|17.| Abah

304 68 47
                                    

Kembali bersama saya Milo di sini 🤗

VOTE dan KOMENMU semangatku! 🔥🔥

Spam 🥑, please?

•••

"Udah dikasih napas gratis, minimal bersyukur."

🥑🥑🥑

Sore hari, keluarga Bimantara sudah tiba di rumah Mita. Mereka disambut hangat di sana. Terutama Rose dan Raya. Sejak awal datang, Rose, Raya, dan Mita tak berhenti membicarakan hal-hal menarik menurut mereka.

Di ruang tengah rumah bertingkat dua itu, ada 6 orang dewasa yang duduk melingkar memenuhi sofa. Gio, Gilang, Raya, Rose, Mita, dan Rama---suami Mita. Di bawah sofa, terdapat karpet berbulu warna hitam yang kini menjadi tempat bermain Desya, Pevita, dan Dara.

"Jadi, gue harus bantu dengan cara apa?" tanya Mita. Tadinya mereka berniat untuk menunggu Arion, namun laki-laki itu susah dihubungi.

"Minta tolong Abah, bisa?"

Abah yang dimaksud oleh Rose adalah sosok penjaga Mita dengan wujud kakek-kakek bersurban. Dalam keadaan mendesak, sosok Abah ini bisa mengubah wujudnya menjadi macan putih.

"Si Lilac nggak sanggup?" tanya Mita.

Rose melirik Raya sejenak, juga dengan Lilac yang duduk di samping anak gadisnya itu. Rose menggeleng lemah. "Makhluk ini kiriman dukun. Sosoknya hitam tinggi. Wajar kalau Lilac takut."

"Gue coba komunikasi dulu."

"Masuk ke aku aja, Tante," sahut Raya. Bagaimanapun, Raya merasa dirinyalah yang butuh di sini.

Mita menatap lekat ke arah Raya. "Kamu yakin? Badan bisa memar-memar lho kalau Abah masuk."

Raya mengangguk mantap. Bibirnya sudah terbuka, hendak mengutarakan kesanggupannya lewat lisan. Tapi, sebuah suara mengintrupsi.

"Nggak, Ay."

"Biar Tante Mita aja, ya, Sayang?"

Tahu 'kan siapa pemilik kedua suara itu? Ya. Siapa lagi jika bukan Gio dan Gilang pelakunya.

"Pa, Yo, please." Raya menatap dua lelaki yang paling berarti di hidupnya dengan tatapan memohon. Gadis itu mengabaikan tatapan tajam Gio dan tatapan melas Gilang. "Di sini aku yang butuh, jadi harus aku."

"Tapi, Sayang ...."

"Ay! Nurut aja kenapa, sih?!"

"Udah-udah." Seperti biasa, Rose harus turun tangan untuk mengatasi sikap posesif Gilang dan Gio pada putrinya. "Mama yakin Aya bisa. Tenang. Ada kita semua yang bakal jaga Aya di sini."

Raya tersenyum lebar. Manik matanya bergulir ke arah Mita yang sejak tadi memperhatikan interaksi keluarga kecil itu. "Ayo kita mulai, Tan."

🥑🥑🥑

Meski baru menginjak semester awal, Arion sudah sering merasa pusing akibat tugas-tugas kuliahnya. Laki-laki dalam balutan hoodie abu-abu pekat itu memarkir motor sport-nya di teras rumah. Kedua alisnya bertaut heran saat melihat sebuah mobil asing terparkir di sana.

Melihat pintu rumah yang tidak tertutup, Arion melangkah masuk. Ia dibuat kaget sekaligus senang melihat keluarga Bimantara berkumpul di ruang tengah.

"Aya!" seru Arion.

Ekspresi senang di wajahnya lantas berubah saat Arion mendapat tatapan penuh arti dari semua orang. Bahkan kedua adik perempuannya, Desya dan Pevita.

Manik mata Arion mengekori pusat perhatian semua orang. Raya. Setengah wajah gadis itu tampak tertutup rambut. Matanya terpejam. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Arion dapat melihat memar di pergelangan tangan kiri Raya.

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang