Matahari terbenam sempurna digantikan oleh bulan purnama yang mulai menyinari gelapnya malam, dua remaja berbalut pakaian hitam mengendap-endap dibawah cahaya bulan.
Sebuah bangunan terlihat berdiri ditengah-tengah padang rumput, bagian depan rumah tersebut ditumbuhi dirigible plums yang berwarna oranye.
Keduanya sama-sama diam, bukan karena keheranan melihat bangunan unik seperti itu melainkan tau ini perpisahan bagi mereka dan tidak ada yang bisa memastikan kapan mereka bertemu lagi.
Draco dengan lembut menarik Alora kedalam pelukannya, begitu merasakan hangatnya tubuh Draco air mata Alora meleleh begitu saja, tubuhnya bergetar, ia menangis dalam diam.
"Jangan menangis, Alora." Bisik Draco tepat di telinga gadis itu.
Alora membalas pelukan Draco lebih erat, ia tidak ingin melepaskan nya karena ia tau begitu ia lepaskan Draco akan pergi menghilang begitu saja.
"Sudah, gadis pintar tidak boleh menangis." Draco mengulurkan pelukan nya dan berusaha melihat wajah Alora yang terbenam di dada bidangnya, mata dan hidung gadis itu memerah.
"Aku akan memberi mu hadiah jika kau berhenti menangis." Kata Draco dengan senyuman menjanjikan.
Alora perlahan mengangkat wajahnya dan menaikan satu alisnya.
"Berhenti dulu menangis." Kekeh Draco melihat wajah ingin tahu Alora.
Alora mengusap air matanya dengan lengan bajunya dan kembali menatap Draco yang juga tengah menatap nya.
"Senyumannya mana?"
Alora menghembuskan napas kesal, lalu tersenyum sebisanya.
Draco tertawa dan mengacak rambut gadisnya.
"Baiklah karena kau sudah menurut." Laki-laki itu merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam, mata coklat Alora tidak lepas dari pergerakan tangan Draco yang membuka kotak tersebut.
Mata Alora berbinar begitu melihat sebuah kalung dengan liontin berwana hijau berada didalam kotak tersebut.
"Suka?"
"Itu-" Alora terkesiap, "Liontin yang indah, Draco."
Draco tersenyum penuh arti.
"Berputar lah, aku akan memakaikannya untukmu."
Alora dengan semangat berputar membelakangi Draco, ia menurunkan tudung jubahnya dan mengangkat rambut ekor kudanya membiarkan Draco melingkari lehernya dengan liontin tersebut.
Gadis itu memegangi liontin tersebut dengan senang, begitu ia berbalik lagi ia memberikan senyuman untuk Draco.
"Aku harap liontin ini akan membuat mu selalu teringat denganku."
"Tanpa liontin ini juga aku akan selalu mengingat mu, Dray."
Kedua insan itu kembali memeluk satu sama lain dengan rasa sakit yang ada dihati mereka, Draco mengecup lembut bibir mungil Alora dan mengusap wajah gadis itu.
Alora menggigit bibirnya, rasa manis bibir Draco masih tertinggal di sana.
"Itu bukan untuk yang terakhir kalinya bukan?" Tanya Alora dengan pandangan kebawah.
Draco menggeleng, "Tidak."
Alora mengangguk, "Sepertinya aku harus masuk."
"Ya, seperti nya begitu."
Dengan gerakan pelan dan enggan Draco melepaskan lingkaran tangannya di pinggang Alora.
"Selamat tinggal, Draco."
"Sampai jumpa, Alora."
"Ah yaa, sampai jumpa Draco."
Draco mengangguk, Alora menaiki tiga anak tangga tersebut dan berbalik menghadap Draco.
"Aku akan merindukanmu, Draco." Kata Alora sambil berjalan mundur menuju pintu.
"Aku juga akan merindukan mu, Alora."
Alora tersenyum lalu melambaikan tangannya dan membalikkan badannya, ia mengetuk pintu tersebut dengan perasaan campur aduk.
Krekkkk.
Buumm.
Pintu terbuka bersamaan dengan suara letupan, Alora berbalik dan melihat Draco yang sudah tak ada ditempat semula, laki-laki itu ber-apparate entah kemana.
"Ahh Miss Granger."
Alora tersenyum kaku, tampak Mr. Lovegood dengan pakaian berantakan dan rambut putihnya yang terurai panjang menyambut gadis itu.
***
Draco berdiri di lorong Hogwarts menunggu seseorang, begitu ia melihat gadis berambut merah ia langsung berjalan menuju ke arahnya.
"Weasley."
Bukan hanya yang dipanggil saja yang menyahut, namun begitupun dengan Neville.
"Ada yang ingin ku bicarakan empat mata denganmu."
Ginny diam saja menunggu, begitu juga dengan Neville, Draco mendecak kesal, laki-laki berambut hitam ini tampak tak mengerti kalau ia diusir.
"Kau duluan saja, Neville, nanti aku menyusul."
Awalnya Neville ragu, ia menatap Draco dengan pandangan tak percaya tapi Draco acuh tak acuh.
Setelah Neville pergi baru Draco mulai mengeluarkan suara nya kembali.
"Alora di kediaman Lovegood, dia aman disana." Kata Draco dengan suara pelan.
Ginny mengangguk, "Untuk sekarang. Kau tak akan memberitahu orang tuamu bukan?"
Draco menggeleng.
"Apa kau yakin kau tak akan menusuk Alora dari belakang?" Sinis Ginny, bagaimanapun juga ia masih belum bisa mempercayai Draco dengan sepenuh nya, tapi mengingat semua perlakuan Draco kepada Alora membuatnya mau tak mau harus berdamai dengan Malfoy yang satu ini.
"Tidak."
"Bagus kalau begitu, kepercayaan tak bisa dibeli." Setelah mengatakan itu Ginny meninggalkan Draco begitu saja di lorong Hogwarts yang besar.
Begitu Ginny menghilang di ujung lorong, rasa sakit menyerang lengan kirinya, Draco meringis dan memejamkan matanya berusaha meredam rasa sakit tersebut namun tak bisa.
Ia buru-buru keluar dari Hogwarts dan begitu berada di daerah Hogesmade ia ber-apparate menuju kediaman nya.
‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙
berapa abad sudah aku ga up😭😭 bener bener lupa sama wattpad maapinn, ini juga gk sampe 1000 kata, dari pada ga up sama skali ygy 😭😭 aku bingung mau nulis apaa anyway makasih yg udah setia dan masih nungguin cerita ini.
Dan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yg menjalankan 🙏🙏.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LUCKY MUDBLOOD {TAHAP REVISI}
FanfictionMereka yang disebut keluarga berdarah murni mempertahankan kemurnian mereka dengan tidak menjalin hubungan apapun dengan penyihir selain pureblood. Lalu bagaimana jika salah satu dari mereka tidak sengaja jatuh cinta kepada muggle-born? baca:cinta t...