|28.| Ikuti Dia

147 24 24
                                    

"Siapapun, bisa menjadi apapun."

🥑🥑🥑

Waktu 24 jam yang sangat berarti untuk keluarga Bimantara di Vila Ansa. Memang, ada bagian dimana kabut kesedihan menyelimuti saat mengingat si bungsu yang sudah ada di pangkuan Sang Kuasa.

Senyuman manis terukir di bibir Raya begitu indra pengelihatannya menangkap plakat bertuliskan XI IPS 1. Gadis itu berhenti melangkah, lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan seorang lelaki yang sejak tadi jalan beriringan dengannya.

"Inget, ya. Kalau ada apa-apa, langsung telepon gue. HP jangan sampai mati. Paham?" Gio menatap lurus ke arah manik mata saudara kembarnya itu.

"Paham, Bos!" seru Raya sambil memperagakan gerakan hormat. Tak lupa senyuman lebar yang membuat kedua matanya menyipit.

Gio terkekeh. Tangannya bergerak mengacak gemas puncak kepala Raya. Setelah memastikan kembarannya masuk, Gio melangkah menuju kelasnya sendiri.

Sementara itu, Raya yang baru saja mengistirahatkan tulang ekornya dibuat kaget dengan suara cempreng yang bersumber dari pintu kelas.

"OMGGG! RAYAAA!!! MY BESTIEEE!!! AKHIRNYA LO COME BACK JUGAAA!!!"

Nadia berlari ke arah Raya, lalu memeluk erat sahabatnya itu. Raya yang mendapat perlakuan manis Nadia pun tersenyum lebar. Jujur, ia sangat merindukan gadia berisik ini.

"Sumpah! Lo kenapa nggak ngabarin gue, sih, kalau hari ini masuk?" protes Nadia seraya melepas pelukanya.

"Emang harus?"

"Harus, dong!"

"Kenapa gitu?"

"Karena ... " Nadia tersenyum puas melihat muka penasaran Raya. "Gue punya informasi penting buat lo."

Raya mengernyit heran. Gadis itu menoleh ke arah Lilac yang menunjukkan gerak-gerik aneh. Sepertinya, ada hal penting yang sudah Raya lewatkan. "Informasi apa?"

Lilac yang duduk tepat di tengah-tengah Raya dan Nadia, mengarahkan pandangan ke arah belakang kelas. Spontan, Raya mengikuti jejak pandang si setan gemoy itu.

"Laila?" tanya Raya yang lantas dijawab anggukan oleh Nadia.

🥑🥑🥑

Kegaduhan di area kantin tak sedikitpun merusak konsentrasi Raya untuk mengamati dengan seksama sebuah video pada ponsel dalam genggamannya. Semakin lama, tanpa sadar tangannya menggerakkan layar ponsel kian dekat dengan mata.

"CK!" Raya berdecak keras sambil melempar asal benda pipih itu ke atas meja.

"Handphone gue, Ay!" teriak Nadia sambil melotot ke arah Raya dan mengamankan ponselnya.

"Lo nggak bisa nebak itu siapa?"

Raya mendesah pasrah. Kepalanya menggeleng lesu, tanda bahwa jawaban dari pertanyaan Nadia adalah tidak. "Jaraknya terlalu jauh. Resolusi videonya juga nggak seberapa tinggi."

"Tapi dari postur tubuhnya, kayak familiar," ucap Malika yang baru saja selesai menonton video di ponsel Nadia.

"Gue rasa, pelakunya ada di sekitar kita," sahut Aletta.

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang