Habibie Mine 32

20.3K 2.5K 254
                                    

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋

Kali ini Jasmine ingin keras kepala. Ia tidak akan membiarkan Habibie begitu saja lupa padanya. Habibie harus mengingatnya!

Kedua mertua serta Abah sudah melarang Jasmine agar tetap memakai kursi roda. Namun, Jasmine menolak. Ia memaksakan dirinya untuk berjalan. Lagi pula hanya tubuhnya yang lemas, bukan kakinya yang lumpuh.

Perempuan yang tengah hamil itu membuka pintu ruangan Habibie. Jasmine duduk di kursi sebelah brankar suaminya. Nampan yang berisi bubur ia letakkan di atas nakas.

"Ngapain kamu ke ruangan saya lagi?" tanya Habibie dengan cukup dingin.

Jasmine mengambil mangkuk bubur itu.

"Pertanyaannya disimpan dulu, ya. Sekarang, Mas harus makan. Kata dokter, kalau hari ini kepalanya sudah tidak sakit lagi. Mas boleh pulang ke rumah. Jasmine yang akan rawat, Mas."

"Saya tidak mau. Apa hak kamu ngerawat dan pegang-pegang saya?!"

Jasmine tidak menjawab. Se-sendok bubur ayam itu yang justru Jasmine hidangkan di hadapan mulut Habibie.

"Buka dulu mulutnya," titah Jasmine dengan lembut.

Alih-alih menurut, Habibie justru menggeleng dan menutup mulutnya.

"Mas!" panggil Jasmine dengan mata yang menatap tajam laki-laki itu.

Habibie pun ikut melototkan matanya ke Jasmine. "Ngapain kamu pelototin saya?" sewot laki-laki yang kepalanya masih diperban itu.

"Ih, makan dulu, Mas."

"Saya tidak mau disuapin sama kamu."

Jasmine menghela napas pelan. Ia meletakkan mangkuk bubur itu kembali ke atas nakas. Kemudian, kedua matanya mengarah fokus pada Habibie.

"Mas, kamu benaran lupa sama Jasmine? Bilang kalau Mas cuma jahilin Jasmine."

Kening Habibie langsung mengernyit.

"Harusnya hari ini kita lagi pilih-pilih perlengkapan Adek bayi di toko. Kamu pasti akan goda-goda aku waktu di jalan. Kamu pasti akan belikan aku es krim dan minuman matcha. Harusnya hari ini kamu akan nemenin aku berjemur di taman rumah."

"Mas, ayo sembuh. Sembuh buat aku dan anak kita. Jasmine akan di sini, Jasmine akan terus nemenin kamu. Tolong berjuang buat pulihin ingatan itu," pinta Jasmine dengan begitu memohon.

Habibie hanya diam. Ia seperti orang yang tidak tahu entah bersikap seperti apa. Jasmine? Ia tidak mengenalinya.

Tiba-tiba saja Jasmine menggenggam tangan Habibie. Dan kali ini tidak ada penolakan dari laki-laki itu ketika Jasmine memegang bahkan mencium tangannya.

"Ini Jasmine. Kamu boleh lupa sama semua kenangan kita. Kamu boleh lupa kalau kamu pernah mencintai aku dengan begitu hebat. Tapi kamu harus ingat kalau perempuan yang tengah memegang tangan kamu ini adalah istri kamu."

Habibie menutup matanya sekilas. Ia bingung harus mengatakan apa?

"Ayo panggil aku. Sebut nama Jasmine sekali saja. Biasanya kamu akan panggil aku dengan banyak sebutan. Jasmine, istriku, Zaujati, Khumairahnya Al Habibie. Ummanya Adek bayi. Ayo panggil Jasmine lagi dengan sebutan itu, Mas."

Kedua mata Habibie tiba-tiba berkaca-kaca seolah ingin menangis. Tanpa terasa satu butir air mata menetes dari sudut mata Habibie.

"Saya lupa. Saya tidak ingat. Tapi saya merasa sedih. Kamu siapa sebenarnya?" tanya Habibie lagi dengan suara yang tidak lagi sejutek tadi.

Habibie Mine (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang