***
"Ayo Zach pelan-pelan saja. Kamu pasti bisa." Zani memberikan afirmasi positif kepada Zach yang saat ini sudah mulai terapi. Disana sudah ada dokter, suster, serta ibu Zira yang setia mendampingi proses penyembuhan Zach.
Lelaki itu berusaha sekeras tenaga untuk menggerakkan kakinya namun rasanya sulit sekali. Zach akhirnya dibantu oleh dua perawat laki-laki untuk membantunya berdiri dan mencapai alat yang digunakan untuk latihan berjalan.
Terapi pertama belum cukup maksimal tetapi itu wajar karena baru pertama kali. Dokter menyarankan agar rutin melatih kakinya agar terbiasa. Setelah sesi terapi selesai Zach kembali dibawa ke kamarnya dengan kursi roda.
"Bisakah kita melihat pemandangan diluar? Aku bosan di dalam kamar." Ujar Zach membuat Zani menghentikkan laju kursi rodanya. Perempuan itu menoleh kepada Bu Zira untuk meminta persetujuan.
"Boleh Zan. Tolong kamu bawa Zach berjalan-jalan ya. Mama akan berbicara dengan dokter dulu." Zani mengangguk mengerti lalu mengajak Zach berkeliling keluar.
Sekarang Bu Zira mulai membiasakan Zani untuk memanggilnya 'Mama'. Bu Zira sudah ngebet ingin menjadikan Zani sebagai menantunya. Tapi rasanya Zani masih canggung jika harus memanggil Zira dengan panggilan 'mama'.
Zani menghentikan kursi rodanya di sebuah taman yang hijau. Disana memang disediakan taman dengan banyak bunga-bunga. Memang tempat yang tepat untuk melepas rasa bosan.
"Indah ya. Tau gitu aku dari kemarin membawamu kesini agar tidak bosan di dalam kamar." Ujar Zani takjub dengan keindahan alam di hadapannya.
"Nggak. Di dalam kamar lebih indah karena ada kamu. Aku lebih suka memandangmu daripada memandang tanaman itu." Zach sudah mulai menggombal membuat Zani berdecih pelan.
"Dasar ya, kamu tuh inget umur deh Zach. Gombalanmu kayak ABG gitu." Zani terkekeh pelan mengejek gombalan Zach untuknya tadi.
"Dih, aku tuh ngomong fakta ya Zan bukan gombal. Lagian ya gombal-gombal gini bisa bikin wajahmu memerah juga." Zach giliran mengejek Zani karena pipinya yang bersemu merah.
Zani spontan menutupi kedua pipinya. Dia saja tak sadar kalau pipinya bisa bersemu merah hanya karena mendengar gombalan ecek-ecek dari lelaki itu.
"Mana ada, ngarang kamu. Ini tuh karena cuacanya panas aja." Zani mencoba mengelak untuk mempertahankan harga dirinya.
"Iya deh iya. Terserah kamu saja." Zach mengalah terlebih dahulu karena dia tahu pasti tak akan menang jika melawan seorang wanita.
Mereka hening beberapa saat. Zach termenung sembari menikmati pemandangan di hadapannya sedangkan Zani juga melakukan hal yang sama. Zani duduk di kursi taman yang berada di sekitar sana. posisi mereka duduk berdampingan walaupun Zach duduk di kursi roda.
Zani menoleh kearah Zach. Lelaki itu seperti memikirkan sesuatu yang berat. tatapannya kosong dan terlihat sendu. Zani sepertinya mengerti apa yang dipikirkan oleh lelaki itu. pasti tak jauh-jauh dari kondisinya saat ini serta mengenai Papanya.
Zani berinisiatif untuk memegang tangan Zach dan memberikan kenyamanan kepada lelaki itu. dia memberikan senyum manisnya kepada lelaki yang telah berhasil menguasai hatinya itu.
"Zan, jika suatu saat nanti aku tidak bisa sembuh dan lumpuh selamanya, apakah kamu masih mau denganku?" Tanya Zach tiba-tiba.
"Apakah perkataanku kemarin kurang jelas untukmu Zach? Apakah kamu masih meragukanku? Ataukah kamu tidak mempercayai kata-kataku kemarin?" Tanya Zani dengan nada kesalnya.
Dia sungguh tak habis pikir dengan Zach. Perempuan itu berulang kali menguatkannya, memberikan semangat dan selalu berjanji untuk berada disisinya. Namun pertanyaan itu selalu saja ia lontarkan.
"Zan bukan begitu, tapi.."
"Tolong berhenti bahas ini ya Zach. Aku minta tolong banget untuk saat ini pikirkan saja kesembuhanmu. Aku disini untuk selalu mendukungmu jadi tolong kamu jangan mudah putus asa seperti itu dan jangan mengandai-andai sesuatu yang kita sendiri belum tahu akan terjadi atau tidak." Pinta Zani dengan penuh kesungguhan. Mata Zani menatap lekat kearah Zach. Lelaki itu merasakan ketulusan dari perempuan di hadapannya itu.
"Terimakasih Zan, terimakasih. Kalau tidak ada kamu mungkin hidupku akan hancur. Mungkin aku memilih mati daripada hidup dengan keadaan seperti ini." Ujar Zach sembari mencium tangan Zani yang berada di dalam genggamannya.
"Kamu harus janji ya Zach, kamu gak akan mempertanyakan hal bodoh itu lagi." Zach mengangguk sembari mengulas senyum hangatnya.
Keberadaan Zani bagaikan embun di pagi hari yang begitu menyejukkan hati. perempuan itu selalu memiliki seribu cara untuk membuat hati Zach merasa hangat. Rasa sedih yang selalu menyelimuti hatinya perlahan sirna. Hanya dengan senyuman dan kata-kata indahnya bisa membuat Zach bersemangat kembali.
"Zach! Aku merindukanmu Zach." Tiba-tiba saja seorang perempuan menghampiri mereka. perempuan itu langsung memeluk Zach yang saat ini terkejut dengan perlakuan tiba-tiba itu.
***
Thanks for reading gaiss...
See u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Zani & Zach ( END ✅️ )
Romance"Aku cinta sama kamu Zan." Duarr.. Ucapan Zach bagaikan petir di siang bolong. Zani diam membeku mendengar pernyataan yang tiba-tiba datang dari mulut Zach. Lelaki itu sebenarnya tak ingin mempersulit keadan tapi dia juga tak bisa menahan hal itu se...