Aletta sudah sadar. Yang membuat heran adalah, orang yang pertama ia cari yaitu Andra. Gio tentu saja dibuat kesal dengan hal itu. Bahkan sempat pundung dan menghindar dari Aletta.
Namun, kini semua orang mengerti alasan di balik Aletta mencari Andra. Selama tidak sadarkan diri, Aletta seperti mendapat petunjuk tentang Afta. Gadis itu merasa bahwa Andra tahu sesuatu.
Kini, di ruang rawat Aletta ada Raya, Nadia, Gio, dan Andra. Tatapan mereka tertuju pada foto palaroid seorang wanita paruh baya. "Tadinya gue mau kasih tau kalian setelah gue mastiin semuanya, tapi ternyata Aletta tau," ucap Andra.
"Perempuan itu siapa sebenernya?" tanya Nadia penasaran.
"Tante gue." Andra melirik foto wanita yang tengah mereka bicarakan. "Seminggu ini dia sering banget ke rumah gue. Dan tiga hari belakangan, dia nginep di rumah gue. Namanya Tante Ga."
"Tante Ga?" Nadia bertanya bingung. "Aneh banget namanya."
Andra lanjut menjelaskan. "Nama aslinya Gantari Astuti, tapi dia lebih suka dipanggil Tante Ga atau Madam Ga. Jujur gue kurang tau Tante Ga ngapain aja selama ini, karena dari gue kecil juga kita nggak akrab. Tapi satu hal yang pasti, Tante Ga dari dulu suka ngeramal orang."
"Tante Ga yang ngurung Lilac?" gumam Raya.
"Bisa jadi," sahut Aletta. "Tapi gue kurang yakin."
🥑🥑🥑
Ketiga gadis yang tengah menyantap makan siang mereka di area kantin itu tampak lesu. Ketidakhadiran Aletta di antara mereka membuat terasa ada yang kurang.
"Kapan kalian jenguk Aletta lagi?" tanya Malika. Gadis pendiam itu tampak memperhatikan Raya dan Nadia.
"Pulang sekolah kita langsung kesana." Raya melirik ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Dokter Cakra yang menanyakan aktivitasnya.
"Aku boleh ikut?" Malika kembali bersuara. "Tapi aku nggak bisa lama, soalnya habis magrib harus bantuin ibu jualan."
"Boleh dong!" sahut Nadia antusias. "Ngomong-ngomong, gimana kabar ibu lo?"
"Baik." Malika tersenyum lebar. Mengingat ibunya yang semakin hari tampak semakin bersemangat membuat Malika merasa sangat bersyukur. "Sangat baik. Ibu udah nggak pernah sakit-sakitan lagi."
"Syukurlah." Raya dan Nadia kompak merespon.
Setelah membalas pesan dari Dokter Cakra, Raya beralih menatap Nadia. "Nanti malam lo ikut ke rumah gue buat ketemu Tante Mita kan, Nad?"
Sambil mengunyah, Nadia refleks mengangguk. "Of course."
"Masalah Lilac belum selesai ya? Ada yang bisa aku bantu, mungkin?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Malika membuat Raya dan Nadia refleks saling pandang. Mereka kira selama ini Malika cuek, tidak peduli dengan apa yang terjadi. Tapi ternyata, gadis itu diam-diam memperhatikan.
🥑🥑🥑
Kondisi Aletta memburuk. Sepulang sekolah, Gio mendapat kabar dari Rose bahwa Aletta muntah darah. Iya. Muntah darah. Padahal Gio ingat betul, ia meninggalkan Aletta usai memastikan kondisi gadis itu membaik. Orang tua Aletta sudah datang sejak tadi malam, namun Gio bersikeras menginap di rumah sakit.
Mendengar kabar buruk itu, Gio, Raya, Nadia, dan Malika bergegas menuju rumah sakit. Seperti biasa, Gio mengendarai mobilnya sendiri, sedangkan ciwi-ciwi naik mobil Nadia.
Baru saja menurunkan hand rem dan menyusul mobil Gio yang sudah melesat, ponsel Nadia berdering. Panggilan dari Akmal.
"Guys, gue angkat telepon bentar boleh?" tanya Nadia. "Sorry banget."

KAMU SEDANG MEMBACA
RALILAC
Horror"Ada yang bisa bikin kamu pergi dari aku nggak?" "Ada." "Apa?" "Kalau bola mataku ketemu." *** Ini kisah 'sederhana' antara Raya dan teman tak kasat matanya, Lilac. Si setan gemoy yang selalu ada di setiap momen dalam hidup Raya, meski Lilac sendiri...