"El."
Ketika Elvan berhasil membaca gerak bibir Zavian, dia justru buru-buru berbalik. Semula ingin segera meninggalkan tempat ini, tapi ternyata Lazuar sudah menghadangnya lebih dulu. Laki-laki itu tersenyum ramah, seperti tidak terjadi apa-apa sebelum ini, seperti ia tak melakukan kesalahan terhadap Zavian yang dipergoki Elvan.
"Makasih, El. Udah dateng."
Elvan pun turut mengulas senyum, tapi mimik wajahnya pasti tak bisa menyembunyikan bahwa ia masih terkejut, "Iya, Om. Sama-sama. Makasih juga, menunya pada enak-enak ampe aku kekenyangan," Ia putuskan untuk mencairkan suasana sambil sesekali menoleh ke belakang punggungnya, Zavian masih berdiri di sana, tak bergerak.
"Tadi Vian bikin ulah lagi, makanya Om kasih tau."
Padahal Elvan tak meminta penjelasan apapun dan dia tahu betul bahwa bukan seperti itu yang sebenarnya terjadi. Namun, demi menjaga kesopansantunan yang dijunjung tinggi-tinggi oleh keluarganya, ia pun segera mengangguk paham. Karena tidak tahu harus membahas apa, Lazuar akhirnya memanggil Zavian. Begitu Zavian mendekat, Elvan hanya menemukan ekspresi takut dari wajah yang biasa ceria itu.
"El," cicit Zavian, tidak berani mendongakkan kepalanya, "Temenin Vian, ya? Laper."
Zavian lebih memilih dimarahi Elvan dari pada Lazuar, jadi dia tak gentar saat memutuskan untuk menggelayut di lengan teman sebayanya itu. Sementara Elvan, dia jelas merasakan bahwa Zavian sedang berusaha menariknya untuk keluar dari atmosfer mencekam ini.
"Mm," Elvan malah menggumam sambil melempar tatapan minta ijin ke Lazuar, "Ya, deh."
Namun, ketika mereka berdua hampir berlalu dari hadapan Lazuar, Lucy justru muncul di depan mereka; dengan gaun putihnya, dengan rambut gelungnya, dia sangat menawan. Menurut Elvan, keanggunan Lucy serta merta mengingatkannya pada Sarona.
"Tante nyariin Vian tadi, taunya sama El. Abis yang balik cuman Sasta ama Jafar, Tante jadi kepikiran," Tidak dipungkiri, Lucy lega seketika saat menemukan Zavian baik-baik saja dan Elvan bahkan bisa mendapati ketulusan dari ungkapan itu, "Yuk, Tante temenin. Vian belom makan apa-apa, kan? El udah cobain kukis-kukisnya belom?"
Lazuar memperhatikan masih dari tempatnya berdiri, ia tidak mungkin bergabung ke lingkup itu sebab dia terang-terangan antipati dengan Zavian dan entah bagaimana persepsi Elvan setelah mengetahui fakta tersebut.
"Laz," Tiba-tiba Lucy memanggil, "Ayo. Ngapain bengong di situ?"
***
Setelah pesta pernikahan resmi berakhir, Lazuar membereskan barang-barang dari rumah lama yang bisa dibawa ke rumah baru, selebihnya akan ia tinggalkan untuk si penyewa nanti. Zavian juga sibuk di kamar, meski dengan berat hati ia tetap mengemas semua yang ada di ruangan ini; foto-foto, buku-buku, dan lego kesayangannya. Ia memasukkan satu demi satu ke dalam kotak sambil sesekali memandangi seisi kamar yang sebentar lagi jadi ruang kosong ini. Padahal sudah belasan tahun dia habiskan waktu di sini, ada banyak kenangan dan memori yang tentunya tak semudah itu dilupakan.
"Vian," Lucy tiba-tiba sudah berada di ambang pintu, "Udah selese, Sayang?"
Lucy memang tidak pernah bisa meninggalkan sisi Zavian setelah resmi menjadi istri sah Lazuar. Dia benar-benar memastikan bahwa Zavian tak perlu meneteskan air matanya lagi atau bahkan harus bersedih setiap teringat ketidakadilan dunia ini padanya. Jadi, sekalipun keberadaannya masih ditolak Zavian, Lucy tetap ingin menjadi seorang ibu bagi anak itu.
Seperti biasa, Zavian hanya akan diam. Belakangan ini, dia memang tidak pernah mengoceh hal-hal remeh lagi.
"Kalo capek, istirahat dulu aja," Lucy akhirnya ikut bersimpuh di sebelah Zavian, lalu ia mengintip sedikit barang apa saja yang ada di dalam kotak itu, "Wah, Vian bawa lego juga, nanti Tante beliin yang baru, ya? Ada buku ensiklopedia setebel ini, ntar Tante lengkapin koleksinya, ya? Ada foto Mamanya Vian juga, ntar Tante pajang di kamar Vian, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimosa [✓]
Fiksi RemajaJUDUL SEBELUMNYA [SORROWFUL MISERY] Zavian tidak bisa memilih dia akan terlahir di keluarga siapa dan dalam keadaan bagaimana, tapi takdir Tuhan ternyata suka sekali bermain dengannya. Ia dibenci semua orang hanya karena dia tidak beruntung. Di usia...