PROLOG

88.5K 3.9K 231
                                    

Allow, Assalamualaikum semuanya.

Call me MAMACA ;)

Ini cerita pertamaku. I hope, kalian akan menikmati karya yang masih banyak kurangnya ini. Semoga suka dan enjoy, pren.

Jangan lupa vote dan taburi komen di setiap baris. Karena semangat MAMACA hanya ada di kalian semua yang membaca cerita ini.


🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋


Kenyataannya, berstatus sebagai anak kiya'i yang biasanya disebut Gus belum bisa orang katakan kalau ia adalah laki-laki yang baik. Pasti ada di antara mereka yang sifatnya berbanding terbalik dengan gelar yang mereka miliki.

Sama seperti Al Habibie Akbar. Laki-laki yang bergelar Gus namun sifatnya sangat buruk. Habibie kabur dari pesantren sudah lima bulan lamanya, alasan ia berani meninggalkan orangtua dan juga pesantren adalah, ketika ia tahu jika kedua orangtuanya akan menjodohkan ia dengan gadis yang Habibie sendiri tidak tahu itu siapa.

Habibie hanya ingin bebas tanpa harus berhubungan dengan pesantren dan juga apapun yang berbau religi. Apalagi ketika ia tahu jika ternyata gadis yang akan dojodohkan dengannya adalah seorang Ning yang saleha.

"Gue pulang ke pesantren atau nunggu gue dicariin aja, ya? Tapi ini udah lima bulan dan satupun orang dari pesantren belum ada yang nyari gue!" Habibie mengacak rambutnya.

"Kalau nggak pulang, bisa-bisa gue mati kelaparan di sini. Tapi kalau gue pulang gitu aja, gue gengsi."

Di tengah banyaknya isi kepala yang berdebat. Tiba-tiba saja ia tersentak kaget mendengar suara seseorang.

"Pulang saja, Al Habibie."

Habibie kaget mendengar suara tersebut, pasalnya dari tadi hanya ada dia di taman itu. Ia berbalik arah dan sudah mendapati Fahmi yang notabene Ustad di pesantren sekaligus sahabat Habibie sendiri.

"Bikin gue kaget aja lo, Mi."

Fahmi tersenyum dan mengambil tempat duduk di sebelah Habibie.

"Udah lima bulan lo nggak pulang, Al. Ummi sama Abi setiap hari nanyain gue apa udah bisa ngajak lo pulang. Gue malu harus jawab, belum bisa Ummi, belum bisa Abi."

Habibie memutar bola mata jengah.

"Buat apa gue pulang? Buat jadi Ustad di pesantren kayak lo? Atau buat dijodohin sama cewek jadi-jadian itu?"

Mendengar kalimat cewek jadi-jadian dari Habibie, Fahmi jadi tertawa.

"Sekarang lo boleh bilang kalau Ning Jasmine itu cewek jadi-jadian, tapi waktu lo ketemu langsung dengan dia dan lo lihat wajahnya, gue jamin mata lo nggak ngedip. Jantung lo bakal bekerja lebih kencang. Bro, Ning Jasmine cantiknya nggak manusiawi."

Apakah Habibie akan percaya? Tentu tidak! Baginya perempuan paling cantik hanya perempuan pilihannya. Mau secantik apapun kalau Habibie tidak tertarik, semuanya akan terlihat biasa saja.

"Gue udah pernah lihat foto Jasmine. Ummi pernah nunjukin. Mukanya biasa aja, nggak doyan gue."

"Ayolah, Bro. Dari kecil lo nggak pernah nurut sama orangtua lo. Anak mereka Cuma lo, nggak ada lagi. harapan mereka Cuma Al Habibie. Kalau lo nggak mau ngajar di pesantren, baik. Tapi setidaknya lo nurut buat nikah sama Ning Jasmine. Lo nggak kasian sama Ummi? Belakangan ini beliau sering sakit."

Habibie kontan menatap Fahmi. Senakal dan seliar apapun ia, kalau soal Ummi, Habibie pasti khawatir.

"Ummi sakit?" tanyanya yang diangguki oleh Fahmi.

Habibie Mine (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang