Habibie Mine 06

35.4K 2.8K 135
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

***

Sesampainya di kamar. Jasmine langsung melihat Habibie yang tengah duduk di balkon kamar.

Ia tutup pintu kamar dan berjalan menghampiri laki-laki itu.

"Gus," panggil Jasmine.

Habibie melirik ke arah istrinya.

"Keganggu dengan asap rokok?" Tanya Habibie dengan dingin.

Jasmine tersenyum seraya mengangguk.

Langsung saja Habibie mematikan rokoknya. Ia buang, padahal rokok itu masih utuh. Lalu, matanya mengarah ke Jasmine yang duduk tepat di sebelahnya.

"Gus, Jasmine boleh bicara?"

Habibie menggeleng.

"Saya kumur-kumur dulu. Nafas saya bau rokok, takut kamu keganggu."

Ketika Habibie berdiri, Jasmine menahan tangan suaminya. Laki-laki itu menatap wajah polos Jasmine yang tengah menggeleng.

"Jasmine nggak pa-pa. Duduk," titahnya.

Dengan patuh, Habibie kembali duduk.

"Mau dengarin istrinya ngomong, nggak?" Tanya Jasmine.

"Silakan."

Jasmine meraih tangan Habibie. Ia mainkan jemari panjang laki-laki itu. Sampai akhirnya ia mulai berbicara dengan hati-hati.

"Ada masalah apa sama propesi guru?"

"Bukan propesinya, Jasmine."

"Lalu?" Tanya perempuan itu.

Iris mata Habibie melirik ke arah Jasmine. Ia menghela napas pelan.

"Dari saya kecil, pendidikan, tempat sekolah, semuanya diatur oleh Abi. Tugas saya harus menurut dan menurut. Setiap saya meraih sebuah prestasi, teman-teman saya akan mengatakan kalau semua piala yang saya raih itu adalah sebuah kecurangan, saya menang karena saya adalah anak pemilik pesantren. Dan sekarang Abi menyuruh untuk menjadi guru. Apa kata orang? Menjadi guru karena ini pesantren milik Abinya?"

Jasmine tersenyum hangat. Ia usap lutut suaminya.

"Istrinya udah boleh ngomong?"

"Hum."

"Kalau ada yang bilang Gus bisa jadi guru di pesantren hanya karena Gus anaknya Abi, Gus tinggal jawab, iya. Kenyataannya memang iya, kan? Bahkan untuk jadi pemilik pesantren juga bisa. Posisi itu memang sudah menjadi hak, Gus. Abi itu sudah tua, sayang. Abi butuh istirahat. Kamu anak satu-satunya yang bisa bantu Abi untuk tetap ngembangin pesantren."

"Jasmine?"

Perempuan itu tersenyum. "Kenapa? Mau protes sama pendapatku?"

Habibie tidak berani mengatakan iya. Walaupun kenyataannya ia menolak asumsi istrinya.

"Nurut sama Abi, bisa?"

"Sayang!" Habibie menggeleng kepala tak setuju.

"Jasmine, kamu ngerti posisi saya, kan? Saya tidak suka jadi guru di pesantren milik Abi saya. Pusing dengarin omongan orang lai...."

CUP

Ucapan Habibie terhenti ketika Jasmine dengan tiba-tiba mencium sudut bibirnya. Iris mata laki-laki itu melirik tajam ke istrinya.

"Pentingan omongan orang lain apa omongan istri?" Tanya Jasmine.

Habibie menarik napas dalam-dalam, lalu ia hembuskan perlahan. Ia perdekat bibirnya dengan Jasmine. Namun, baru saja ujung bibirnya bertemu dengan ujung bibir perempuan itu. Habibie langsung tersadar.

Habibie Mine (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang