Chapter 6

30.3K 2.1K 4
                                    

Satu minggu kemudian, dimana waktu untuk menyetorkan hafalan pun tiba. Seluruh santri putra dan santri putri kelas 12 berkumpul di gedung aula ma'had.

"Ini Gus, data para santri yang wajib setor hafalan". Ucap ustadz Zayyan seraya menyerahkan lembaran yang berisi nama-nama santri.

"Iya, syukron ustadz".

"Bagaimana Gus, bisa kita mulai sekarang setorannya?". Tanya ustadz Zayyan, karena ia melihat Gus Aidan tengah melamun seperti memikirkan sesuatu.

"Sebentar ustadz, saya rasa bukankah lebih baik kalau santri putri di simak oleh ustadzah saja?".

"Afwan Gus, sepertinya tidak bisa, karena masih banyak persiapan imtihan yang harus dikerjakan oleh ustadzah".

Gus Aidan menganggukkan kepalanya seraya membulatkan mulutnya sehingga membentuk huruf O.

"Yasudah mari kita mulai ustadz". Titah Gus Aidan dan mendapat anggukan dari ustadz Zayyan.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh". Salam ustadz Zayyan pada seluruh santri.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh".

"Bisa langsung kita mulai setor hafalannya, harap diperhatikan tajwid dan makharijul hurufnya ya, karena itu sangat berpengaruh dengan nilai kalian".

"Na'am ustadz". Jawab para santri kompak.

Seluruh santri putra maupun santri putri maju secara bergilir. Bukan dengan urutan abjad nama atau nomor absen, namun sesuai dengan kesiapan masing-masing.

"Eh abis ini aku maju, dah rapi belum?". Tanya Naura pada dua sahabatnya seraya membenarkan khimarnya.

"Gak akan diliat Gus Aidan, Nauraaa". Ucap Naya.

"Ish apaan sih Nay, sok tau banget!".

"Udah-udah, iyaa tuh udah rapii banget Ra". Lerai Lisa.
Pasalnya, jika Lisa tidak melerai, maka bisa saja Naura dan Naya akan terus berdebat hingga pergantian tahun.
Lalu, Naura bergegas maju untuk menyetorkan hafalannya. Dan ya, ia berhasil menghafalkannya dengan lancar.

Naura berjalan kembali ke tempat duduknya semula. "Kesel bangett ih". Naura mendengus kesal.

"Bener kan yang aku bilang?". Sahut Naya enteng.

"Udah deh Ra, percuma kan kamu begitu, Gus Aidan emang ngejaga pandangan banget". Tutur Lisa.

"Afiza kamu nggak mau maju?". Tanya Sinta, karena saat ini hampir seluruh santri telah menyetorkan hafalannya masing-masing. Namun Afiza malah tetap duduk santai.

"Ana akhiron (saya terakhir) Sin".

"Yaudah deh terserah kamu".

Kini seluruh santri sudah selesai, Afiza berjalan maju dengan gugup. Entah gugup karena takut lupa atau gugup karena yang menyimak adalah Gus Aidan langsung.

"Tafadhol". Ucap Gus Aidan dengan pandangan yang tetap tertuju pada mushaf yang ia pegang.
Afiza mengangguk dan memulai setorannya.
Hingga sampai dipertengahan.

"Wa maa alainaa-".

"Wa maa 'alainaa-, harus perhatikan huruf 'ain". Sahut Gus Aidan membenarkan. Afiza mengulangi ayat tersebut dengan benar dan melanjutkan sambungan ayat tersebut hingga akhir.

"Tolong diperbaiki lagi makharijul hurufnya!". Peringat Gus Aidan pada Afiza. Dan Afiza hanya mengangguk nurut.

"Kholas, semua sudah menyetorkan hafalan, kalian boleh kembali ke asrama masing-masing. Santri putra dulu yang keluar setelah itu santri putri, jangan berdesakan. Saya akhiri assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh". Ucap ustadz Zayyan mengakhiri kegiatan.

Uhibbuka Fillah Gus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang