Chapter 20

23.8K 1.4K 4
                                    

Haii teman-teman...
Jangan lupa wee tekan bintangnya dulu sebelum baca😌

Happy reading🌻
.
.

"Saya hanya cukup dengan satu wanita dan saya hanya mencintai istri saya selamanya". Tutur Gus Aidan dengan penuh penekanan di akhir kalimat. Naura yang mendengar penuturan dari Gus Aidan langsung terduduk saat itu juga.

"Limadza Gus?! saya sangat sakit hati, saya iri kepada Ning Afiza!". Naura menunduk seraya menitiskan air mata, kala perasaan cintanya tertolak mentah-mentah dihadapan banyak orang.

"Penyakit hati memang sulit untuk disembuhkan, maka dari itu perbanyak berdzikir mengingat Allah. Jangan merasa yang paling tersakiti, dalam hal ini tidak ada yang menyakitimu. Bahkan yang menyakitimu bukanlah perasaan cintamu, melainkan dirimu dan harapanmu sendiri. Mengapa kamu berharap kepada manusia yang jelas pada akhirnya dapat mengecewakan? seharusnya seseorang itu berharap hanyalah kepada Allah SWT saja.". Jelas Gus Aidan dengan wajah tegasnya.

Allah SWT berfirman : "Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap". (QS Al-Insyirah : 8).

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia". (Ali bin Abi Thalib).

"Jodoh itu tertulis di lauhul mahfudz, jika memang kamu tidak bersama orang yang kamu cintai, mungkin orang itu tidak baik untukmu. Bisa saja yang menurutmu baik untukmu, tapi menurut Allah tidak baik untukmu, dan begitu sebaliknya". Lanjut abah Rofiq.

"Kamu adalah wanita yang sempurna, masih banyak laki-laki yang lebih baik dari saya. Tugasmu hanyalah memperbaiki diri sampai dipertemukan dengan yang terbaik pula!". Sambung Gus Aidan.

"Benar nak, yang terpenting teruslah memperbaiki dan memantaskan diri agar menjadi yang lebih baik lagi. Meski kamu sangat mencintai seseorang, tapi orang yang kamu cintai bukanlah takdirmu, kamu harus melepaskannya, dengan begitu kamu akan menemukan dirimu yang lebih bahagia lagi. Pasti Allah akan mempertemukanmu dengan seseorang yang menurut-Nya tepat. Bangunlah!". Ucap ummi Fatimah mengakhiri.

Merasa puas dengan segala penuturan dari abah Rofiq, ummi Fatimah juga Gus Aidan, kini Naura tersadar bahwa cara dia mencintai itu salah karena dirinya selama ini terlalu memaksakan rasa cintanya itu.

"Mungkin saya terlalu sibuk mencintai seseorang yang bahkan tidak menaruh perasaan sedikitpun dengan saya, sehingga saya lupa untuk mencintai diri saya sendiri". Naura mengusap air matanya kasar lalu bangkit dari tempat ia terduduk.

"Semua yang Gus Aidan, abah kyai dan bu nyai katakan benar. S-saya minta maaf yang sebesar-besarnya terutama pada Gus Aidan dan juga Ning Afiza". Hening, tak ada yang menjawab perkataan Naura. "Silahkan hukum saya Gus, dan saya mohon maafkan saya".

"Minta lah maaf pada istri saya, dan saya tidak akan menghukummu. Jadikan ini sebagai pelajaran!". Ucap Gus Aidan dengan raut muka datar.

"Na'am Gus, izinkan saya bertemu dengan Ning Afiza".

"Tidak sekarang, biarkan istri saya beristirahat, besok kamu boleh temui dia".

"Baik Gus, terima kasih". Gus Aidan mengangguk.

Naura melihat ke arah Rehan yang sedari tadi senantiasa menunduk. "Rehan, afwan ya dan syukron karena kamu telah membantu untuk menyadarkan ku". Rehan hanya mengangguk dan mengulum senyumnya.

"Alhamdulillah, sudah ya masalah ini kita anggap selesai". Ujar abah Rofiq.

"Yasudah ustadz ustadzah kami pamit, dan kamu. Kamu boleh pergi dari sini, satu pesan saya. Jangan pernah kamu mau diajak bekerja sama dalam hal buruk seperti ini sekalipun kamu mendapat imbalan besar, ingat janji Allah itu benar dan pasti!". Ucap Gus Aidan menunjuk laki-laki tersebut.

Uhibbuka Fillah Gus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang