalaikumsalam Denaz"

"Mami tadi nelfon? Sama Denaz ga ke angkat soalnya tadi Dezan lagi di periksa di tambah hp nya di silent"

"Iya, mami cuma mau ngabarin kalo nanti sore mami mau kesitu jenguk Dezan."

"Ohh gituu. Mami sama siapa kesini nya? Mau di jemput?"

"Mami sendiri aja. Gapapa gausah di jemput, mami bareng pak supir aja, kalo ngga nyuruh Bimo atau aa Indra buat anterin mami"

"Ohhh yaudah mami, udah dulu yaa. Kita mau ke ruang lab dulu mau ngecek keadaan tulang Dezan"

"Iya mami juga mau masak dulu. Yaudah ya, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

🐣🐣🐣

Dezan sedang memakan nasi dengan lauk baby cumi buatan sang mami. Ia makan tanpa di suapi.

"Bagi sesuap dong" pinta Indra. Dezan menendang kaki pria itu membuat sang empu mengaduh kesakitan.

"Jahat lo!" Ujar Indra dramatis.

"AA IH KESANA!" Bentak Dezan seraya berancang-ancang untuk melemparkan sendok.

"Indra diem!" titah mami Stella.

"Bentar" balas Indra yang masih gencar menjahili Dezan. Hingga tangannya tak sengaja menyenggol punggung Dezan membuat Dezan benar benar melemparkan sendok dan mengenai wajah pria itu.

"Huaaaa sakit hikshiks sakitt"

"Tuh kan! Mami bilang diem, malah di jailin terus adenya! Mami bilangin ke papa kamu" ancam mami Stella seraya menghampiri putranya.

"hiks mau Denaaz"

"Tunggu dulu sebentar ya! Bentar lagi juga kesini Denaz nya" ujar Mami seraya mengelus punggung Dezan.

Tadi Denaz pamit mengambil pakaian ke rumahnya. Ia pulang di hantar Bimo atas suruhan Dezan.

"Telfon Denaz nya hiks suruh cepet"

"Telfon a!" titah Mami pada Indra. Indra segera melaksanakan perintah mami Stella.

"Halo Denaz, laki lo nangis. Cepetan balik kesini"

"Nangis kenapa?"

"Emmm ituu apa sih"

"Apa?" Suara Denaz di seberang sana terdengar serius.

"Eeeee punggungnya ga sengaja ke senggol sama gue"

"Bangsat! Gue bilang jangan di jailin jangan di jailin! Ah gila lo! Yaudah bentar gue kesana"

"Hehehe cepetan sebelum laki lo ngamuk"

🐣🐣🐣

Jangan lupa vote sama komennya yaaa. Jangan lupa juga follow ig @/szkxwttpd dan akun rp lainnya yang udah di mention di bio ig di atas yaa.

Makasih semuanya, see youu👋🏻❤️

Spoiled Husband [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang