|35.| Afta Sarap!

190 14 2
                                    


Seminggu berlalu.

Habis sudah sesi liburan Raya dan kawan-kawan. Kini, mereka kembali ke aktivitas masing-masing.

Senin siang dan suasana kantin yang begitu ramai. Para murid SMAGA berlomba-lomba mengisi perut usai digempur upacara dan 3 jam pelajaran. Raya sendiri sudah duduk manis di kantin bersama Aletta dan Malika. Nadia sedang memesan makanan untuk mereka.

"Gue udah lama nggak denger kabar ibu lo, Ka. Beliau gimana kabarnya?" tanya Raya pada Malika. Awalnya Raya mengira Malika ini pendiam saat baru kenal saja, tapi ternyata Raya salah. Karakter asli Malika memang begitu tertutup.

"Alhamdulillah baik."

"Jualannya, lancar?"

"Iya, Alhamdulillah lancar."

"Kalau gangguan-gangguan dari mereka, udah nggak ada, 'kan?"

Malika menjawab dengan gelengan kepala dan senyum tipis. Lalu, Raya membalasnya dengan mengangguk.

Sudah. Berakhir begitu saja obrolan mereka. Raya yang mati topik dan Malika yang super duper pendiam.

"Sekarang kamu sendirian, ya?"

"Teman kamu itu, sudah kembali ke asalnya."

"Urusannya di sini sudah selesai."

Deg!

Lilac.

Entah mengapa, pikiran Raya seolah otomatis tertuju pada sosok yang sudah seminggu ini tak menampakkan dirinya. Yang para makhluk itu bicarakan tadi, bukan Lilac kan?

"AY!"

"H-hah?" Raya menatap linglung Nadia yang baru saja meneriakinya.

"Ngelamun mulu lo. Makan, tuh."

Tanpa menjawab, Raya mulai menyendok nasi goreng miliknya. Jujur, banyak hal yang berkecamuk di kepala Raya sekarang. Terutama soal Lilac dan orang itu.

"Ay, lo harus lihat ini," ucap Nadia.

Raya yang semula fokus makan, mendongak. Kedua alisnya terangkat, bertanya apa informasi yang ingin Nadia sampaikan.

Melihat raut penasaran Raya, Aletta, dan Malika, Nadia menyalakan ponselnya. Sesuatu yang ingin ia tunjukkan ada di dalam benda pipih itu. Sungguh. Nadia tak sanggup menahannya lebih lama.

Begitu menemukan yang dicari, Nadia menyodorkan ponselnya pada Raya. Dengan rasa penasaran yang menggebu, Raya mengambil alih benda pipih milik sahabatnya itu.

Nadia, Aletta, dan Malika tampak memperhatikan betul ekspresi Raya. Kening yang mengernyit dalam menandakan gadis itu sangat serius.

Beberapa saat setelahnya, Raya menatap lurus ke arah Nadia. "Terus maksud lo nunjukin ini ke gue? Lo mau gue nurutin ajakan dia buat ketemu? Jangan gila, Nad!"

Nadia menghela napas berat. "Gue nggak minta lo untuk langsung setuju untuk ketemu dia. Tapi saran gue, lo pikir baik-baik, Ay. Dari semua kejadian akhir-akhir ini, apa lo nggak merasa harus dengar penjelasan dia? Sekarang gini aja, nanti malam kita diskusikan bareng Gio sama Dokter Cakra."

Raya menatap Nadia cukup lama, lalu mengusap kasar wajahnya. Apa iya harus berinteraksi lagi dengan orang itu? Apa bukti yang sempat menyeret dia ke penjara memang kurang kuat? Sampai-sampai dibebaskan sebelum waktunya.

Sementara itu, Aletta dan Malika yang merasa tau diri memilih bungkam.

🥑🥑🥑

RALILAC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang