15 - TUMBANG

13 4 0
                                    

Sudah seminggu sejak kematian ibunya, Namjoon masih belum juga ke kantor sebab pria itu tumbang. Pria itu tidak mau makan dan sekarang hanya terbaring lemah di kamarnya. Menjadikan Jihyun harus bolak-balik ke kantor dan rumah Namjoon demi keberlangsungan perusahaan agar tidak kacau sebab ketidakhadiran Namjoon.

Kala jam makan siang, Jihyun ke rumah Namjoon untuk mendapatkan tanda tangannya pada beberapa berkas. Ia melihat Namjoon yang terbaring di ranjang dengan tubuh yang terbalut selimut. Pria itu tidak tidur, terlihat sedang melamun. Pandangannya menatap kosong jendela yang masih tertutupi gorden.

Jihyun mengetuk pintu yang terbuka dan langsung masuk sebab Namjoon tidak menyadari kehadirannya. Gadis itu menarik gorden hingga cahaya matahari masuk membuat Namjoon silau.

"Kau mau apa ke sini?" protesnya. "Kenapa dibuka? Silau."

Jihyun menarik kursi dan mendudukinya dekat ranjang Namjoon. "Kau harus bangun. Aku membawa beberapa berkas untuk ditanda-tangani."

"Kau saja yang memimpin perusahaan. Aku sudah tidak berminat." Namjoon membelakangi Jihyun dan menutupi seluruh tubuh dengan selimut.

"Tidak berminat?" Jihyun menarik selimut pria itu. "Aku juga membawakanmu makanan karena bibi bilang kau belum makan sejak pagi. Kalau kau tidak makan, bagaimana dengan obatmu? Aku diomeli Seokjin-oppa karena kau tidak mau minum obat. Apa-apaan? Memang aku siapa?"

Jihyun sudah tak tahan lagi. Kini, ia seolah berhadapan dengan seorang anak kecil yang tak mau minum obat. Ya, Namjoon sang pemimpin perusahaan yang berwibawa berubah menjadi anak kecil manja yang masih bergulung-gulung di kasur pada saat jam makan siang.

Mendengar omelan Jihyun, akhirnya Namjoon terbangun. Pria itu terduduk sembari menumpuk bantal untuk dijadikan sandaran.

"Mana berkasnya? Kalau sudah kutanda-tangan, kau akan pergi, kan?" Namjoon merampas berkas-berkas yang dipegang Jihyun dan meminta bolpoin.

"Kau harus segera sembuh. Orang kantor banyak yang merindukanmu," ujar Jihyun sembari membawa semangkuk sup hangat dari meja. Sebelum datang ke sini, Jihyun sempat menyiapkan sup kesukaan Namjoon.

"Tak usah berbicara omong kosong. Tidak akan ada yang merindukanku. Mungkin, kau saja yang merindukanku," tutur Namjoon yang sibuk membaca berkas yang akan ia tanda tangan.

"Ya, aku merindukanmu. Sangat rindu. Kalau kau ke kantor, untuk meminta tanda tangan, aku tidak perlu mendatangimu jauh-jauh ke sini. Aku hanya bekerja di kantor, tak perlu bolak-balik ke rumahmu. Aku tak perlu mewakilimu untuk meeting, meng-handle semua pekerjaan yang terbengkalai, ditambah banyak karyawan menyebalkan yang menanyakan kabarmu karena kau tidak bisa dihubungi." Jihyun menumpahkan semua kekesalannya.

"Cepatlah sembuh, aku akan segera mengurus surat pengunduran diri," tegas Jihyun.

Namjoon terperangah kaget dengan yang ia dengar barusan. "Apa kau bilang? Kau mau mengundurkan diri?"

Jihyun mengangguk yakin. "Ya, memangnya kenapa?"

Namjoon mendecak. "Kau mau perusahaanku hancur, hah?"

"Pekerjaanku sekarang makin melelahkan. Aku tak sanggup," keluh Jihyun terang-terangan. "Sekarang, aku bukan hanya membantu pekerjaanmu, tapi mengerjakan hampir seluruh pekerjaanmu. Tidak sekalian saja kau jadikan aku pemimpin perusahaan."

Namjoon membuka mulutnya tiba-tiba. "Aku akan makan."

Jihyun menyerahkan mangkuk sup di tangannya.

"Aku harus memeriksa berkas ini. Aku minta bantuan tanganmu sebentar," cerca Namjoon.

"Bilang saja ingin disuapi," gerutu Jihyun sembari menyiapkan suapan untuk Namjoon.

"Aku akan makan, minum obat, dan segera sembuh agar kau tidak merindukanku lagi," paparnya membuat Jihyun segera menyumpal mulutnya dengan sup. Namun, Namjoon tampak menikmati.

So Far Away [KTH] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang