|14.| Cemburu?

320 50 56
                                    

HAI!
Kembali lagi bersama saya, Milo 🤭

Terima kasih untuk yang udah VOTE & KOMEN.  Yang belum, ditunggu apresiasinya 😊

Jangan lupa untuk FOLLOW! 🔥🔥

•••

"Andai aku masih hidup, pasti aku masih bisa meluk mama dan papa."

-Pingkan

🥑🥑🥑

"Hai, Raya!"

"A-Afta?"

"Ay?"

Raya mengarahkan pandangan ke arah laki-laki yang berdiri di belakang Afta. Siapa lagi kalau bukan Dokter Cakra?

"Duhhh!!! Kan jadi bingung mau milih yang mana," celetuk Angel.

"Mau naik kereta kuda atau kuda besi?" Rokky nimbrung.

"Aku, sih, maunya naik helikopter," sahut Lilac.

"Bukannya kita nggak perlu naik apa-apa? Kayak manusia susah aja. Orang tinggal terbang," balas Romi.

"Jadi aku harus gimana, Guysss?" Raya gemas sendiri mendengar para setannya yang malah berdebat.

"Kamu udah janjian sama Dokter Cakra. Afta tiba-tiba datang. Menurutku, mending kamu sama Dokter Cakra. Lagian, dia calon suami kamu." Lilac berkata serius.

"Ciye calon istri!!!"

"Calon istri dokter nih, bos! Senggol, dong!"

"Nggak bisa senggol-senggol. Lupa kalau lo setan? Nembus!"

Angel dan Pingkan melirik sinis ke arah Rokky.

"Nggak asik hidup lu!" ketus Angel.

Rokky mengedikkan bahu. "Memang gue udah nggak hidup."

Memang benar. Saat bangun tidur pagi tadi, Raya mendapat pesan dari Dokter Cakra, meminta izin agar mereka berangkat bersama, dan Raya mengiyakan. Ia ingin perlahan beradaptasi seperti saran Lilac semalam.

Raya mengembuskan napas berat. Dengan penuh pertimbangan, Raya berkata, "Afta, maaf, ya."

🥑🥑🥑

Sepuluh menit yang terasa bak sepuluh abad bagi Raya. Kepalanya terus menunduk. Tak berani mendongak apalagi melihat kaca depan, sebab ada sosok muka panjang dengan lidah menjulur di sana.

Iya. Lebih jelasnya begini. Dia sosok perempuan, matanya merah dan melotot, lidahnya menjulur sampai ke aspal, dan yang paling mengerikan, mukanya memenuhi kaca depan. Sungguh. Rasanya Raya ingin turun saja dari mobil.

"Tadi itu teman kamu?"

Raya diam. Ia terlalu fokus menyembunyikan pandangan dari makhluk menyeramkan di hadapannya, hingga tak menyadari suara Dokter Cakra.

"Raya?"

Mendapat sentuhan di bahu, barulah Raya sadar dan menoleh. "Ya?"

"Kamu melamun?"

Gadis itu menjawabnya dengan senyuman tipis. "Maaf, Dok."

"Saya tanya sekali lagi, yang tadi teman kamu?"

"Afta?" Raya mengangguk. "Lebih tepatnya, teman sekelas Gio."

"Dia Afta yang sama ...?"

Raya lagi-lagi mengangguk.

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang