"Kenapa baru bisa dihubungi?!"
Suara Park Jimin begitu memekakkan telinga kala Jihyun mengangkat teleponnya, tepat saat ia baru sampai di rumah. Jihyun melirik jam dinding, sudah pukul sepuluh malam dan ia baru pulang.
"Aku baru pulang, habis menemani Tuan Kim—"
"Menemani ke mana? Pekerjaanmu sebenarnya apa? Sekretarisnya, atau asisten pribadi? Atau kau hanya pesuruh?"
"Jaga bicaramu, Park Jimin! Aku menemani Tuan Kim menjenguk ibunya di rumah sakit. Atas inisiatifku sendiri, ingat itu." Jihyun kesal sekali. Padahal, ia sudah sangat lelah seharian ini, mengapa Jimin malah menuduhnya yang tidak-tidak?
"Ayah dan Ibumu akan kembali ke Jepang minggu depan. Kau tidak akan menginap di sini sesekali? Ah iya, aku lupa, kau terlalu sibuk mengurusi bosmu itu."
"Tujuanmu meneleponku apa, sih? Ingin membuatku kesal? Aku capek, dan sekarang baru sampai rumah, bisakah membuatku tidak emosi?!" Jihyun memang kerap terlibat adu mulut dengan Jimin.
"Kupikir, kau harus membicarakan hubunganmu dan Taehyung dengan serius," ujar Jimin tiba-tiba kala Jihyun masih memarahinya.
"Taehyung lagi? Kau pikir aku tidak muak membahas hubungan kami yang sudah selesai sejak lima bulan lalu?!" Emosinya makin tersulut dengan pembahasan mengenai Taehyung.
"Jihyun-ah," Jimin menjeda sebentar. "temanku itu masih menyukaimu, percayalah."
"Aku sudah tidak peduli lagi, meskipun dia sendiri yang berkata itu. Aku tak ingin mengganggu hubungannya dengan Youngmi. Kasihan anak itu, dia tidak boleh patah hati."
"Kau memikirkan orang lain? Bagaimana perasaanmu sendiri? Bagaimana dengan orang tua kalian yang ingin kalian menikah? Pikirkan itu juga, Bodoh! Youngmi hanya dekat saja dengan Taehyung, tak ada hubungan istimewa seperti bersamamu dulu."
"Mungkin belum."
"Ya, sebelum itu terjadi kau harus menikah dengan Taehyung, atau ... setidaknya kau tegaskan bahwa Taehyung milikmu pada Youngmi."
"Jimin-oppa, aku dan Taehyung tidak bisa bersama lagi. Jangan paksa kami menjalin hubungan lagi, itu membuatku muak. Aku lebih senang bekerja seharian daripada harus bersama Taehyung lagi."
"Ya, tentu saja kau lebih senang bekerja seharian. Karena ada Kim Namjoon, kan? Tentu saja, aku paham, Jihyun."
Jihyun mengepalkan tangan kuat-kuat, sepupunya ini memang sangat menyebalkan. "Kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, kututup teleponnya sebelum kubanting ponselku."
"Kau kenapa? Pulang dari rumah sakit kok jadi brutal seperti itu?"
Tanpa menjawab, Jihyun mematikan sambungan telepon dan melempar ponselnya ke kasur. Malas sekali membahas hubungannya dengan Taehyung, hanya membuat kepalanya pening. Ia pikir, dengan berakhirnya hubungan mereka lima bulan lalu, hidupnya akan tenang, ternyata malah lebih rumit.
Jihyun melirik jam dinding, sudah pukul sebelas, dan dirinya masih berpakaian kerja. Jihyun sadar bahwa ini sudah kelewat malam untuk disebut pulang bekerja. Akan tetapi, bukankah dirinya yang secara sukarela menawarkan diri untuk menemani Namjoon ke rumah sakit? Ya, Jihyun suka melihat interaksi Namjoon dan ibunya, mereka saling menyayangi dan membuat hatinya tenang. Membuat penilaiannya terhadap Namjoon semakin berubah sejak pertama kali mereka bertemu.
Gadis itu segera mengambil ponselnya yang berdering singkat, notifikasi pesan yang ia atur khusus untuk satu orang, hanya untuk Namjoon. Tentu saja, agar Jihyun tahu kalau pesan itu dari Namjoon dan ia tidak akan mengabaikannya karena pasti penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away [KTH] ✅
FanfictionTrilogy of Maknae Line EPISODE I Perjodohan terjadi sebab kedua orang tua mereka bersahabat sejak lama. Tak disangka, mereka berhasil menjalin hubungan hingga bertahun lamanya. Namun, di tahun ketiga, semuanya kandas. Membuat mereka memutuskan untuk...