Widipa memandangi sahabatnya kembali dengan lekat; mereka berdua memutuskan untuk makan siang disekitaran kantor karena sehabis ini Widipa masih ada meeting internal dengan managernya--Satya.
"Lo mau ampe kapan mandangin tuh mie jawa ? Bentar lagi dia ngungsi ke Sumatera baru tau rasa lo"
"Coba lain kali klo mau ngelucu Dip"
"Ya lagian... Lama-lama lodoh tuh mie"
"Berisik" jawab Jeffrey yang akhirnya memakan mie yang sudah dia pesan beberapa menit yang lalu
"Kenapa sih lo ?" Tanya Widipa kembali; dia berdecak "Klo gw tau lo bakal bengong kayak orang gila gini mending jangan putusin Astried, Jeff. Serem gw"
"Itu namanya ga jodoh. Lo sama Lucy gimana ?"
"Ya gak gimana-gimana. Dia masih fokus sama kerjaannya. And we're not in the rush for the wedding thingy" Jawab Widipa santai
Jeffrey hanya mengangguk-angguk pelan. Setelah menyelesaikan makan siang; mereka berjalan menuju Starbucks yang terletak dilantai dasar gedung tempat mereka bekerja untuk membeli kopi dan sedikit mengasap kalo kata Yoga.
Jeffrey memilih duduk diluar dan mengeluarkan sekotak rokoknya sebelum akhirnya dia menyalakannya. Widipa pun ikut bergabung sambil memberikan ice americano yang tadi mereka pesan
"Lo masih kepikiran kejadian beberapa minggu lalu ya ?" akhirnya Widipa menanyakan hal ini setelah dia duduk didepan Jeffrey
"Am I pathetic ?"
"For ?"
"Lo cukup pintar untuk tau maksud gw. Apa gunanya lo jadi senior analyst"
"Bangsat" umpat Widipa pelan dan mendapat tawa dari Jeffrey; Widipa menyeruput kopinya dan melihat Jeffrey kembali "So ?"
Jeffrey menghela nafasnya dan mulai menjelaskan apa yang dia rasakan selama beberapa minggu belakangan ini "It's hard to accept it you know. Kayak apa ya ? Gw tau gw salah untuk memikirkan hal ini, tapi Man... How come I love someone who already married ?"
"Well, I can't say that It's wrong when it's definitely wrong. But we talk about heart. You didn't choose her but your heart did. Gw, bahkan Tristan tau lo masih ada rasa sama kakaknya" Jelas Widipa; Jeffrey menghembuskan asap rokoknya dan berdecak pelan
"Luna is just one thing. It's hard to remove her from my mind"
Widipa terkekeh pelan sambil menyeruput kopinya "Man, she's a mother and don't forget she's a wife"
"Fuck you"
Tawa Widipa menjadi makin keras saat kuping sahabatnya ini sudah berubah merah karena menahan amarahnya. "Tapi serius... Either lo stuck or you move on. Choose one wisely" Lanjut Widipa
Jeffrey hanya menghela nafasnya saat dia mematikan rokoknya "For now, I just want to let it flow... Klo emang jodoh yang gw tau itu ga mungkin dan klo ga jodoh ya yaudah"
"Wait... Maksud lo, lo masih ngarepin ?"
Jeffrey mengangkat bahunya dan memberika tawa yang terdengar miris ditelinga Widipa "Gila sih lo. Ganteng boleh Jeff, tapi jangan jadi pelakor. Malu gw sebagai sahabat lo"
"Anjing siapa yang mau jadi pelakor sih ?"
"Lah itu tadi!"
"Ya maksudnya yaudah biarin aja klo emang gw masih ada rasa. Gak akan gw apa-apain juga. Dia ga mungkin cerai juga kan sama suaminya ? Jadi ya yaudah, while I still have a feeling for her, I should find another one to replace that feeling" Jelas Jeffrey sambil berdiri yang diikuti oleh Widipa
"Terus misi lo deketin Nada jadi ?" tanya Widipa ketika mereka memasuki lift untuk menuju lantai tempat mereka bekerja
"Yang anak HRD ?" Widipa mengangguk. Dia ingat, waktu itu mereka berdua beserta Xavier sedang makan di daerah SCBD dan bertemu dengan geng cewe-cewe HRD yang kebetulan sedang makan ditempat yang sama.
Widipa yang saat itu baru ingat ada urusan dengan Mba Wulan--analyst di HRD pun akhirnya menyapa dan mengobrol sebentar. Ada satu perempuan yang tersenyum ketika manik matanya bertemu dengan Jeffrey. Pulang dari situ, Xavier langsung menginfokan bahwa perempuan tadi yang bernama Nada yang ternyata satu angkatan dengan Xavier, menyukai Jeffrey.
