33; tidak tahu

458 57 5
                                    

"Liyas!"

Callice tentu tidak bisa menghentikan Liyas yang sudah membabibuta menghajar Zavian, jadi dia hanya bisa menangis sebab mendapati Zavian yang tidak melawan Liyas sama sekali, justru menimbulkan rasa bersalah di dadanya.

"UDAH, YAS, UDAH! KAMU CUMAN SALAH PAHAM!"

Karena jam pulang sekolah, penjaga Perpustakaan sudah tidak di sini. Di suasana sesepi ini, Callice hanya menyaksikan keributan yang tak bisa dia hentikan.

"GUE SELAMA INI UDAH DIEM AJA, YA! TAUNYA LO EMANG NGELUNJAK!"

Liyas berteriak sambil menduduki perut Zavian, tangan kanannya sudah melayang di udara, hampir menghantam pipi kiri korbannya, tapi dalam sekejap keadaan berbalik sehingga dia yang tertarik ke arah belakang—Elvan ternyata pelakunya.

"LO NGAPAIN MUKULIN VIAN, HAH?"

Liyas sigap menangkap kepalan tangan Elvan, lalu mengulas seringainya sambil berdesis tajam, "Harusnya lo tau kronologisnya dulu, yang salah itu tetangga autis lo!" Lantas, dia menengok ke tempat Zavian terlentang di lantai dengan rembesan darah dari sudut bibirnya, "Dia yang salah, El!"

Elvan akhirnya menjauh dari Liyas, dia mengamati kekacauan di sini untuk sesaat. Callice tidak mendekat ke Zavian lagi, padahal gadis itu selalu mengkhawatirkan siapapun. Elvan jadi mensinyalir bahwa dia melakukannya, kemungkinan besar Liyas akan mengamuk lagi. Ia mulai paham duduk permasalahannya sekarang, sudah jelas karena Liyas cemburu.

Liyas memperhatikan keterdiaman Elvan, baru memulai lagi, "Jangan pake alesan karna dia autis, terus gue harus maklumin semuanya. Mana bisa gue maklum kalo pacar gue dipegang-pegang, hah?!" Kemudian, dia frustasi sendiri, ada kesahan napas berat, apalagi dia tidak tega mendapati tangis Callice, "Bayangin lo di posisi gue! Apa ngga gelap mata?!"

Elvan berdecak, dia belum mau menanggapi Liyas, tapi dia bergegas menarik badan Zavian agar berdiri tegap di belakangnya.

"Lo selesein masalah lo sama cewe lo. Bukannya gue belain Vian, tapi ini anak tau batesan. Dia berani lewat, karna ada yang mempersilahkan, kan?" Elvan kini sengaja melirik Callice, tatapannya ambigu, "Gue sama Vian ngga akan nuntut lo buat minta maaf, Yas. Tapi gue mohon, lupain kejadian ini, jangan sampe kesebar ke anak-anak laen. Untung ngga ada cctv di sebelah sini."

Setelah mendongak ke sudut-sudut Perpustakaan, Elvan segera meraih ransel Zavian, lalu tanpa mengucap apa-apa dia juga segera menarik lengan mantan tetangganya itu.

Mereka pergi dari sana, sisakan dua sejoli yang kembali berperang batin.

***

"KAN UDAH GUE BILANG JANGAN DEKET-DEKET CALLICE!"

Semburan amarah Elvan sempat mengejutkan Zavian, ia gemetar seketika. Beruntung lapangan parkir sudah sepi, jadi hanya menyisakan mereka berdua di sini. Kemudian, Zavian beranikan diri untuk mendongak, dengan ragu ia pun mencicit pelan.

"Vian ngga tau. Vi—Vian ngga ngerasa salah, tapi kenapa Liyas mukul Vian?"

"Emang lo ngapain?" Elvan akhirnya melunak sambil menyalakan mesin motornya, "Lo beneran pegang-pegang Callice? Sembarangan banget."

"Vian ngga tau kalo kaya gitu ngga boleh. Kenapa ngga boleh? Vian cuman suka sama poninya Callice, tadi ada yang kaya nusuk-nusuk mata Callice, jadi Vian benerin—"

"—ngga boleh! Ngga boleh pegang-pegang tanpa ijin gitu! Apalagi ke cewe, apalagi ke cewe yang udah punya pacar! Lagian, Callice juga, sih! Kenapa ngga buru-buru nolak coba?" Elvan pun kembali emosi, tapi dia tetap menaiki motornya sekalian menyuruh Zavian duduk di belakangnya, "Itu, luka lo diobatin dulu ngga? Mampir Apotek, deh."

Mimosa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang