🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋
•
•
Kaki Habibie sudah bisa lepas perban. Laki-laki itu pun mulai bisa melakukan aktifitas ringan. Seperti mengemudi misalnya. Berhubung semalam Jasmine mengeluh jika perutnya terasa keram. Maka hari ini habibie memilih menemani perempuan itu ke rumah sakit.
"Lain kali kalau lagi sedih, moodnya nggak bagus. Jangan lampiaskan ke kandungan kamu. Makan sedikit setidaknya untuk dia."
Jasmine melirik laki-laki yang tengah menyetir itu. Ia mendengus dan tidak mau menjawab ucapan Habibie.
Mata Jasmine masih terus fokus pada setiap objek yang ia lihat lewat kaca mobil.
"Jasmine. Kamu dengar saya?"
Tetap tidak ada jawaban.
"Kalau kamu masih marah soal kemaren. Saya minta maaf lagi. Kalau boleh jujur. Saya juga tidak mau seperti ini. Saya juga ingin mengingat semuanya. Soal kamu, soal saya satu tahun yang lalu, dan juga soal kita."
"Tidak tahu seromantis apa kita sampai santri-santri mengatakan kalau keadaan saya semenyedihkan itu sebab tidak ingat soal kita. Tapi yang perlu kamu tahu hanya satu, Jasmine."
Habibie melirik sekilas ke arah istrinya yang bahkan tidak ingin menatapnya.
"Mulai sekarang saya tidak akan pernah lupa kalau kamu adalah istri saya dan Zhafira adalah masalalu saya. Ingatan ini boleh hilang, momen-momen indah itu boleh hilang, tapi saya akan berusaha untuk memastikan jika cinta itu akan kembali lagi dengan wujud yang lebih indah dari sebelumnya."
Satu tangan Habibie mendekati jemari perempuan itu. Namun, Jasmine tetap tidak mau. Ia menepis tangan suaminya.
"Kamu masih belum maafin saya?"
"Jasmine. Semuanya tidak sengaja. Kamu nyalahin saya seolah-olah saya sengaja mengobrol dengan Zhafira. Itu bukan saya, itu hanya ambisi Habibie yang dulu. Kamu bilang kalau sekarang saya adalah suami kamu. Jadi, saya minta maaf untuk kelakuan Habibie yang dulu."
Jasmine langsung menoleh ke Habibie. Kedua matanya berkaca-kaca kala menatap laki-laki itu.
"Harusnya kalau kamu udah sadar bahwa Jasmine adalah istri kamu. Harusnya kamu nggak perlu nanggepin obrolan Zhafira apalagi harus ngungkit soal kalian yang gagal nikah."
"Kamu tahu nggak. Kita pernah berantam cuma karena dia. Jasmine sampai masuk rumah sakit karena perut Jasmine kebentur ujung meja. Dan yang harus kamu tahu, Zhafira pernah nawarin dirinya buat jadi istri kedua kamu."
"Dan kamu pikir aku bakal baik-baik aja ngeliat kamu sama dia ngobrol kayak tadi, ha? Biasanya Habibie selalu bisa nenangin Jasmine. Kalau dia salah dia pasti berusaha buat memperbaiki semuanya."
"Habibie yang dulu selalu nanya apa dada Jasmine sesak kalau kita lagi berantam, peluk Jasmine yang lama tanpa harus diminta, dan Habibie selalu bisa buat Jasmine luluh dalam sekejap waktu."
Laki-laki itu tiba-tiba menginjak rem mobil. Kendaraan itu terhenti di pinggir jalan. Lalu, ia menatap Jasmine dengan intens.
"Maaf kalau saya tidak seperti Habibie mu yang dulu."
"Apa yang saya lakukan hari ini di luar kendali saya." Habibie kembali meraih jemari istrinya. Ia genggam dengan begitu hangat. "Boleh kalau saya minta kamu untuk negur dan nasehatin saya kalau kesalahan itu kembali muncul?"
Jasmine terdiam tidak menjawab. Dan saat itu Habibie mengusap puncak kepala Jasmine dengan lembut.
"Maafin, Mas, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Habibie Mine (TERBIT)
RomanceSegera terbit dengan cover dan isi baru di novel🙌🏻 Tentang Al Habibie Akbar yang berstatus Gus. Namun, perilakunya benar-benar tidak seperti seorang Gus pada dasarnya. Habibie liar, bahkan ia pernah kabur dari rumah karena orangtuanya menyuruh ia...