Raya disambut dengan kegelapan yang begitu pekat saat membuka mata. Perlahan, samar-samar Raya bisa melihat bahwa dirinya masih ada di rumah Afta. Lebih tepatnya, di ruang tengah. Raya dapat melihat sosok Abah, Rokky, dan Al di sana.
"Ayo. Waktu kita tidak banyak," ucap Abah yang menyadarkan Raya tentang tujuannya ada di sini.
Abah berjalan di depan, disusul Al, Raya, dan Rokky di belakang. Sekarang Raya baru dapat melihat secara gamblang, begitu banyak makhluk mengerikan di rumah ini. Dan mereka semua jahat. Sekuat tenaga Raya mempertahankan energinya agar tidak terlalu cepat terkuras.
"Akh!"
Raya tak dapat menghindar saat sebuah tangan terasa menarik cepat pergelangan kakinya, hingga membuat Raya terjerambab. "Ssshhh ..." Gadis itu mendesis lirih, merasakan sakit di sekujur tubuhnya yang membentur lantai.
Sial. Baru mulai sudah dibikin sakit.
"Raya, ada apa? Jangan lama-lama."
Itu suara Mita. Suara itu pula yang menyadarkan Raya tentang tujuannya kemari. Akhirnya, gadis itu berusaha bangkit. Manik matanya sejenak bergilir pada ketiga sosok yang menemaninya. Kemudian, Raya mulai melangkah.
Sepanjang jalan menuju kamar Andra, Raya dapat melihat begitu banyak sosok mengerikan yang ingin menyerangnya. Sekuat tenaga, Abah, Rokky, dan Al menangkal serangan itu.
"Fokus, Raya. Jalan terus. Nggak usah lihat samping," ucap Rokky sesaat setelah menangkis tangan burik yang hendak menyentuh Raya.
"Raya? Kamu sudah menemukan kamar Andra?" Pertanyaan Mita terdengar tepat saat Raya menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu yang ia yakini sebagai kamar Andra.
"Sudah."
"Buka pintunya. Hati-hati. Akan ada banyak yang menyambut kamu."
Raya tidak bodoh dalam mengartikan kata menyambut yang Mita bilang. Gadis itu meneguk salivanya dengan susah payah. Sejenak, Raya menoleh ke arah Rokky. Makhluk itu yang paling akrab dengannya saat ini. Mendapat anggukan singkat dari temannya, Raya menghela nafas, kemudian meletakkan tangannya di atas gagang pintu. Dengan degub jantung yang menggila, perlahan Raya menekan apa yang semula ia pegang.
"Argh!"
Teriakan Raya menggema saat sosok berwajah hitam hampir saja menyerangnya. Beruntung Abah sigap dan dapat menangkal serangan itu.
"Raya? Kamu sudah masuk?"
Suara Mita kembali menyadarkan Raya. "Sudah, Tante."
"Lilac ada di dalam lemari. Dia dalam posisi terikat. Hal yang perlu kamu lakukan hanyalah melepas ikatannya dan membawa Lilac pergi dari sana. Paham, Raya?"
"Pa-paham, Tante." Sejak Mita menjelaskan, tatapan Raya sudah terpatri pada sebuah lemari yang tampak memancarkan cahaya biru. Raya tahu betul, itu adalah aura Lilac. Ciri khas Lilac jika sosok itu ingin ditemukan adalah dengan memancarkan auranya. Bisa dibilang, itu seperti sebuah sinyal.
"Hati-hati," ucap Rokky yang lantas mendapat anggukan singkat dari Raya.
Tanpa membuang waktu lagi, Raya bergegas menghampiri lemari tempat Lilac berada. Jemarinya bergerak cepat memegang gagang lemari itu dan membukanya dalam sekali hentakan.
"Hakkkhhh!!! Akhh!!!"
Tidak mudah. Sepersekian detik lemari terbuka, sebuah tangan hitam lantas mencekik kuat leher Raya. Tentu saja gadis itu panik bukan main. Sekujur raganya berusaha melepaskan diri dari genggaman makhluk mengerikan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
RALILAC
Horror"Ada yang bisa bikin kamu pergi dari aku nggak?" "Ada." "Apa?" "Kalau bola mataku ketemu." *** Ini kisah 'sederhana' antara Raya dan teman tak kasat matanya, Lilac. Si setan gemoy yang selalu ada di setiap momen dalam hidup Raya, meski Lilac sendiri...