Langsung saja tanpa persetujuan dari Jeffrey dan atas komando dari Widipa sebagai sahabat dekat Jeffrey, Xavier memberikan nomor Jeffrey kepada Nada. Jeffrey yang hanya bisa pasrah akhirnya menyutuji misi mendekati Nada ini yang dicanangkan oleh Xavier dan Widipa.
Progressnya ?
Tidak lebih dari makan siang bersama. That's it
"Bisa... Bisa sambil jalan" Jawab Jeffrey terkekeh; ia melangkah duluan ketika lift sudah sampai lantai tempat dia bekerja meninggalkan Widipa sendiri di lift menuju lantai tempat divisinya
"Temen gw memang bangsat" gumamnya sambil membalas pesan masuk dari pacarnya.
. . .
"Jadi lo mencium parfum itu lagi ?" Luna hanya mengangguk pelan saat Sheila sudah terlihat murka ketika Luna menceritakan apa yang dia temui kemarin malam saat Damian pulang kerja
"Terus lo ga nanya ?"
Luna menggeleng pelan "Gw takut... Lagian gw masih mau berfikir mungkin dia hanya duduk berdekatan ketika meeting dan--" Sheila menghentikannya; ia mematikan rokoknya dan menujuk ke arah Luna
"Lo fix bego! Ga usah temenan lo sama gw"
"Kok lo gitu sih mba"
"Heh! Lo yang ngalamin gw yang emosi nih. Kenapa sih ga lo tanya laki lo klo perlu lo samperin ke tempat kerjanya. Biar lo tau dan jelas dan ga nerka-nerka gini. Inget lo ada Keenan. Keenan udah SD. Dia pasti udah ngerti kalo lo sama laki lo berantem. Jadi pinter dikit coba" ujar Sheila geram; Luna hanya tersenyum kecut mendengar pendapat dari Sheila
"Terus lo udah ngomong klo kita bakal ke Singapore buat Oil and Communication Summit ?" Tanya Sheila kembali dan Luna hanya menggeleng pelan. Fix Sheila lelah menanggapai perempuan yang ada didepannya ini.
"Lah.. Lo gimana sih ? Lo megang VIP loh Lun.. Lo ngomong lah. Tiket juga udah diurus kan sama Ira. Siapa yang mau urus Pak Ronald klo bukan lo ? Gw sih ogah"
"Heh, bos lo tuh Mba"
"Bos lo juga"
Luna tertawa dan meminum caramel macchiatonya. Siang ini kepalanya cukup panas dengan meeting persiapan Oil dan Communication Summit yang sebentar lagi akan berlangsung. Maka dari itu ia tidak menolak ketika Mba Sheila, supervisiornya yang sekaligus teman dekatnya mengajaknya ke Starbucks.
"Plan lo buat Keenan gimana klo lo jadi ke SG ?"
"Pastinya dan harusnya sama Mas Damian. Mungkin siang akan ke rumah Mas Gian atau ke rumah temen gw Keisha. Baru malemnya nanti dijemput Mas Damian atau ya ikut ke kantor Mas Damian. Tapi nanti dua hari dia ada jadwal kemah dari sekolah"
"Gw sih cuman berdoa laki lo ga ikut-ikutan ada acara aja" ucap Sheila dengan sarkas
"Udah ah ganti topik Mba.. Makin sebel kayaknya lo sama Mas Damian" Luna mencoba mengganti topik dan segera menenangkan Sheila yang sudah emosi setiap Luna bercerita tentang Suaminya. Untuk saat ini, hanya Sheila yang bisa Luna ajak bicara perihal Damian. Karena Sheila pernah menjadi saksi ketika Luna seharian down dikantor. Setelah dipaksa bercerita, akhirnya Luna mengakui bahwa ia dan Damian habis bertengkar. Dan berakhir Luna menangis di Apartment Sheila ketika pulang kerja sebelum menjemput Keenan ditempat lesnya.
"Menurut lo aja!" Ketus Sheila
"Dia baik kok mba, gw aja yang overthinking" bela Luna
"Whatever Lun..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' All in You
Romantik"Trapped up on a tightrope now we're here, we're free. Fallin all in you - Shawn Mendes" Ketika rasa itu kembali dan Jeffrey mendapatkan kesempatannya, apakah ini salah ? Non Baku Warning : Beware for harsh word, fighting scene and some mature conte...