|40.| Pakai Dukun?

182 13 0
                                        

"Haus banget, ya?" tanya seorang laki-laki pada gadis di sebelahnya dengan senyuman lebar.

Yang ditanya mengangguk cepat. "Banget!" jawabnya lalu kembali meneguk es teh manis yang beberapa saat lalu ia beli.

Dokter Cakra terkekeh geli melihat reaksi Raya. Perempuannya ini sungguh menggemaskan! Jemari laki-laki itu kemudian bergerak menyelipkan anak rambut gadisnya ke belakang telinga. "Habis ini masih mau main? Atau udahan?"

Raya berpikir sejenak. Bola matanya bergerak ke arah jam tangan yang ia kenakan, pukul 14.30. Memang belum semua wahana ia naiki, mengingat sangat susah untuk membujuk Dokter Cakra agar mau menemaninya. "Udahan aja deh. Belum belanja juga."

Dokter Cakra mengangguk paham. "Mau makan dulu habis ini?"

"Boleh!" jawab Raya semangat. Naik wahana yang memacu adrenalin ternyata cukup menguras energi dan berujung membuatnya merasa lapar.

Puas beristirahat, dua sejoli itu melangkah beriringan menuju pintu keluar. Sinar matahari yang begitu terik tak membuat Dokter Cakra malas untuk menggengam erat tangan Raya di sepanjang langkah.

Sementara itu, Raya merasa kurang fokus dengan yang terjadi di sekitarnya setelah ia mendengar suara, "Dia mengurungnya."

🥑🥑🥑

"Sampai sekarang Afta masih ngira kalau gue amnesia. Tiap siang dan malam, dia rutin kasih minuman ke gue. Di saat itu, kita bisa manfaatin buat cari obatnya. Gio cari di kamar Afta, sementara yang lain di kamar bawah yang Gio bilang mencurigakan, sementara gue bakal berusaha mengulur waktu."

Begitulah intruksi Andra yang menjadi cikal bakal dari aksi mereka hari ini. Tepat saat Afta keluar dari kamarnya, Gio mulai beraksi. Sebisa mungkin cowok itu bergerak cepat, namun tetap teliti. Mulai dari laci, lemari, meja belajar, nakas, tas, bahkan sampai tempat tersembunyi seperti bawah bantal. Gio juga mencari ke kamar mandi. Tapi nihil, ia tak mendapat apapun.

Gio terduduk lemas di tepi ranjang. Cowok itu meraup kasar wajahnya, frustasi sebab tidak mendapatkan benda yang ia cari. Gio menoleh sejenak ke arah pintu. Belum ada tanda-tanda Afta akan kembali. Sialan, Afta benar-benar memastikan Andra meminum obatnya. Tapi jika diingat-ingat lagi, Gio tidak melihat Afta mengambil obat itu terlebih dahulu sebelum pergi ke kamar Andra. Apa mungkin obatnya memang tidak di kamar ini?

Selang 5 menit, notifikasi dari ponselnya menunjukkan kabar dari Andra bahwa Afta baru saja pergi dari kamarnya. Dan benar, tak lama kemudian Gio melihat Afta memasuki kamar. Begitu Afta kembali, Gio bergegas mencari alasan untuk pulang. Gio sudah tidak ada urusan lagi di sini.

"Ta, gue cabut ya? Disuruh nyokap cepet-cepet balik, urgent katanya," ucap Gio.

"Lah? Buru-buru banget?" Alis Afta menukik heran.

Gio menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal. Sialan, dia gugup! "Iya, nih. Nggak tahu juga kenapa tiba-tiba banget."

"Ya udah kalau gitu. Besok-besok main lagi kesini ya? Pintu kamar gue selalu terbuka buat lo." Afta tertawa di ujung kalimat.

Kamar?

KAMAR?!

MAMAAA! TOLONGGG!

Gio menjerit kencang dalam hati. Tanpa mengulur waktu lagi, ia bergegas enyah dari hadapan laki-laki sinting yang sialnya adalah teman Gio sendiri.

Keluar dari rumah Afta, Gio dan kawan-kawan langsung memilih lokasi yang strategis untuk membahas masalah ini lebih lanjut. Dan pilihan mereka jatuh pada kediaman keluarga Bimantara.

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang