CHAPTER 30

1.4K 168 1
                                    


Alora terbangun dari tidurnya begitu melihat ada cahaya terang yang menyinari langit malam.

Cahaya itu bukan berasal dari bintang, tetap benar-benar terang.

Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Alora berjalan menuju jendela yang ada di perpustakaan melihat dari mana asal cahaya berwarna putih kebiruan itu.

Cahaya itu berasal dari bawah menara astornomi, dan terlihat gerombolan orang berdiri disana.

Tunggu? Cahaya itu berasal dari tongkat, para murid Hogwarts berkumpul di bawah menara astronomi dengan memegang tongkat masing-masing, tongkat-tongkat itulah yang mengeluarkan cahaya kebiruan, sebenarnya apa yang terjadi.

Draco sudah tak ada disampingnya, Alora teringat Draco ada urusan malam ini.

Dengan perasaan yang bercampur aduk, Alora berlari keluar dari Hogwarts menuju bagian menara Astronomi.

Orang-orang tampak mengelilingi sesuatu, gadis itu berjalan menerobos hingga ke tengah kerumunan.

"Oh tidak."

Terlihat Harry yang menangis di pelukan Ginny dengan Dumbledore yang terbaring tak bernyawa.

Semua ini tampak seperti mimpi terburuk bagi Alora, pandangannya menyapu sekeliling, semua siswa, professor meneteskan air mata.

"Draco, ini bukan tugas yang kau maksud kan?"

**

"Kita membunuh Dumbledore! Hahahahaha!" Belatrix tertawa keras begitu mereka sampai di Malfoy Manor.

Hanya ada keluarga Malfoy dan Belatrix di ruangan ini, sedangkan pelahap maut lainnya berada di ruangan berbeda.

Narcissa tersenyum hangat, putranya baik-baik saja, beruntung Snape menepati janjinya untuk melindungi Draco.

"Jadi Draco, tunangan mu akan dilaksanakan pada bulan Agustus." Lucius berkata dengan suara beratnya, Draco menatap ayahnya tak percaya.

"Ayah, aku sudah bilang aku tak menginginkan pertunangan ini!" Pemuda itu masih berusaha mengontrol emosinya.

"Kenapa tidak? Greenggras adalah marga pureblood, kau akan mendapatkan banyak keuntungan." Ujar Bellatrix, "Aku juga akan dengan senang hati mengajarinya agar menjadi seorang pelahap maut."

"Dia masih berada di tahun kelima, Bibi."

"Tak ada salahnya."

Draco menggeleng keras, dan kini laki-laki itu menatap ibunya penuh harap.

"Bu, aku tak menginginkan pertunangan ini. Aku mohon batalkan." Lirih Draco.

Dalam hati Narcissa juga tak tega melihat putranya begini, namun apa boleh buat, ini semua untuk kebaikan Draco sendiri.

"Baiklah. Dengan satu syarat, jauhi muggle itu."

"Muggle apa?" Bellatrix menaikan satu alisnya, "Apakah aku ketinggalan sesuatu, Cissy?" Bellatrix memainkan wand nya sembari menatap adik perempuan nya.

Narcissa menggeleng pelan, "Kau tidak ketinggalan apapun."

Bellatrix memandang curiga ketiga orang penyandang gelar Malfoy ini.

"Baiklah, aku akan mencari taunya sendiri. Dan aku pasti melakukan sesuatu jika aku menemukannya."

Bellatrix ber- apparete, menyisakan Draco dengan kedua orangtuanya saja.

"Lebih baik kau menurut atau Bellatrix akan melukai muggle itu."

***

Alora berbaring di kamarnya menatapa langit-langit kamar.

Sejak kejadian Draco meninggalkan nya di perpustakaan sampai ia pulang ke rumah, Draco sama sekali tidak ada kabar.

Tersirat rasa khawatir juga tak percaya, Draco seorang pembunuh.

Dumbledore saja berhasil Draco lumpuhkan bagaimana dengan dirinya?.

Tak ada yang memberitahu Alora pembunuh sebenarnya, Hermione melakukan itu agar Alora menjauhi Draco.

Tapi nyatanya Alora malah khawatir dengan keadaan Draco, ia yakin laki-laki itu tak akan melakukan itu jika tak diancam oleh You-Know-Who.

Alora tak ingin You-Know-Who menyakiti Draco tapi dia juga tak ingin Draco menyakiti orang lain.

"Argh! Sialan!" Umpat gadis itu sembari melempar bantal ke lantai.

Ketika hendak mengambil bantal yang terlempar, sebuah bayangan hitam berdiri dibalik pintunya.

Merasa ada yang ganjal, gadis itu mengambil wand miliknya di atas nakas dan menggenggamnya dengan erat.

"Siapa diluar?" Tanya Alora setengah berteriak.

"Alora?"

Gadis itu mengerutkan keningnya, "Hermione?" Alora membuka pintu tersebut menampakkan Hermione yang berdiri dengan wand ditangannya juga.

"Kau belum bersiap?"

"Kau juga." Balas Alora.

Terdengar helaan napas dari Hermione, gadis itu melangkah berat masuk kedalam kamar Alora dan duduk di pinggir ranjang gadis itu.

Alora mengikuti kakaknya dan duduk di samping Hermione dengan perasaan was-was.

"Ada apa, Mione?"

Manik coklat itu menatap wajah Alora yang khawatir akan Kakaknya.

"Professor Dumbledore sudah tak ada, yang berarti sudah tak ada tempat yang aman lagi di wizarding world."

"Pelahap maut mengincar Harry, dan kami memiliki tugas untuk menghancurkan hocrux-hocrux Voldemort." Hermione menggigit bibir bawahnya begitu menyebut nama tersebut, "Aku tak akan kembali ke Hogwarts, begitu juga Harry dan Ron. Kau ikut dengan Ayah dan Ibu ke Australia dan jangan kembali ke Hogwarts."

"Apa? Tidak, aku masih harus menyelesaikan tahun keenam dan ketujuh ku."

"Aku juga begitu, namun situasi nya tak memungkinkan, Alora, sekarang Hogwarts akan diambil alih oleh pelahap maut."

"Ikutlah dengan Ibu dan Ayah, jaga mereka untukku."

Alora setia menggeleng, "Tidak, aku tetap akan ke Hogwarts, masih ada Ginny di sana."

Hermione memandang pasrah adiknya, "Jangan berharap Malfoy akan memperlakukan mu sama seperti dia memperlakukan di perpustakaan malam itu."

"Maksudnya?"

"Aku tau, Alora, aku tau." Hermione bangkit dari duduknya dan menggenggam erat tangan Alora. "Tapi sayangnya laki-laki yang kau cintai itu tak akan bersamamu pada akhirnya, ini hanya kisah cinta sesaat."

Alora terdiam seakan mencerna kalimat Hermione.

"Lupakan,  yang jelas aku sudah memperingati mu. Kau harus mengatakan selamat tinggal kepada Ayah dan Ibu kalau begitu."

Alora mengangguk patuh dan menghampiri kedua orang tuanya yang sedang menunggu kedua putrinya turun.

"Alora, kau baru bangun?"

Alora duduk didepan keduanya, "Sudah dari tadi sebenarnya, aku hanya bersantai sebentar di atas."

"Apa kakakmu sudah siap?" Mrs. Granger menuangkan secangkir teh dan menyodorkan nya kepada Alora.

"Sudah."

Alora menyeruput pelan tehnya yang masih panas, matanya menangkap Hermione yang berada dibelakang kedua orang tuanya sedang menodongkan wand nya.

Alora menatap Hermione dengan tatapan bertanya, anak tertua Granger itu mengulurkan tangannya kepada Alora.

Gadis itu tak mengerti apa yang terjadi namun Alora tetap berdiri dan meraih tangan tersebut.

"Aku menyayangimu Ayah ibu."

"Hermione?"

"Obliviate."

***

Lanjut mingdep aku mau tidur dulu!

THE LUCKY MUDBLOOD  {TAHAP REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang