"Ini gue Nadia. Aletta kecelakaan---"
Dua kata terakhir cukup membuat Gio bertransformasi seperti orang kesetanan. Ia dengan cepat meraih kunci motor, lalu berlari keluar kamar. Pikirannya berkecamuk sekarang. Penuh rasa khawatir dengan kondisi Aletta.
Gio merasa bersalah mengizinkan gadisnya itu keluar tanpa dirinya.
Sampai di ruang tengah, Gio dihadang oleh Rose. Karena terburu-buru, Gio tak menyadari kehadiran mama dan papanya yang sudah bergabung dengan Raya dan Dokter Cakra.
"Gio mau kemana?" tanya Rose.
"Rumah sakit. Aletta kecelakaan," jawab Gio cepat. Tanpa mempedulikan reaksi keluarganya, Gio kembali beranjak.
🥑🥑🥑
"Nad, ini ada apa?"
Itu adalah pertanyaan yang otomatis meluncur dari mulut Raya saat melihat Nadia duduk lemas di kursi tunggu depan ruang ICU. Jarak 2 kursi dari Nadia, ada Gio yang sedang menunduk. Setelah kepergian Gio tadi, Raya dan yang lain menyusul menggunakan mobil Dokter Cakra.
"Ay." Melihat kehadiran Raya, Nadia berdiri dan memeluknya erat. Dapat Raya rasakan badan Nadia bergetar hebat. Gadis itu menangis.
Raya melirik ke arah papanya. Laki-laki itu mengambil posisi duduk di sebelah Gio, tampak berusaha menenangkan kembarannya. Lalu Gio mendongak, seketika Raya dibuat terkejut melihat kedua mata Gio yang sudah merah. Kembarannya itu menangis. Kemudian, pandangan Raya beralih pada pintu ruang ICU.
Separah itukah kondisi Aletta?
Setelah Nadia lumayan tenang, kedua gadis itu duduk sebelahan. Raya yang mendapat air mineral dari Dokter Cakra kemudian mengulurkannya kepada Nadia. Dengan sabar, Raya menunggu sahabatnya itu benar-benar tenang dan siap cerita.
"Udah siap cerita?" tanya Raya saat melihat Nadia mulai menatap lekat ke arahnya.
Nadia mengangguk. Gadis itu menghembuskan nafas sejenak. "Tadi di sekolah kita dapat tugas kelompok prakarya, seperti yang udah gue ceritain ke lo." Sore tadi, Raya memang mendapat informasi dari Nadia bahwa mereka bertiga satu kelompok dalam tugas prakarya yang akan dikumpulkan minggu depan. Nadia dan Aletta berniat untuk membeli bahan-bahan, lalu mengerjakannya di rumah Raya. "Nah, pas gue sama Aletta di kasir mau bayar belanjaan kita, Aletta lihat Afta bareng sama tante-tante gitu. Karena penasaran akhirnya kita ikutin lah. Sampai Afta sama tante-tante itu keluar mal juga kita masih lanjut ikutin. Akhirnya, gue yang nyetir. Sekitar setengah jam, tiba-tiba mobil gue ada yang nabrak dari belakang."
Dari sini Nadia berhenti. Air matanya kembali mengalir deras. "Aletta ... Aletta pingsan. Kondisinya lebih parah karena dia nggak pakai seatbelt."
Nadia kembali menangis tergugu. Ia sungguh merasa bersalah dengan kondisi Aletta sekarang. Andai dirinya bisa memastikan gadis itu memakai sabuk pengamannya dengan benar, mungkin kondisi Aletta tidak separah sekarang.
Raya kembali memeluk Nadia. Kedua sahabat itu menangis bersama sekarang. Di tengah aktivitas mereka, sesosok wanita berambut pendek tampak berdiri di hadapan Raya. Tak lama, wanita itu menunjuk ke pintu ICU. "Dia tau sesuatu."
Dia?
Dia siapa?
"Tadi di sekolah Aletta cerita ke gue," ucap Nadia. Tangisannya sudah mereda. "Katanya semalam dia mimpi didatengin sama salah satu penjaganya yang temenan sama Lilac. Aletta bilang, dia dapat ciri-ciri dukun yang sekarang ngurung Lilac."
"Penjaga Aletta yang temenan sama Lilac?" tanya Raya yang dijawab anggukan oleh Nadia. Ah! Raya ingat. Lilac pernah bercerita bahwa si setan gemoy itu tertarik dengan salah satu penjaga Aletta yang bernama Jina. Sosok itu 7 tahun lebih tua daripada Lilac. "Terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RALILAC
Horror"Ada yang bisa bikin kamu pergi dari aku nggak?" "Ada." "Apa?" "Kalau bola mataku ketemu." *** Ini kisah 'sederhana' antara Raya dan teman tak kasat matanya, Lilac. Si setan gemoy yang selalu ada di setiap momen dalam hidup Raya, meski Lilac sendiri...