Lazuar cukup sangsi mengapa Zavian belum juga keluar kamar, padahal ini sudah jam setengah tujuh, sebentar lagi Elvan akan datang menjemput. Karena tidak ingin merepotkan anak tetangganya untuk menunggu Zavian lebih lama lagi, Lazuar pun terpaksa mengetuk kamar ini.
Dua ketuk, tiga ketuk, tapi tidak ada balasan.
Lazuar enggan memanggil, sehingga dia pun berinisiatif untuk mendorong saja pintu ini. Ternyata tidak dikunci dan seisi kamar tidak disusupi cahaya matahari sama sekali. Tirai belum disibak, selimut jatuh di lantai, Lazuar mengesah frustasi. Namun, sejauh matanya memandang, dia belum melihat keberadaan Zavian.
"Papa."
"Ah!" Lazuar reflek berteriak, dia kaget bukan main saat Zavian tiba-tiba menyentuh kakinya di tengah keheningan ini. Entah sejak kapan, Zavian bersimpuh di lantai tepat di sebelah pintu, yang jelas Lazuar benar-benar tak habis pikir dengan tingkah ajaib remaja berusia tujuhbelas tahun itu, "Ngapain kamu di situ?!"
"Vian ngga enak badan. Hari ini bolos boleh?"
Lazuar mendadak kesal mendengar penuturan Zavian barusan, akhirnya dia pun menarik badan menggigil itu hingga berdiri, baru berdesis, "Kenapa? Gara-gara kemaren? Lemah. Baru segitu, udah tepar. Kamu ini laki-laki, mana ada laki-laki selemah kamu? Hah?!"
Zavian terlonjak sedikit saat gelegaran Lazuar cukup mengejutkannya, "Tapi, Vian beneran ngga enak badan, Pa. Vian mau tidur aja. Vian ngga mau sekolah. Pokoknya, Vian mau sembuh—"
"—engga! Tetep masuk sekolah! El bentar lagi dateng. Papa ngga mau tau, kamu udah harus siap abis ini!"
"Ngga mau!" Vian memberontak, dia berusaha melepaskan diri dari pegangan kuat Lazuar. Meski berhasil, dia hanya sempat menjauh sekitar tiga langkah sebelum lengannya kembali digapai paksa, "Vian sakit, Pa! Kata Mama, kalo sakit harus istirahat—"
"—Mamamu itu udah ngga ada! Sekarang, kamu cuman perlu nurutin Papa! Ngerti ngga?! Awas kamu ngelawan terus!"
Kemudian, tangan Lazuar berpindah menuju rahang Zavian, ia tanpa hati mencengkeramnya kuat-kuat padahal sepasang mata itu sudah berair. Sepersekian detik setelahnya, Lazuar membanting wajah Zavian, benar-benar tak peduli saat anak itu meringis sebab kepalanya terantuk dinding.
"Vi—Vian kedinginan—"
"—pake jaket!"
Lantas, bel rumah mereka berdenting, sudah pasti Elvan ada di sana.
***
Di perjalanan ke sekolah, Zavian tidak seceria biasanya, dia lebih banyak diam, bahkan tidak menunjuk sana sini.
"Uhm," Elvan berdeham di jarak terjauhnya dengan Zavian, "Itu toko mainan yang mau lo samperin, kan?"
Zavian tidak menoleh pada apa yang dimaskud Elvan, tatapan kosongnya hanya mengarah pada sepasang sepatunya, sedikit banyak dia sedang menahan rasa lemas di badannya. Zavian meriang, kepalanya pusing, pandangannya pun berkunang, tapi dia memaksa diri untuk tetap melangkah, padahal kaki-kakinya juga masih pincang.
Elvan tidak mau terlalu peduli, bukan urusannya, urung ikut campur, jadi dia hanya mengedik sekilas sampai akhirnya mereka menemukan tempat masing-masing di dalam busway. Elvan duduk di bangku paling belakang, sementara Zavian duduk di bangku tengah. Sesuai kesepakatan, mereka akan menjaga jarak sejauh mungkin.
"Tumben amat, abis kesambet apa, ya?" Elvan bermonolog, tapi tatapannya tak luput dari mengawasi Zavian; yang memang terlihat pucat dan sempoyongan sejak tadi, "Mana mungkin baterenya abis? Kan dia selalu penuh energi."
Segala kesangsian itu diperkuat saat Zavian tiba-tiba menoleh padanya sehingga Elvan juga buru-buru mengalihkan arah tatapannya menuju jendela. Zavian berniat meminta bantuan Elvan, entah untuk membawanya ke klinik atau ke puskesmas, dia sungguh sudah siap pingsan sekarang. Namun, Elvan sepertinya enggan peka, seperti biasa dia akan bersikap acuh tak acuh terhadap Zavian. Meskipun kejanggalan atas perubahan Zavian memang agak membuat Elvan ketar-ketir, dia hanya takut dianggap lalai dan berujung dimarahi habis-habisan ibunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mimosa [✓]
Novela JuvenilJUDUL SEBELUMNYA [SORROWFUL MISERY] Zavian tidak bisa memilih dia akan terlahir di keluarga siapa dan dalam keadaan bagaimana, tapi takdir Tuhan ternyata suka sekali bermain dengannya. Ia dibenci semua orang hanya karena dia tidak beruntung. Di usia...