44

48 5 7
                                    

Tiga hari setelahnya Keenan sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah; walaupun suhu tubuhnya sudah kembali normal, Luna tetap meminta Keenan untuk istirahat lebih banyak plus mengurangi waktu bermain game yang tentu saja anak lelaki itu langsung cemberut. Tapi tidak ada yang bisa mengubah keputusan Luna, baik itu Damian bahkan Jeffrey.

Hari dimana Keenan boleh kembali ke rumah; menjadi hari yang membingungkan untuk Luna. Pasalnya, Damian was there all along. Ya ga mungkin juga dia ninggalin anaknya kan ? But then, Jeffrey was also there. Luna rasanya pengen membelah diri aja. Jeffrey benar-benar hanya bisa diam dan sama sekali tidak memberikan komentar apapun. Dia hanya mengikuti apa yang Luna ucapkan or suruh – in a good way, of course – tanpa membantah atau merasakan cemburu yang berlebihan. Padahal, gatau aja Luna kalo Widipa menjadi sasaran empuk Jeffrey untuk mencurahkan rasa cemburunya. Widipa cuman bisa bilang "This is the path that you choose, bro. Face it or break it" ya gila kali Jeffrey mau break it. Perjuangannya terlalu panjang.

Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian 'rumah sakit' yang menguji mental Jeffrey; kini lelaki itu baru saja sampai di rumah Luna. Another weekend of course; Keenan juga sudah feel better dan Jeffrey berjanji untuk menemaninya di rumah. Luna membukakan pintu rumahnya untuk Jeffrey; wanita itu bersandar di daun pintu sambil bersedekap, memandangi Jeffrey yang sedang berjalan masuk setelah menutup pagar rumahnya.

"Hi there"

"Hi"

Luna tersenyum sambil merentangkan tangannya, mengundang Jeffrey untuk masuk ke dalam pelukannya; tanpa pikir panjang, Jeffrey langsung memeluk wanita itu dengan erat, mengistirahatkan wajahnya pada ceruk leher Luna "I miss you" bisik Jeffrey

"We just met yesterday Jeff, after office hours"

"Well, I still miss you. Everyday, every hours, every minute, every time"

Luna tertawa sambil mengendurkan pelukannya dengan tangannya yang masih bertengger di pundak Jeffrey "Itu kayak lagu ga sih ?" tanyanya

"Maybe. I don't know. But I surely know that I miss you so much"

"I miss you too ?" ucap Luna meledek Jeffrey

"Sebel ya dengernya"

"Hehehe" Luna terkekeh; ia berjinjit dan memberikan kecupan singkat pada bibir Jeffrey, sambil tersenyum "Thank you" ucapnya

"For ?"

"I don't know. Bertahan ? Cobaan kamu berat banget seminggu kemarin" jujur Luna sambil mengusap pelan pipi Jeffrey. Jeffrey tersenyum dan memegang tangan Luna yang ada di pipinya "Aku bohong kalo aku ga cemburu. Aku cemburu, banget. Tapi aku ga bisa ngapa-ngapain kan ? Kalo katamu, bagaimanapun dia itu Ayahnya Keenan. So, yeah. I should accept it" jelas Jeffrey

"But still... Thank you. Mungkin kalo yang lain udah ga tahan kali. Oh by the way, you can claim your present for being patience, sir" ucap Luna dengan semangat

"Present ?"

Luna mengangguk heboh "Iya, kamu boleh minta apapun. Karena kamu udah sabar banget. Jadi aku mau kasih kamu a little gift or appreciation" ucapnya

Jeffrey terdiam sebentar; otaknya berpikir begitu cepat. Mencari apa yang dia inginkan akhir-akhir ini. Senyumnya mengembang ketika dia mendapatkan suatu ide, dadakan sih tapi dia yakin dia bisa mewujudkannya "I want your time. Tomorrow. Lunch"

"My time ?"

"You and Keenan"

"Huh ?"

"Besok kita makan siang sama Mami Papiku"

Luna hanya bisa terdiam mendengar permintaan dari Jeffrey. It's her idea to give him some present, tapi dia tidak menyangka bahwa Jeffrey akan meminta hal ini. Well, Luna yakin hari ini akan datang cepat atau lambat. But not now, not tomorrow.

Fallin' All in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang