Bab 6] jebakan

4.3K 366 33
                                    

Beberapa minggu berlalu.

Di Suatu sore yg cerah, terlihat jay yg tengah duduk dimeja belajar, jemari lentik memegang pen, soal demi soal dia pecahkan. Fokus akan materi yg sebentar lagi diujikan. Tak sangka kalau waktu berjalan begitu cepat, dia sedikit bersyukur setelah kejadian 'itu' tak ada lagi gangguan yg menghampiri jay.

Jam menunjukan pukul 16.40 ,ternyata sudah lebih dari 3 jam ia berkutat dengan soal latihan. Jay meregangkan tubuhnya yg terasa kaku, lalu Menata buku dan alat tulis ketempatnya semula.

Dia sempat bingung harus melakukan apa, pasalnya hari ini kebetulan jay mendapat cutinya. Usai merapikan kamarnya jay pergi keluar kamar, dia berjalan ke bawah dan melihat sang ibu yg sedang memasak didapur.

Jay menghampiri beliau, memeluknya erat dari belakang. "Aku merindukan ibu.." bisik si anak di telinga orang tuanya.

Sang ibu berbalik dia membalas pelukan putranya, membisikan kalimat yg sama. Memang akhir-akhir ibunya sering pulang telat dikarenakan pekerjaan yg kian menumpuk. Sedikit penyesalan beliau tidak bisa melihat buah hatinya tumbuh, dia yg dipaksa oleh sang takdir untuk menjadi orang tua tunggal dimasa muda.

Menjadi figur seorang ayah sekaligus ibu dari putra tercintanya. Meskipun begitu tak pernah dalam hatinya menyalahkan sang takdir, melihat senyum manis dari anaknya saja sudah mengobati rasa lelah akibat hidup yg terlalu berat.

Keluarga kecil yg sederhana, keduanya saling melengkapi dan menyayangi.

"Jay, maafkan ibu yg tidak bisa menjadi orang tua yg baik. Sungguh ibu menyesal tidak bisa melihat putra kebanggaan ibu telah tubuh sebesar ini." Tetesan air mata, mulai berjatuhan, ia mengelus rambut putranya penuh sayang.

Keduanya berpelukan lama, menyalurkan rasa rindu yg terpendam. Tangisan sang ibu sedikit membuat jay sakit, dia yg seharusnya merasa bersalah katena belum bisa menjadi anak yg dapat dibanggakan.

"Aku janji, apapun caranya aku akan membuat ibu bahagia.'

...

"Jay, bagaimana dengan sekolahmu?"

"Semua baik, tidak ada masalah yg perlu ibu khawatirkan." Ujar jay sembari tersenyum manis seolah tak ada masalah.

Padahal beberapa hari ini dia mengalami bully, Mulai dari dikunci dalam toilet, dijegal kakinya saat dikantin, lokernya yg penuh dengan sampah dan lebih parahnya lagi pernah suatu ketika dirinya disiram dengan air bekas pel yg berbau menyengat. Jika mengingat semua itu jay merasa muak sendiri.

Sungguh kekanak-kanakan sekali jika benar pelaku dibalik semua itu adalah owen. Rasa bencinya akan sosok pirang itu semakin mendarah daging.

"Benarkah? Syukurlah, maaf ibu yg sering meninggalkanmu jay.. ibu..."

Ibunya kembali menangis ia tak sanggup menyelesaikan perkataannya. Jay beranjak, dia memeluk ibunya berusaha menengangkan beliau.

"Itu bukan salah ibu aku sudah dewasa, aku mengerti apa yg ibu lakukan semua untukku. Semua penggorbanan ibu selama ini.. maaf jay belum bisa menjadi kebanggan ibu." Jay mengelus tangan ibunya air matanya sudah menetes sedari awal.

"Tidak.. jay adalah kebanggaan ibu, satu-satunya harta berharga yg ibu miliki. Ibu sayang kamu.."

"Aku juga..;hikss- sayang ibu."

Sikap dingin yg selama ini dia tunjukan hanyalah topeng untuk menutupi kerapuhan dirinya. Jay adalah anak yg sensitif, dia bisa menangis jika menyangkut ibunya.

...

Selesai dari acara makan yg makannya, jay berniat membantu mencuci piring kotor namun ibunya menghentikan gerakannya.

Honest Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang